47. Kemarahan Bara

1.7K 89 0
                                    

                       _Happy reading_

"Ini Nyonya, pesanannya." Bodyguard pribadi yang disuruh oleh Desika untuk membeli sate pesanan Bara, akhirnya sampai juga.

Desika pun mengambil pesanan sate 50 tusuk itu. "Terimakasih," ucap Desika tersenyum ramah pada bodyguard pribadi itu. Kemudian ia kembali memasuki kamar sang putra sulungnya.

"Sama-sama Nyonya," balas bodyguard itu tersenyum ramah juga.

Bara yang sedang asyik bermain game di handphonenya, mengalihkan atensinya pada sang Mama yang membawa pesanan satenya. Lelaki itu meletakkan handphonenya diatas nakas, lalu menatap sate dengan berbinar-binar.

"Banyak banget loh, kamu pesan satenya," ujar Desika menggelengkan kepalanya, heran. Ada aja kelakuan Bara saat sedang sakit. Minta ini itu harus dituruti.

"Kaya ngidam aja!" lanjut Desika lagi, hal itu membuat Bara mendengkus kesal.

"Mama gak jelas!" ketus Bara memutar bola matanya.

"Gak jelas gini juga, Mama kamu tau," sungut Desika mencebikkan bibirnya.

"Emang," sahut Bara terdengar menyebalkan.

"Mana tuh bocah, belum pulang juga," ucap Bara sambil memakan satenya dengan lahap.

"Bocah siapa?" beo Desika.

"Kiara, Ma. Kiara, menantu kesayangan Mama!" sahut Bara greget.

Desika menepuk lengan Bara, membuat sang empunya meringis pelan. Desika tak habis pikir, sama sang putra sulungnya yang memanggil menantu kesayangan bocah.

"Husstt ... sembarangan kalau ngomong," tegur Desika.

Bara terkekeh dan melanjutkan acara memakan sate ayamnya.

"Bercanda, Ma. Abisnya istri pilihan Mama masih bocah," ujar Bara masih terkekeh kecil.

"Tapi suka, 'kan?" tanya Desika tersenyum menggoda.

Tanpa sadar, Bara mengangguk cepat mengiyakan ucapan dari sang Mama.

"Mama gak mau sate?"

Desika menggeleng. "Mama mau pergi bentar," ia pun beranjak dari tempat duduknya, kemudian mengambil tasnya.

Bara mengangguk sebagai jawaban.

Tak berselang lama, ketukan pintu dari luar kamar terdengar. Bara mengalihkan pandangannya dari sate ayamnya.

"Masuk!" sahut Bara.

Ceklek!

Gadis kecil itu melangkahkan kakinya menuju ke arah Bara yang tengah santainya melahap sate ayam. Kiara menelan salivanya susah payah, saat melihat sang suami mengunyah sate ayam. Aroma sate ayam bikin perut Kiara lapar.

"Kamu kok, makan sate?" tanya Kiara mengernyitkan keningnya.

"Emang," jawabnya singkat, terdengar menyebalkan.

Kiara mendudukkan bokongnya di samping kasur, melirik ke arah Bara dengan tatapan penuh nafsu. Ya, nafsu ingin memakan sate ayam yang berbumbu saus kacang itu.

"Enak?" tanya Kiara berbasa-basi.

Sang empu yang diajak berbicara hanya mengangguk saja, sembari menikmati gigitan demi gigitan sate ayamnya. Merasa ditatap, ia melirik ke arah istri kecilnya dengan menaikkan satu alis tebalnya.

"Heh! Kesambet lo!" ketus Bara menyadarkan lamunan Kiara.

Seketika Kiara menyengir lebar. "Kesambet sate ayam kayanya," sambungnya.

"Emang abis makan sate ayam sebanyak itu?" tanya Kiara.

Bara mengangguk sekali. "Abis. Kalo mau ya beli," ujar Bara tak acuh.

"Ara pengen minta yang itu aja," sahut Kiara menunjuk sate ayam yang di tangan Bara.

Bara tersenyum menyeringai dan menyodorkan satu tusuk sate ayamnya ke mulut Kiara. Ketika Kiara ingin membuka mulutnya, dengan cepat Bara melahap sate ke mulutnya lagi, membuat Kiara mencebikkan bibirnya, sebal.

"Pelit! Ya udah, kalau ada perlu apa-apa. Gak usah pake bantuan Ara lagi!" ketus Kiara mendelik tajam, melenggang pergi dari kamar Bara.

Bara menyahut. "Heh! Kamu pikir di sini gak ada pembantu?"

Kiara mengatur pernapasannya, ia rasa pemasokan oksigen di dalam kamar Bara terasa sedikit. Bara benar-benar menyebalkan sekali! Ingin rasanya ia robek mulut sang suami, tapi ia berpikir lagi untuk tidak melakukan hal itu.

Bara yang melihat kepergian Kiara, hanya menatap datar dan tak peduli. Mengganggu dan merepotkan saja. Pria itu teringat sang kekasih yang sudah lama tidak berkomunikasi dan bertemu secara langsung. Kemudian ia mengambil handphonenya diatas nakas, untuk menghubungi nomor kekasihnya.

"Nomor yang anda tuju sed--"

Bara melemparkan handphone berlogo apel tergigit itu ke dinding kamarnya dengan keras. Sehingga layar pada benda pipih itu retak, ia sangat kesal pada sang kekasih yang tak mengangkat panggilan teleponnya.

"Dasar cewek sialan!" makinya dengan emosi yang menggebu-gebu.

                      _TBC_

Married With CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang