32. Pelukan

1.9K 98 0
                                        

                   ^Happy reading^

"Kak Bara orangnya baik, kok. Hanya saja sikap baiknya tertutupi oleh ego yang tinggi."

Perkataan terakhir yang dilontarkan oleh Felia, terngiang-ngiang di pikiran Kiara. Kiara kadang tak mengerti akan sikap yang berubah-ubah dari Bara. Sikap baik dan perhatian yang ditunjukkan oleh Bara kepada Kiara, membuat Kiara berpikir bahwa, dia adalah istri yang beruntung memiliki suami seperti Bara. Tetapi, sikap baik dan perhatiannya seakan sirna, disaat Bara bersama sang kekasih.

Bara menoleh ke arah Kiara yang sedang termenung dan menundukkan kepalanya. Bara segera memberhentikan mobilnya ke tempat yang sedikit jauh dari pengendara lain. Bara melepaskan seatbelt-nya, Kiara mendongakkan kepalanya menatap Bara dengan tatapan bingung.

"Tuan mau ngapain? Kita belum sampai ke rumah, kok berhenti di sini?" tanya Kiara secara beruntun, terlihat jelas wajah Kiara was-was, saat Bara menepikan mobilnya di tempat yang sedikit pengendara lalui.

Bara tak mengindahkan pertanyaan yang dilontarkan oleh sang istri secara beruntun. Ia semakin mendekati Kiara dan membawa Kiara ke dalam pelukannya, lalu mengusap punggung belakang Kiara dengan pelan.

Bara mengurai pelukan itu, kemudian menangkup kedua pipi Kiara dengan tangan besarnya. Bara melihat mata Kiara yang berkaca-kaca, Bara banyak melihat di mata Kiara terdapat kesedihan, luka, cinta dan rasa rindu yang mendalam di sana.

"Kamu kenapa, Kiara?" tanya Bara menatap manik Kiara lekat. Tetapi, Kiara hanya membalas dengan gelengan kepala.

Kiara memejamkan matanya, merasakan air mata yang keluar dari pelupuk matanya. Kiara dapat merasakan Bara mengusap bulir bening di pipinya dengan lembut.

"Please, jangan nangis lagi," pinta Bara dengan tangannya yang terus mengusap lembut pipi Kiara--sang istri.

Kiara mengangguk lemah dan berusaha untuk tersenyum. "Iya Tuan."

"Maaf Kiara. Kalau selama ini aku selalu buat kamu sedih," ucap Bara dengan tulus.

Kiara menggeleng cepat. "Berhentilah menyalahi diri sendiri, Tuan. Di sini bukan sepenuhnya salah Tuan," sahut Kiara dengan cepat.

'Ini salah Ara, yang terlalu berharap kepada Tuan.' lanjut batin Kiara.

Bara terdiam sejenak mendengar ucapan dari gadis kecilnya, yang begitu kuat dan tetap tersenyum disaat perasaannya yang mulai rapuh. Bara sadar, ia terlalu egois dalam pernikahan ini. Tanpa memikirkan bagaimana perasaan Kiara.

"Please, buat aku juga mencintaimu, Kiara. Kamu mau, 'kan?" tanya Bara dengan pelan. Ia akan berusaha untuk mencintai istri kecilnya.

Kiara tertegun, sesaat kemudian menatap wajah Bara dengan lekat. "Bukankah mencintai seseorang tanpa perlu bantuan orang lain? It's okay kalau begitu, Ara akan berusaha membantu sebisa Ara." tambahnya ada sedikit nada kecewa.

Bara mengangguk, detik itu juga ia kembali memeluk Kiara dan berkata. "Makasih, gadis kecilku."

Kiara memeluk tubuh atletis Bara dan menelusupkan kepalanya di dada bidang Bara. Kiara menghirup aroma khas parfum dari sang suami yang dapat menenangkan pikirannya. Setidaknya, Bara mau berusaha untuk mencintainya juga.

Kiara sedikit mendongakkan kepalanya, menatap wajah Bara. "Kalau misalnya Ara gak berhasil membuat Tuan mencintai Ara ... Ara gak apa-apa, kok. Ara ikhlas. Setidaknya Ara dan Tuan sudah sama-sama berusaha," tutur Kiara tersenyum tipis dan Bara hanya berdehem sebagai jawaban. Jujur saja, perkataan Kiara tadi menohok perasaan Bara.

Tak ada percakapan lagi. Kemudian Bara menjalankan mobilnya lagi, membelah jalanan yang mulai sepi itu. Dan wajar saja jalanan mulai sepi karena sekarang sudah larut malam, bayangkan saja berapa lama mereka berhenti di tempat itu.

Selama diperjalanan Bara tak hentinya menoleh ke arah Kiara yang sedang terlelap dalam tidurnya. Dan Bara dengan leluasa mengambil kesempatan melihat wajah sang istri, posisi tidur Kiara menghadap ke samping.

Perlahan Bara menggendong Kiara ala bridal style, karena ia tak mau membangunkan Kiara dari tidurnya yang nyenyak. Sepertinya Kiara kelelahan dan sekarang juga sudah larut malam. Bara menaiki tangga satu persatu dengan sangat hati-hati, agar Kiara tidak terbangun. Ia perlahan membuka pintu kamar Kiara berjalan menuju kasur queen size, merebahkan tubuh Kiara di kasur itu.

Ia mengusap pelan surai panjang Kiara yang menutup sebagian wajah cantiknya. Lalu tangan Bara beralih membelai lembut kening, pelipis, hidung, pipi dan terakhir bibir mungil Kiara. Bibir yang sudah ia rasakan saat di rumah kedua orangtuanya, tepatnya di kamar Bara. Seketika Bara tersenyum mengingat momen itu ... dan juga akan mengingat momen saat adik pengganggu itu datang disaat tidak tepat.

Mendengkus sebal, tangan Bara kembali membelai lembut pipi Kiara--sang istri. "Semoga kamu bisa buat aku jatuh cinta sama kamu ... gadis kecil," ujar Bara pelan.

"Good night, gadis kecilku." Bara tersenyum dan tak lupa memberikan kecupan manis di kening Kiara. Setelah itu, ia keluar dari kamar Kiara dan menutup kembali pintu kamar.

TBC ....
😇🧡

Married With CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang