RAQUEENZA || 32.ANCAMAN

149 60 8
                                    

Aku selalu mengingatkan sama kalian biar nggak lupa buat vote, dan komen di cerita ini!

Jangan jadi silent Readers pren!


*****

^SELAMAT MEMBACA^

*****

Rayhan berkali-kali menghembuskan napas berat. Cuci darah kali ini terasa begitu berbeda. Ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Laki-laki itu terus mencerna ucapan dokter Yosi tadi sebelum melakukan cuci darah.

"Kamu rutin minum obatnya kan?" tanya dokter ahli nefrologi itu.

"Kadang lupa," jawaban simple dari pemuda SMK itu membuat dokter Yosi menghela napas panjang.

"Saya harap untuk ke depannya kamu harus rutin meminum obat yang saya anjurkan."

"Bagaimana kondisi saya?" tanya Rayhan tanpa basa-basi.

"Mengkhawatirkan." terlihat raut wajah dokter tersebut berubah tak seperti tadi.

"Kapan saya mati?"

Dokter Yosi terdiam. Ia mencerna baik-baik pertanyaan Rayhan yang gamblang.

"Masalah hidup dan mati di tangan Tuhan, Ray. Yang penting kamu terus berusaha untuk sembuh dengan mengikuti semua rangkaian pengobatan yang saya arahkan," papar dokter Yosi.

Rayhan menatap dokter itu malas. Raut wajahnya berubah sendu. "Untuk apa semua itu saya lakukan jika pada akhirnya kondisi saya semakin buruk?"

Wanita itu tersentak. Ia turut prihatin dengan kondisi Rayhan yang sekarang. Namun sebisa mungkin ia harus menghibur pemuda dihadapannya untuk terus melakukan pengobatan.

"Sudah siap untuk cuci darah?" tanya dokter Yosi mengalihkan pembicaraan.

"Hm."

Dokter Yosi tersenyum simpul, ia berdiri berniat untuk menuju ruang cuci darah.

"Tetap semangat untuk sembuh Ray. Demi orang-orang yang kamu sayang," ujarnya.

Rayhan memejamkan matanya. Dadanya mendadak sesak mengingat kondisi laki-laki itu yang jauh dari kata baik-baik saja. Tanpa laki-laki itu sadari setetes cairan bening turun dari matanya.

"Tuhan, kasih saya waktu lebih lama lagi sampai saya bisa menepati janji untuk memberikan Raqueenza kebahagiaan."

Rayhan menghentikan monolognya. "Jika saya menepati janji itu, saya siap untuk pergi selamanya."

*****

Dewan berjalan menelusuri lorong rumah sakit dengan tenang. Sudut bibirnya terangkat saat penglihatan laki-laki itu melihat Rayhan duduk di salah satu kursi tunggu.

"Udah selesai?" tanya laki-laki itu lalu duduk di sebelah Rayhan.

"Hm."

"Gimana hasilnya?"

"Segera mati," tutur laki-laki itu.

Dewan menghela napasnya. Ia menatap iba ke arah Rayhan yang terlihat lesu. "Lo pasti sembuh," kekeh Dewan.

Rayhan mendecih. "Nggak usah bikin gue berharap lebih! Gagal ginjal kronis sedikit kemungkinan untuk sembuh," tukas Rayhan membuat Dewan terdiam.

"Tapi Ray, lo harus sembuh. Raqueenza masih butuh lo bahkan sangat butuh,"

RAQUEENZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang