Berlakon di depan kamera adalah pekerjaan yang digelutinya selama bertahun-tahun. Ia pikir akan terus bertahan di tempatnya itu hingga tua nanti dan memutuskan untuk pensiun. Siapa sangka jika dia akan banting setir menjadi pengusaha. Sebelumnya dia memang berinvestasi di beberapa tempat, hanya saja semuanya ia tarik karena masalah kemarin. Jika tidak menikah dengan Gibran, mungkin dia benar-benar akan menjadi gelandangan.
"Selamat sore ibu CEO."
Kedatangan seseorang membuat atensinya teralihkan. Dahinya berkerut melihat adik iparnya datang. "Ada apa?" Tanyanya.
"Jemput ibu CEO."
"Disuruh Gibran?"
"Bukan, Bunda yang suruh." sosok adik iparnya itu duduk di kursi tepat di seberangnya. Jangan berpikir pakaian iparnya ini rapi mencerminkan seorang pengusaha, nyatanya Gibran mengenakan baju santai seolah habis main. "Bang Gibran, Bang Galih, Bang Reza, Bang Regan, Papah, sama Ayah pergi ke Bogor."
Pergi ke Bogor? Kenapa Gibran tidak memberitahunya?
"Dadakan kayaknya sih, belum dikasih tahu sama Bang Gibran?"
Seolah mengetahui isi pikirannya, Gava kembali bersuara. Menjawab itu, ia pun mengangguk. "Kok kamu nggak ikut?"
"Males, capek. Lagian besok pagi aku ada meeting penting." tipikal Gava sekali. Jika pria ini berubah menjadi rajin malah akan terlibat mengherankan. Tapi tetap mengherankan baginya, seorang Gava yang sangat selengean ini bisa menjadi CEO. Tak hanya duduk manis, nyatanya perusahaan Gava terus berkembang maju.
"Gav, kok kamu bisa jadi pengusaha?" mulutnya pun menyalurkan isi pikirannya. Bagaimana lagi, dia penasaran.
"Bapak gue orang kaya." jawab Gava nyeleneh lalu tertawa. Adik dari Gibran itu benar-benar berbanding terbalik dengan saudaranya. "Tapi bener Kak, aku cuma lanjutin usaha Ayah aja. Bisa dibilang, ini privilege."
Ingin rasanya dia mendengus keras, tapi nasibnya pun sama. Jika dilihat, dia dan Gava sama bukan. Menjadi pengusaha karena meneruskan dari orangtua --walaupun dia dari kakeknya. Jika memulai dari nol, mungkin dia tidak akan bisa.
"Tapi kamu keliatan nikmatin pekerjaan kamu, perusahaan kamu juga terus berkembang. Padahal kata Bunda, dulunya kamu mau jadi dokter."
Dari dokter ke pengusaha, jauh bukan? Menurut info dari mertuanya juga, sebenarnya Gava setengah hati saat mengurus pekerjaan makanya semaunya sendiri. Berpakaian formal disaat tertentu saja. Kantor disulap menjadi rumah. Meski begitu Gava jarang menginap di kantor.
"Itu pilihan aku, dan jadi tanggung jawabku. Yaudah jalanin aja." Menumpukan dua sikunya di meja, kedua tangan Gava saling bertautan. "Jadi, Kakak butuh motivasi buat semangat kerja?"
Kayra terkekeh melihat kepekaan adik iparnya ini. Ya, dia butuh motivasi. Anggap saja situasinya sama dengan Gava, jadi dia ingin mengetahui alasan Gava bisa terus bertahan hingga saat ini.
"Tapi gimana ya kak, aku aja nggak semangat kerjanya." Gava terkekeh pelan, kemudian menyambung ucapannya. "Aku kerja seusai keinginan hati. Kalau aku ngantuk, aku tidur. Kalau aku bosan aku main game atau nonton. Dan ini nggak buat dicontoh Kak, karena pekerjaan kita nggak berkurang malah semakin banyak."
Tentu saja, memangnya pekerjaan akan selesai jika di diamkan. Tapi ia jadi termenung, sepertinya dia memang cukup mirip dengan iparnya ini. Karena setengah jam lalu dia juga baru bangun tidur. Ruangan disebelah ruangannya yang entah untuk apa tadinya dia ubah menjadi kamar pribadi dengan pintu penghubung di dalam ruangannya.
Reaksi Gibran? Suaminya hanya geleng-geleng kepala ketika ia menyampaikan idenya.
"Rasanya aku pengin teriak 'capek kerja mau nikah aja' kayak orang-orang, tapi aku udah nikah." Kayra bergumam dengan wajah lesu. Sedangkan kedua tangannya mulai membereskan barang-barang di mejanya. Jika masalah pulang, ia tidak akan menunda.
"Padahal aku kalau punya istri, niatnya mau aku minta jadi ibu rumah tangga aja, biar aku yang kerja. Toh uangku banyak. Tapi kok Bang Gibran beda ya?"
Oh menyenangkan sekali jika memiliki suami seperti itu. Kenapa Gibran tidak memiliki pemikiran sama seperti adiknya? Padahal kan dia tengah hamil sekarang, bukannya dimanja-manja malah disuruh kerja.
"Aku jadi istri kamu aja gimana, Gav?"
"Kakak mau ada drama keluarga?"
Kayra tergelak, istri dari Gibran itu beranjak dari duduknya seraya membawa tas dimana barang-barangnya sudah masuk semua. Merasa sudah tidak ada yang tertinggal, ia pun mendekat pada iparnya yang ikut beranjak.
"Banyak yang kerumah?"
"Minus Kak Clara sih, lagi nginep di rumah orangtuanya."
Keduanya pun masuk ke dalam lift. Sudah jam pulang kantor jadi wajar jika mereka berpapasan dengan banyak karyawan. Banyak dari mereka menyapa atasan baru yang tak lain artis terkenal ini. Saat pertama Kayra mengambil alih jabatan, tentu semua orang merasa terkejut. Berita yang keluar tentang artis cantik yang ternyata pewaris dari LS Group semakin menambah keheranan semua orang.
Pasalnya, tidak pernah ada desas desus tentang bos lama mereka memiliki anak lain diluar pernikahan. Setelah diusut oleh para pencari berita, mereka akhirnya tahu jika Kayra adalah anak adopsi dari Prayuda. Namun masih ada keanehan disini, jika Kayra hanyalah seorang anak angkat, kenapa warisan terbanyak jatuh padanya? Padahal jelas-jelas Prayuda memiliki anak sendiri.
Meski setinggi apapun rasa penasaran mereka, tak ada yang berani bertanya. Mereka hanya bisa menunggu berita terbaru saja. Dan mereka yakin itu sulit karena selain CEO di LS Group, Kayra adalah istri dari Gibran Wiratama. Bukankah hidup artis cantik itu sangat beruntung?
"Waktu awal kerja, nggak ada masalah Kak? Kayak penolakan dari karyawan atau semacamnya?"
"Jelas ada." Kayra menutup pintu mobil setelah dirinya duduk di kursi penumpang, dimana Gava yang mengemudi. Ia pun memakai sabuk pengaman. "Tapi kalau ancaman pecat, mereka bisa apa?"
Gava terkekeh mendengarnya. Memang begitu hukum di dunia ini bukan? Suara orang-orang kecil tidak akan terdengar. Dengan mudah mereka akan dibungkam oleh yang memiliki kekuasaan.
Beberapa karyawan juga Kayra ganti --atas saran dari Gibran. Dengan penuh pengertian suaminya itu mengganti para pemegang posisi penting --namun mereka memihak pihak lain. Kini posisi tersebut diisi oleh orang-orang pindahan dari kantor Wiratama. Bahkan ada karyawan milik Galih dan Regan yang dipindahkan kesini atas permintaan Gibran. Entah apa yang dikatakan pria itu hingga para saudaranya mau melepas orang-orang kepercayaan mereka.
Hal ini lah yang membuat banyak orang bungkam. Memilih langsung beralih kubu. Atas hasutan dari beberapa pihak --meyakinkan jika Kayra bisa mengganti orang dengan mudah-- akhirnya banyak orang menerima atasan baru mereka dengan baik. Jangan tanya ini trik siapa, tentu saja Gibran. Suami dari Kayra itu benar-benar mengurus semua dengan baik, memastikan istrinya dalam posisi aman.
"Eh Gav, nanti mampir makan bakso dulu ya. Terserah mau dimana, yang penting bakso." Pinta Kayra ketika keduanya sudah berada di mobil. Siap untuk pulang.
"Ngidam?"
"Nggak tahu juga sih, intinya mau bakso."
"As you wish, Princess."
Mendengar panggilan itu membuat Kayra terkekeh. Princess, panggilan dari fans untuknya. Mengingat itu, membuatnya rindu diperlakukan layaknya seorang puteri. Roda kehidupan selalu berputar bukan? Lihatlah sekarang, mereka semua berpaling darinya dengan begitu cepat. Meski begitu dia tetap bersyukur atas hidupnya. Terlebih setelah bertemu keluarga suaminya.
🍁🍁🍁🍁
To be continue
Halo semuaaaaa. Apa kabar kalian? Nunggu lama ya? Maaf ya. Agak sok sibuk gitu soalnya hehe.
Gibran lagi cuti jadi nggak nongol dulu, rindu gak sama calon bapak itu?
Btw, kalau narasinya berantakan aku minta maaf banget ya. Semoga kalian bisa menikmati tulisanku.
Dah ya, ngantuk. Jangan lupa vote sama komen banyak-banyak! Biar semangat akutuh. See you....
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With Beautiful Princess
Romance[#5 Wiratama's] Datang ke club malam hingga mabuk berat bukanlah kebiasaannya. Malam itu, ia merasa patah hati mencoba mencari hiburan disana. Saudaranya -Regan- dulu kerap ke tempat maksiat ini, adiknya saja -Gava- juga melakukan hal yang sama. Mak...