Berbalut jubah mandi, tubuhnya duduk di sofa. Menikmati pemandangan perempuan yang masih terlelap sampai sekarang. Sedangkan di tangan kanannya terdapat ponsel yang ia dekatkan pada telinga. Mendengarkan penjelasan lawan bicaranya.
"Terus kumpulkan bukti kebusukan mereka." Jika tidak bisa menjatuhkan Lesmana, setidaknya menjatuhkan para pendukungnya itu cukup.
"Cepat dan hati-hati, jangan sampai ada yang tahu pergerakan kalian. Bahkan Reza ataupun keluarga saya."
Memutuskan sambungan telepon, ia menegakkan tubuhnya. Meraih kopi yang masih mengepulkan uap panas, ia menyeruputnya pelan.
Pandangannya kembali tertuju pada perempuan yang berhasil menyingkirkan nama Sakila di hatinya. Menerobos masuk pada hidupnya dan mulai mengacak-acak. Tanpa perlu berteriak di tengah kerumunan pun, semua orang pasti tahu jika dia mencintai perempuan ini. Dan tiba-tiba mereka akan dipisahkan begitu saja? Lucu. Mana mungkin dia akan diam saja.
"Sekarang waktunya bermain licik." ia bergumam pelan kemudian menyeruput kopinya kembali. Orang-orang itu, berhasil menarik tuas emosinya, sekarang ia tidak akan memikirkan resiko. Apapun akan ia lakukan untuk menghancurkan mereka, para biadab Lesmana.
Lengguhan pelan terdengar, menarik atensinya yang tengah berpikir sesuatu. Kepalanya menoleh ke tempat dimana istrinya masih terbaring. Permainannya yang terlalu kasar membuat Kayra hilang kesadaran semalam. Padahal ia membawa Kayra ke kamar pada sore hari dan mereka benar-benar selesai saat malam hari. Itupun karena Kayra hilang kesadaran.
"Morning, wifey. But... no time for breakfast, it's time for lunch."
Wajah linglung istrinya cukup menarik perhatian. Saat bangun tidur seperti ini, Kayra benar-benar terlihat seperti angel dimatanya. Begitu indah. Terlebih saat bahu polos itu dijatuhi rambut legam istrinya yang berantakan. Terkesan seksi.
"Melihatmu seperti ini membuatku ingin melakukannya lagi."
Wajah Kayra terlihat pias. Perempuan itu seolah baru tersadar dengan kondisinya. Mata yang biasanya terlihat berani, sekarang hilang entah kemana. Dan pemandangan itu sedikit mengusik dirinya.
Beranjak berdiri, kakinya melangkah mendekati ranjang. Matanya tak lepas dari paras ayu istrinya. Akan tetapi Kayra terlihat gemetar. Istrinya... Merasa takut.
Kenapa? Bukankah perlakuannya dulu lebih parah? Ia ingat dengan jelas bagaimana wajah menantang Kayra saat itu. Terlihat tidak takut pada apapun. Tapi kenapa sekarang berbeda?
"Gi-Gibran..." Bahkan Kayra memundurkan punggungnya hingga membentur kepala ranjang. Sedangkan kedua tangannya mencengkram selimut. Matanya pun menatap kesana kemari, tidak fokus dan terus berusaha menghindari tatapan tajam Gibran.
"Kamu takut?"
Tanpa diberi jawaban pun, Gibran sudah tahu jawabannya. Laki-laki itu menghela nafas pelan. Dulu, melihat wajah memelas Kayra saja dia luluh. Apalagi sekarang disaat dia jelas-jelas mencintai perempuan ini.
"I'm sorry, baby..." Gibran duduk di tepi ranjang. Kedua tangannya menjulur, menarik tubuh istrinya kedalam dekapan hangatnya. "Aku menyakitimu? Maaf, maaf, maaf." ia memberikan kecupan berkali-kali di puncak kepala istrinya. Sedangkan sang istri menangis sesenggukan di dadanya.
Kapan ia melihat kondisi Kayra seperti ini? Perempuan ini selalu terlihat kuat. Membuat ia terkadang lupa jika Kayra tetaplah perempuan. Pemilik hati lembut. Terlebih masalah yang dihadapi istrinya selama ini, pasti Kayra merasa begitu tertekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With Beautiful Princess
Roman d'amour[#5 Wiratama's] Datang ke club malam hingga mabuk berat bukanlah kebiasaannya. Malam itu, ia merasa patah hati mencoba mencari hiburan disana. Saudaranya -Regan- dulu kerap ke tempat maksiat ini, adiknya saja -Gava- juga melakukan hal yang sama. Mak...