28. Bara POV

1.7K 97 0
                                    

                          Happy reading!

Pukul 12.15 waktunya makan siang. Aku menghela napas beristirahat sejenak melepas penat karena mengurus berkas-berkas yang lumayan banyak. Memejamkan mata sejenak, rasanya benar-benar melelahkan.

Drrtt drrtt!

Arrghh ... siapa sih yang menelpon waktu makan siang begini? Gak bisa ala bikin aku tenang sebentar? Tunggu, ini Mama yang telepon ada apalagi sih?

"Halo Bara," sapa Mamaku dari sebrang sana.

Aku menghirup oksigen, lalu mengembuskan secara perlahan. Stay calm.

"Ada apa, Ma?"

"Bisa kan, malam ini kita makan malam bersama? Sekalian juga ajak menantu kesayangan Mama itu." Tuh kan Mama kalo ngomong suka rempong.

"Iya, Ma. Bisa." Aku cepat-cepat mengiyakan saja agar Mama gak ngomong panjang lebar seperti tadi.

Setelah usai berbicara, aku mengakhiri panggilan telepon dari Mama kesayanganku.

Wait, astaga! Aku hampir lupa kalau aku mengiyakan ucapan dari Mamaku. Padahal kan aku lagi marahan sama Kiara selama seminggu ini. Mama benar-benar ya, kok aku kejebak gitu. Mau gak mau, aku harus bujuk Kiara untuk ikut makan malam bersama.

Aku harus berpikir dari sekarang, bagaimana caranya agar Kiara mau ikut makan malam bersama malam ini.

Aku jadi teringat akan ungkapan perasaan Kiara kepadaku seminggu yang lalu. Secepat itukah dia mencintaiku? Entahlah, aku juga masih ragu akan perasaanku kepadanya. Kasihan juga sih, Kiara waktu itu aku membentaknya. Sebenarnya aku tidak tega melihatnya menangis, tapi ya, mau bagaimana lagi egoku kemarin lebih mendominasi.

Aku memijit pelipisku rasanya pusing banget. Apalagi akhir-akhir ini aku sama Naura udah jarang sekali berkomunikasi secara langsung ataupun di media sosial. Katanya dia sibuk, entahlah dia sibuk apa. Yang jelas aku juga sibuk lebih dari dia.

Aku melirik jam yang melingkar dipergelangan tangan kiriku. Pasti Kiara sudah pulang dan sedang menunggu pak supir untuk menjemput. Aku segera bergegas menuju ke tempat parkiran dan segera melajukan mobil dengan kecepatan sedang.

Tak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke sekolah Kiara. Ini adalah pertama kali aku menjemput istriku pulang sekolah. Rasanya agak gimana gitu, apalagi hubungan kami selama seminggu yang lalu saling diam. Padahal satu rumah.

Aku segera memberhentikan mobil tepat di depan Kiara. Kulihat dia terkejut saat aku membuka jendela mobil, ekspresinya yang seperti itu membuatku semakin gemas.

"Masuk!" titahku tanpa memandang wajahnya. Dia diam, entahlah apa yang ada didalam pikirannya kalau aku tiba-tiba saja menjemputnya pulang sekolah.

"Masuk atau--" kulihat dia sedikit terburu-buru masuk ke dalam mobil. Aku juga sempat mendengar dia bergumam apa, yang jelas bibirnya tadi sedikit mengoceh.

Didalam perjalanan hanya hening yang menemani kami berdua. Seperti biasa, dia diam sedari masuk ke mobil, tanpa melirikku sama sekali. Kayanya dia lagi marah atau takut kalau aku mengancamnya lagi.

"Hmm ... kamu mau apa?" tanyaku sambil menyetir, tetapi tetap pandanganku ke depan. Ini suatu strategi agar dia mau ikut nantinya.

"Saya gak mau apa-apa," jawabnya singkat, formal sekali bicaranya. Biasanya pakai aku kamu.

Sabar Bara, sabar menghadapi sikap istri kecil yang ada di sampingmu ini. Aku melirik Kiara sebentar, benar-benar aku harus cari cara agar Kiara mau ikut. Oke, berpikir.

Astaga, udah mau sampai rumah tapi aku belum juga dapat ide buat bujuk Kiara. Sial! Aku merutuki kebodohanku sendiri, ini Mama juga kenapa sih pakai acara makan malam segala. Merepotkan saja!

Kami berdua sudah sampai di halaman rumah. Segera aku memarkirkan mobil, setelah itu Kiara bergegas keluar dari mobil. Meninggalkan aku yang masih sibuk dengan pikiranku sendiri.

Aku melangkahkan kakiku menuju ke sofa dulu, bersantai di sofa sembari melepas penat dan memikirkan bagaimana cara bujuk Kiara.

"Nih. Minum dulu Tuan," titahnya sembari menyodorkan segelas teh kepadaku. Aku segera menggeleng pelan dan masih belum percaya kalau istri kecilku ini gak marah kan sama aku?

"Kenapa diam? Gak mau?" tanyanya heran. Aku segera menggeleng cepat dan meminum segelas teh buatan istri kecilku ini.

"Makasih," ucapku, setelah itu dia mulai beranjak pergi dari tempat ini dan aku dengan cepat mencekal pergelangan tangannya.

"Ada apalagi sih, Tuan?" tanyanya datar. Ini dia kasih aku teh ikhlas apa enggak sih?  Kesannya kaya terpaksa gitu.

"Duduk." Aku menepuk sofa disebelahku, tetapi dia masih berdiam diri di tempat itu. Kiara hari ini benar-benar menguji kesabaran aku.

Aku menarik pergelangan tangannya lagi, agar dia duduk di sampingku.

"Ada apa sih, Tuan? Ara sibuk mau ngerjain tugas dulu," ucapnya masih dengan nada kesal.

Aku mendengkus kesal, untung saja gadis yang ada di depanku ini adalah istriku.

"Ada hal penting, urusan tugas sekolah itu bisa nanti!" balasku yang gak mau ngalah.

Seketika istri kecilku ini membulatkan bibir mungilnya yang membuatnya semakin menggemaskan!

"Emang hal penting apa yang ingin Tuan sampaikan?" tanyanya sembari menatap wajahku.

Beberapa menit saling bertatapan mata, aku langsung saja berkata. "Jadi, kamu mau kan ikut makan malam bersama keluarga Adiwijaya?"

   . Kira-kira Kiara mau ikut apa
      enggak, ya?

  . Thanks yang udah vote:'/)

Married With CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang