RAQUEENZA || 33.PELAMPIASAN RASA

149 54 5
                                    

Hello!

Gimana kabar kalian hari ini?

Absen dulu yuk di sini👉🏻

Aku selalu mengingatkan sama kalian biar nggak lupa buat vote, dan komen di cerita ini!

Jangan jadi silent Readers pren!

*****

^SELAMAT MEMBACA^

*****

Anzel mengendarai motor besarnya menuju rumah Sahlan. Emosi serta pikiran yang berkecamuk membuat ia memutuskan untuk berkunjung ke rumah laki-laki itu.

Anzel mengeluarkan benda pipih dari saku celana abu-abunya. “Gue di depan! Cepat buka pintunya!” dengan secepat kilat Anzel mengakhiri sambungan teleponnya.

Terlihat seorang laki-laki dengan pakaian santai sudah berdiri di pilar rumah sambil menatapnya datar.

Anzel turun dari atas motor, ia berjalan mendekati Sahlan. “Bolos lo?” tanya Anzel.

Sahlan menatap Anzel di depannya dengan satu alis terangkat, “Kenapa?”

Anzel mendecak, “Gue gabut,” ucap Anzel.

Sahlan mengangguk, ia menyuruh Anzel untuk masuk mengikuti langkahnya.

Kini kedua remaja itu telah sampai di kamar Sahlan. Laki-laki yang menggunakan celana pendek  duduk disofa yang ada di kamarnya.

“Teriak!” perintah Sahlan pada Anzel.
Beberapa tahun berteman dengan Anzel membuatnya paham mengenai sifat laki-laki itu.

“Arrgghh!” Anzel meremas rambutnya sangat kuat, tubuh Anzel luruh ke bawah ia mengeluarkan semua rasa yang selama ini ia sembunyikan sangat rapat.

“Gue benci anak pembunuh itu, Lan!” lirih Anzel. Kini air mata laki-laki itu mulai lolos dari mata hitam legam miliknya.

“Gue mau papah balik lagi ke keluarga gue seperti dulu.” Tatapan rapuh dari Anzel membuat Sahlan beranjak untuk menghampiri laki-laki itu.

Sahlan menepuk pelan punggung Anzel. “Ini semua udah garis Tuhan.”

Anzel menatap sinis Sahlan, “Garis Tuhan?” dengan emosi yang sedang memuncak, Anzel menarik kaos Sahlan secara kasar.

"Andai bokap gue nggak dibunuh, garis Tuhan itu nggak akan ada di keluarga gue."

Sahlan tersenyum simpul, lalu ia dengan kasar melepaskan tangan Anzel yang menarik kaosnya. Sahlan menatap kedua bola mata Anzel tajam.

“Lo mulai suka kan sama Raqueenza?” tandas Sahlan.

"Nggak!" sangkal laki-laki itu.

Sahlan mendecih pelan. "Munafik! lo bisa bohongin orang lain tapi nggak dengan gue."

Anzel memutar bola matanya. "Untuk apa gue suka sama anak pembunuh? Sampah!"

"Lo ada bukti?"

Pertanyaan Sahlan membuat Anzel terdiam sejenak. "Gue akan cari bukti itu," lirih Anzel.

"Belum ada bukti yang jelas tapi udah nyiksa anak orang."

Anzel melirik Sahlan sekilas. "Dia pantas mendapatkan semua itu."

"Dia nggak pantas dapatin itu semua!" bantah Sahlan. "Walaupun orang tuanya salah, belum tentu Raqueenza tau tentang semua itu."

"Gue yakin lo nyakitin dia nggak cuma hal balas dendam tetapi lo juga ada rasa cemburu karena dia deket sama Rayhan?" imbuh laki-laki itu.

RAQUEENZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang