Hai, Selamat pagi, siang, sore, Malam
Apa kabar kalian semua?Kalau boleh tahu, apa sih yang membuat kalian nyasar ke cerita ini?
Kalian asalnya darimana?
Suka cerita sad or happy?
Dimohon untuk tidak membawa atau menyangkut pautkan cerita lain ke lapak ini.
Karena cerita ini real hasil pemikiran saya sendiri.
Jangan lupa untuk mengapresiasi cerita ini dengan cara vote, komen, kalau mau share juga boleh.
Berhubung ini karya pertama saya, mohon maaf jika ada kata-kata yang tidak sesuai EYD
*****
^SELAMATMEMBACA^*****
"Morning babe... Jangan lupa jemput gue."
"Lo salah minum obat? Buruan periksa sana, mumpung lo lagi di rumah sakit."
*****
"Ray, bintang di sana tuh ibarat lo di kehidupan gue,""Lo selalu memberikan gue cahaya, di saat gue lagi redup."
*****
"Jika nanti Tuhan tidak berkenan menakdirkan kita untuk bersama, setidaknya lo harus bisa bahagia selamanya."
*****
Gadis dengan rambut yang di kuncir kuda, duduk menyendiri di sebuah taman yang minim pencahayaan. Gadis itu menatap lurus ke depan, membayangkan serpihan kejadian yang selama ini terjadi di dalam hidupnya.
"Tuhan..., Kenapa?"
Cairan bening yang tertahan sejak tadi, akhirnya terjun bebas tanpa permisi dari mata cantiknya.
"Kenapa ,Tuhan? kejutan apa yang telah kamu siapkan untukku? hingga penderitaan ini terasa tiada akhir,"
Langit mendadak menjatuhkan buliran beningnya ke bumi. Ia seakan ikut merasakan semua rasa sakit yang gadis itu rasakan.
"Kenapa harus dia, penyebab luka baru di hati ini?"
Raqueenza terus menangis bersamaan dengan hujan yang turun.
Ia merasakan nyeri yang amat hebat di hatinya. Sahabat yang selalu ada untuknya, kini tega meninggalkannya.Gadis itu memejamkan matanya, menikmati buliran air hujan yang jatuh mengenai wajahnya yang pucat.
"Semoga kita bisa bertemu kembali."
*****
Raqueenza memeluk kedua lututnya ke depan dada. Bibir gadis itu bergetar, dadanya terasa sesak. Kenapa Tuhan seakan mempermainkan kebahagiaannya?
"Aku nggak butuh laki-laki seperti kamu lagi, Wildan!"
Wildan mengusap wajahnya dengan kasar. "Harus berapa kali aku bilang kalo semua jebakan."
Rosmala tersenyum sinis. Bagaimana ia dapat percaya dengan semua kata yang suaminya lontarkan, jika siang tadi ia melihat dengan matanya sendiri.
"Pembelaan! Aku liat sendiri kamu bawa masuk jalang itu ke apartemen kamu!"
"Dia bukan siapa-siapa! Aku tidak mengenalnya!" bentak Wildan.
Raqueenza menutup kedua telinganya. Gadis itu memejamkan matanya. Kapan pertengkaran kedua orang tuanya akan berakhir? Bahkan, sekarang bukan pertengkaran untuk yang pertama kalinya.
"Nggak usah sandiwara, Wildan! Semua sudah jelas!"
Wildan mengeratkan giginya. Pria itu mengambil piring yang tadinya akan mereka gunakan untuk makan malam bersama dan menjatuhkan ke lantai dengan kasar.
"Aku nggak salah, Rosmala!"
Laki-laki dengan tas punggung yang ia letakan di sebelah bahunya memandang datar dua orang yang sedang beradu mulut.
"Berisik! Kalian bisa nggak sih, sehari aja nggak ribut!"
Rosmala dan Wildan bungkam. Mereka menatap ke arah sumber suara.
"Anggara," lirih Rosmala.
Anggara melangkahkan kakinya untuk menghampiri orang tuanya.
"Kalian nggak capek setiap hari kaya gini? Gara muak liat keadaan yang seperti ini!"
Anggara menghela napasnya. Ia teringat suatu hal. Raqueenza, dimana adik perempuannya sekarang? Dengan penuh khawatir, matanya bergerilya ke seluruh ruangan. Napas Anggara memburu saat netranya menangkap seorang gadis sedang duduk ketakutan di sebelah lemari pendingin dengan memeluk kedua lututnya.
"Kalian egois!" ujar remaja itu sebelum meninggalkan orang tuanya untuk menghampiri Raqueenza.
"Ra..." panggil Anggara.
Raqueenza mengangkat wajahnya. Ia menatap wajah seseorang yang baru saja memanggilnya.
"Bang Anggara,"
Anggara memegang kedua bahu adiknya. Dari mata gadis itu tersirat ketakutan yang amat besar.
"Lo nggak apa-apa?"
Raqueenza terisak. Ia memeluk tubuh Anggara. "Raqueenza takut, Bang."
"Nggak usah takut, ada gue."
"Bang ..."
"Iya, Ra, kenapa?"
"Sakit, Bang." Raqueenza memegang dadanya yang terasa sesak. Sakit yang begitu hebat di bagian perutnya menimbulkan rasa sesak di dadanya.
Anggara memegang kedua bahu Raqueenza dengan panik. "Lo kenapa, Ra?"
"Sa-kit, B-ang."
Setelah mengucapkan kalimat itu. Gadis itu tidak sadarkan diri. Bukan cuma Anggara yang terkejut, Wildan dan Rosmala pun sama terkejutnya.
"Ra, bangun sayang," Rosmala menepuk pelan pipi putrinya berharap gadis itu akan sadar.
Anggara menatap Rosmala malas. Ia menyentak kasar tangan Rosmala. "Minggir!"
Tanpa menunggu lama, Anggara menggendong tubuh lemah Raqueenza meninggalkan sepasang orang tua yang menatapnya sendu.
"Semua gara-gara kalian!"
*****
Gimana untuk Prolognya?
Kalian penasaran nggak untuk baca Bab selanjutnya?
See you next part
KAMU SEDANG MEMBACA
RAQUEENZA
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM BACA !!! ⚠️MENGANDUNG KATA KASAR DAN UMPATAN. JADI BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN⚠️ ****** "Setitik cahaya, menuju kenangan." ****** Bagaimana jika keluarga yang kalian miliki sekarang jauh dari impian? Bagaimana jika kalian mempu...