Happy reading!
Setelah kepergian dari Naura yang pergi membawa segala kekesalan dalam dirinya kepada sang kekasih. Bara, lelaki itu mendekati Kiara yang sedang duduk menangis di sofa.
Ketika Bara hendak mengelap air mata di pipi Kiara, tetapi langsung ditepis oleh istri kecilnya itu.
Gadis itu sedikit menggeser posisi duduknya dari Bara yang hendak mendekat. Hanya isakan tangis yang keluar dari mulut Kiara.
"Kiara, aku bisa jelasin semuanya sekarang," ucap Bara, perlahan ia memegang tangan Kiara.
"Jelasin sekarang," pinta Kiara.
Bara menghirup udara, lalu mengembuskan secara perlahan. "Sebelum aku dijodohkan sama kamu, aku dan Naura-- kekasihku, kami sudah lama berpacaran hampir tiga tahun, Kiara. Jujur, rencananya kami juga akan menikah diwaktu yang tepat." Bara menjeda ucapannya itu.
"Entah dapat angin dari mana, Mama dan Papaku berniat menjodohkan aku disaat aku sudah memiliki kekasih. Mama juga tau kalau aku sudah berpacaran sama Naura, tetapi Mama gak merestui hubungan kami berdua. Karena Mama terlalu memaksa dalam perjodohan ini, akhirnya aku gagal Kiara ... ternyata ego yang ada didalam diriku gagal dalam membantah permintaan dari wanita kesayanganku. Resikonya aku nggak mau kalau Mama membenciku gara-gara menolak perjodohan ini secara langsung."
Penjelasan dari Bara membuat Kiara bergeming. Ia bingung, mau berbicara apalagi, secara tidak langsung ia sudah masuk ke dalam hubungan Bara dan Naura. Bukan salah Kiara, 'kan dalam hubungan yang mulai rumit ini? Karena sang ayah memaksa ia untuk menerima perjodohan ini juga.
Hening. Kembali menyelimuti suasana di ruang tamu itu. Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing, sesekali Kiara meremas ujung bajunya dan melirik ke arah Bara yang juga terdiam. Seperti ada yang mengganjal di hatinya, ingin mengungkapkan perasaan tetapi masih ragu.
"Mmm ... Tuan," panggil Kiara pelan. Memindahkan posisinya agar bisa berhadapan dengan sang suami.
Bara mendongakkan kepalanya, menatap ke arah Kiara yang terlihat gusar. "Iya, Kiara."
Jujur Kiara bingung dengan suasana yang semakin awakrd itu. Menggigit bibir bagian bawahnya, tiba-tiba saja lidahnya terasa kelu untuk berbicara. Masih setia menatap dan menunggu Kiara untuk melanjutkan ucapannya itu.
"Kiara, kamu mau ngomong apa? Atau kamu belum paham sama penjelasan aku tadi?" tanya Bara akhirnya angkat bicara.
Kiara menggeleng cepat, membuat Bara semakin dibuat penasaran oleh Kiara.
Bara menaikkan satu alis tebalnya, seperti bertanya ada apa?
"Ara, ingin jujur sama Tuan," ucap Kiara menetralkan degupan jantungnya yang berdetak itu.
"Jujur aja Kiara," sahut Bara to the point. Ia juga penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh Kiara. Terlebih degupan jantungnya berdetak kencang juga.
Ibu jari lelaki itu perlahan mengusap lembut air mata yang mengalir di pipi sang istri. Kiara mulai mengatur pernapasannya dan berusaha memberanikan diri untuk menatap wajah Bara dari dekat. "Jujur. Kalau Ara suka sama Tuan."
Bara terkejut mendengar penuturan dari Kiara. Secara langsung istri kecilnya itu mengungkapkan perasaannya. Bara berusaha menetralkan raut wajahnya agar tak terlihat terkejut saat didepan Kiara.
Hanya hening, belum ada jawaban dari Bara.
"Jawab, Tuan!" Kiara tak sabar ingin segera mengetahui, apakah Bara juga ada rasa kepadanya atau tidak?
Tanpa aba-aba, Bara merengkuh tubuh Kiara dan membawanya ke dalam dekapannya itu. Kiara tidak berontak, merasakan hangatnya pelukan dari sang suami. Nyaman, satu kata itulah yang menggambarkan perasaan Kiara sekarang.
"Aku gak yakin dengan perasaan kamu itu," ucap Bara sembari mengelus surai panjang Kiara.
Pelukan itu terurai, Kiara menatap sendu Bara. Matanya mulai berkaca-kaca lagi, setelah mendengar ucapan Bara yang tidak yakin dengan perasaan yang sudah ia ungkapkan.
"Kenapa gak yakin?" tanya Kiara terdengar lirih.
"Aku tau kalau perasaan kamu itu masih labil dan suatu saat nanti pasti akan berubah. Terlebih kamu masih muda, Kiara. Bisa dengan mudah mendapatkan pasangan yang lebih baik dari aku," jelas Bara dengan tatapan sendu.
Air matanya tak dapat dibendung lagi, saat mendengar perkataan dari Bara. Lalu, perhatian dan kepedulian Bara kepada Kiara itu apa? Selama ini Kiara sudah menaruh perasaan lebih kepada lelaki yang berstatus sebagai suaminya itu.
"Begitu, ya? Lalu, selama ini Tuan peduli dan perhatian sama Ara karena apa?"
Bara bergeming, tak tahu mau menjawab apa? Lidahnya terasa kelu untuk berbicara.
"Ara tanya, apakah Tuan menyukai Ara?" tanya Kiara lagi.
"Maaf, aku gak tau Kiara."
Jelas sekali jawaban yang keluar dari mulut Bara membuat hati Kiara berdenyut nyeri. Dan setelah mengucapkan kalimat tadi, Bara justru melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya. Meninggalkan Kiara yang sedang menangis di sofa. Entahlah, Bara masih ragu akan perasaannya kepada Kiara. Dibuat nyaman, kecewa dan hancur secara bersamaan. Baik secara fisik dan batinnya Kiara merasa sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With CEO
ChickLitKiara tak menyangka di usianya yang masih sangat muda, telah dijodohkan dengan seorang CEO muda sukses. Sepertinya keegoisan dari sang ayah yang menginginkan putri bungsunya itu menikah dengan Bara Carel Adiwijaya, semata-mata hanya karena perusahaa...