Kata ajudan kakeknya, rumah ini adalah hadiah dari sang kakek untuknya. Meski setelah ia ingat-ingat, ia tidak menemukan momen saat kakeknya itu memberi rumah padanya. Keamanan disini bagus, walau tidak pernah dihuni, rumah ini terawat bahkan ada beberapa pelayan. Yah, rumah sebesar ini hanya ditinggali oleh pelayan saja. Sungguh buang-buang uang kan?
Rumah ini lebih megah dari rumah suaminya. Bangunan tiga lantai dengan taman di rooftop ini setara dengan rumah utama Lesmana. Dimana para keluarganya tinggal disana. Seharusnya rumah besar itu adalah miliknya, akan tetapi ia malas untuk tinggal satu atap dengan orang-orang jelmaan iblis. Toh dia sudah menikah. Dimana suaminya tinggal, disitulah ia berada.
Tapi itu dulu, sekarang berbeda. Keputusannya membuat ia tidak lagi memiliki rumah. Meski begitu dia tidak boleh putus asa bukan? Menjadi janda bukanlah suatu aib. Dan menjalani hidup sendiri hingga akhir hayat bukan kesalahan. Mungkin beberapa orang tidak setuju dengan pendapatnya. Namun setiap orang memiliki pemikiran sendiri bukan?
"Jadi sekarang aku menjadi tawanan dirumah ku sendiri?"
Pintu terkunci, sedangkan kamarnya berada di lantai dua. Loncat dari balkon jelas berbahaya. Alih-alih berhasil kabur dari Gibran, ia malah akan berakhir di rumah sakit.
Menjatuhkan tubuhnya di ranjang, ia menatap langit-langit kamar. Perhitungannya tidak meleset. Kedua sudut bibirnya terangkat, menyadari seberapa dalam cinta suaminya.
Ya, Gibran tidak mungkin berbuat sejauh ini jika tidak mencintainya bukan? Padahal dia sudah memberikan surat cerai.
"Kamu yakin rencanamu akan berhasil? Gibran terlalu mencintaiku. Dia tidak akan melepaskan ku begitu saja."
Ucapannya terbukti. Perasaan Gibran padanya bukan candaan belaka. Meski begitu dia tidak memiliki pilihan lain.
"Kalau begitu akan kubuat kau yang menceraikan, Gibran."
"Maaf Gibran, maaf..." gumamnya setelah meraih sebuah botol dalam laci nakas. Lagi-lagi perkiraannya benar, dia akan membutuhkan obat ini.
🍁🍁🍁
Baju santai seperti hot pants dan kaus jarang ia gunakan untuk keluar rumah. Sebagai publik figur membuatnya harus menjaga penampilan agar tidak memberi cela pada para haters untuk menjatuhkan. Tidak menjadi kesalahan bagi artis memakai pakaian biasa atau gembel sekalipun, tapi akan menjadi masalah jika Kayra Princesssa yang seperti itu. Haters bayaran yang selalu mencari cela membuatnya berusaha se-sempurna mungkin saat tampil diluar.
"Maaf Nona, Anda tidak diizinkan keluar. Ini adalah perintah dari Tuan Gibran."
Tentu saja ia tahu. Kedatangan beberapa orang berpakaian serba hitam ini, jelas ulah suaminya. Oleh karena itu ia sudah menyiapkan dialog yang tepat untuk meyakinkan orang-orang ini.
"Kami sudah berbaikan." ia tersenyum tipis dengan mimik wajah bahagia. "Ah, tentu kalian tidak tahu apa yang terjadi diantara kami bukan? Intinya, hubungan kami sudah membaik. Dan sekarang aku harus keluar sebentar untuk mencari sesuatu. Tenang saja Gibran sudah mengijinkan."
Dua orang yang berjaga diluar pintu utama itu terlihat bingung. Keduanya saling pandang seolah tengah berkomunikasi. Ia tahu, tidak akan mudah mengecoh orang-orang ini.
"Tapi ini sudah malam Nona. Kalaupun Tuan Gibran memberi ijin, saya yakin beliau akan menghubungi kami."
Berdecak tidak suka, raut wajah Kayra berubah kesal. "Apa perlu ku telfon bos kalian itu?" tantangnya merasa kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With Beautiful Princess
Romance[#5 Wiratama's] Datang ke club malam hingga mabuk berat bukanlah kebiasaannya. Malam itu, ia merasa patah hati mencoba mencari hiburan disana. Saudaranya -Regan- dulu kerap ke tempat maksiat ini, adiknya saja -Gava- juga melakukan hal yang sama. Mak...