❌ DILARANG MEMPLAGIAT CERITA INI! ❌
Happy Reading!
.
.
.Menjalani rutinitas normal adalah hal yang tidak ingin lakukan. Kembali pada kehidupan lamanya --berporos pada pekerjaan, mencoba menikmati walau lama kelamaan ia merasa muak. Bukan pada pekerjaannya, melainkan orang-orang di sekitarnya.
Bagi Kayra, beberapa hari terakhir adalah hari normal sesungguhnya. Dimana dia menghabiskan waktunya untuk bermalas-malasan di rumah besar Gibran. Bermain game --meski amatir, menonton film, berselancar di sosial media dengan akun palsu, dan ketika merasa bosan dia akan berolahraga agar lemak di tubuhnya tidak bertambah.
Masih ada satu projek film dimana tidak bisa ia batalkan karena uangnya tidak akan cukup untuk membayar denda. Meminta pada suaminya pun terdengar bukan ide bagus. Terlebih Gibran terlihat begitu anti padanya. Memang mereka masih satu kamar, tapi dinding tak kasat mata menjulang tinggi menjadi pembatas keduanya.
Mengakhiri karirnya pun bukan pilihan bagus disaat masa depannya belum terjamin. Terlebih untuk lepas dari kontrak yang terus membelenggunya, dia harus mempertaruhkan semua hartanya. Lalu jika Gibran menceraikannya nanti, mau kemana dia?
Pulang malam sudah biasa baginya. Malah terkadang dia akan tidur di tempat syuting --hanya beberapa jam saja-- sebelum lanjut bekerja lagi. Sebelum ini dia memang mengajukan permintaan pada sang produser agar jam kerjanya dikurangi, jika bisa tidak sampai pagi dengan dalih dia sudah menikah. Bahkan dia mengancam membatalkan kontrak ketika produsernya terlihat keberatan, dengan nama Wiratama yang disandangnya, tentu saja dia berani. Padahal tidak mungkin juga dia membatalkan kontrak ini. Suaminya masih belum berada di pihaknya.
Rumah besar yang sudah ia tinggali hampir satu bulan ini terasa hampa. Sama seperti sebelumnya, bahkan ketika pulang pun tak ada yang menyambutnya. Dulu, dia pernah bermimpi jika suatu saat, dia akan menikah dengan pria yang sangat mencintainya. Menjemputnya pulang bekerja atau setidaknya menyambut kepulangannya. Memberikan pelukan hangat lalu mereka akan bercakap hingga kantuk datang.
Namun semua itu hanya sebuah mimpi.
Dia sendiri yang memilih jalan ini. Menikah dengan pria yang masih asing baginya. Menyesal? Terlambat untuk kata itu. Yang bisa dia lakukan memperbaiki pernikahan ini. Ya, seperti rencana awalnya --membuat Gibran bertekuk lutut di hadapannya, seperti permintaan pria itu saat malam pernikahan mereka. Membuat Gibran menyukainya.
"Kupikir kamu sudah tidur."
Suaranya bagai angin lalu bagi pria yang tengah duduk di sofa dengan laptop di pangkuannya. Ia pun berjalan menuju meja rias untuk membersihkan wajahnya.
"Kapan kamu mau bicara?" nada suaranya terdengar putus asa. Wajahnya sudah bersih dari make up. Masih duduk di kursi meja rias, ia menghadap pada suaminya yang bahkan tidak menoleh sedikitpun padanya.
Menarik nafas dalam, ia menghembuskan perlahan. Wajah malangnya tak menggoyahkan keteguhan Gibran sama sekali. Ia pun beranjak, masuk kedalam kamar mandi yang langsung terhubung dengan walk in closet. Disana, wajah malangnya sudah menghilang, tergantikan dengan senyum misterius dengan tatapan mata kembali tajam.
🍁🍁🍁
M
engabaikan Kayra adalah keputusan benar. Merasa simpati pada penipu hanya akan membuatnya semakin jatuh terperosok kedalam jurang dalam. Pesona perempuan itu, dia harus bisa melawannya. Bungkam adalah pilihan terbaik untuk membatasi mereka. Sedangkan dia masih memikirkan apa yang akan dia lakukan pada istrinya itu. Pekerjaan yang menggunung membuat ia belum sempat menyusun rencana. Terlebih dia harus melakukan sendiri, karena tidak mungkin ia meminta bantuan saudaranya bahkan Gava sekalipun. Mereka akan tahu, jika hubungan dengan sang istri tidaklah baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With Beautiful Princess
Romance[#5 Wiratama's] Datang ke club malam hingga mabuk berat bukanlah kebiasaannya. Malam itu, ia merasa patah hati mencoba mencari hiburan disana. Saudaranya -Regan- dulu kerap ke tempat maksiat ini, adiknya saja -Gava- juga melakukan hal yang sama. Mak...