Pening menyerang ketika kesadarannya mulai terkumpul. Secara perlahan ia membuka mata, mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan pencahayaan yang masuk. Asing. Dimana dia sekarang? Ketika pandangannya mengedar, ia mendapati sosok yang tengah menatapnya tajam. Duduk di sofa dengan kedua tangan bersedekap, menatapnya penuh tuduhan seolah ia telah melakukan kesalahan besar.
Tunggu, kenapa dia ada disini? Menelaah kembali, ia mengingat jika kemarin ia bertemu dengan klien yang cukup menyebalkan. Sangat keras kepala dan meminta jika harus dirinya yang datang untuk meeting. Alih-alih di kantor, mereka malah meeting di hotel milik adiknya, tepatnya di restoran yang ada di lantai paling atas. Tepat di bawah rooftop dengan dinding kaca yang menyuguhkan pemandangan kota.
Seingatnya mereka tidak hanya berdua. Ada sekretarisnya yang menemani, lalu kenapa dia berakhir di kamar hotel? Kemana dua orang itu?
Mencoba duduk, ia terkejut mendapati dirinya tak memakai sehelai benang pun di balik selimut. Sial, apa yang terjadi padanya? Memandang istrinya, mungkinkah mereka melakukannya disini? Tapi kenapa dia lupa.
"Tidak merasa bersalah sama sekali Gibran?" nada dingin beserta tajamnya tatapan sang istri membuat ia bingung. Merasa bersalah? Kesalahan apa yang telah ia lakukan?
"Kenapa kita ada disini?" ia pun bertanya. Karena sekeras apapun ia mencoba, ingatannya seolah dihapus. Hal terakhir yang ia ingat adalah rasa pusing di kepala setelah memakan hidangan kemarin.
"Membawa wanita ke hotel, sekarang kamu akan pura-pura bodoh setelah ketahuan?"
Wanita? Ke hotel? Yang benar saja. Tapi keadaannya sekarang...
"Lihat baju-baju itu, masih tidak mengingatnya?"
Mendengar itu, ia pun melihat sekitar. Benar, ada pakaian wanita disana. Mengorek ingatannya, ia pun menyadari jika pakaian itu sama dengan pakaian kliennya. Klien dadakan yang sempat membuatnya naik darah.
"Aku nggak inget apapun, Kay!" Ia paham sekarang. Dia dijebak! Sial! Apa ia telah melakukannya semalam? Dengan wanita asing? Tidak, tidak, jangan sampai hal itu terjadi. "Kay aku... shit!" umpatan tak bisa ia tahan ketika akan beranjak dan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya malah melorot.
"Aku pikir kita sudah normal sekarang." nada bicara istrinya yang berubah sendu membuatnya cemas. Jangan sampai istrinya salah paham.
"Enggak Kay! Aku nggak ngapa-ngapain. Aku... Aku...." Sial! Apa yang harus ia katakan jika dia tidak mengingat apapun?!
"Kemarin aku sudah check ke dokter." ia terkejut mendengarnya. Jadi Kayra memutuskan ke dokter sendiri kemarin? Mendengar itu membuatnya merasa bersalah. Gara-gara klien yang dari Singapura, ia jadi tidak bisa menemani istrinya. "Aku hamil."
Dia terkejut, sangat. Kayra hamil? Anaknya? Ya memang siapa lagi jika bukan dia? Kalau dipikir-pikir, semenjak mereka berhubungan dia tidak pernah memakai pengamanan. Apakah Kayra juga begitu? Tapi entah kenapa ada rasa cemas di hatinya.
"Aku hamil dan kamu selingkuh. Apa ini keinginanmu Gibran? Membuatku jatuh lalu membuangku begitu saja setelah bosan? Apa aku memang hanya sebatas jalang untukmu?"
"Nggak Kay, nggak." Menahan selimut, ia turun dari ranjang. Sedikit susah karena selimut besar ini menghambat kakinya untuk melangkah. Jika situasinya tidak seperti ini, pasti dia akan memilih telanjang di depan sang istri. "Kamu salah paham, aku bisa jelasin ini. Aku enggak selingkuh."
Berdiri di depan sang istri, ia pun bersimpuh. Memudahkannya agar tubuhnya tetap tertutup. "Aku rasa... aku dijebak. Kemarin, aku kesini sama sekretaris aku buat meeting. Klien ini, tiba-tiba aja minta jadwal pertemuan di percepat, padahal seharusnya besok siang. Kemarin malam, kita bertemu disini, di restoran atas. Kami hanya mendiskusikan pekerjaan, hanya itu, nggak lebih. Aku berani bersumpah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With Beautiful Princess
Romance[#5 Wiratama's] Datang ke club malam hingga mabuk berat bukanlah kebiasaannya. Malam itu, ia merasa patah hati mencoba mencari hiburan disana. Saudaranya -Regan- dulu kerap ke tempat maksiat ini, adiknya saja -Gava- juga melakukan hal yang sama. Mak...