Bab 3

102 21 14
                                    

Pada sore harinya, kedatangan Lily memberikan pencerahan bagi kami atas masalah yang terjadi di Dracaelum.

Kehadirannya membuat Beast sedikit lebih santai dari sebelumnya walau ekornya masih bergerak gelisah saat topik ini kembali dibahas, sementara salah satu kukunya mengetuk-ngetuk tanah dengan tak sabaran. Beast bisa saja pergi dan mengabaikan kabar yang hendak didengar, tapi pada saat bersamaan dia ingin tahu apa yang terjadi.

"Seharusnya aku tidak mengatakan ini, tapi kalian saja yang akan kuberi tahu," Lily memelankan suaranya, "ada penyusup di Dracaelum."

Kegelisahan Beast menjadi-jadi. Kulihat matanya melirik ke arahku, menanti tanggapan. Kucoba untuk mempertahankan ketenangan, walau aku yakin Beast sudah bisa merasakan kekalutan yang mendera di balik wajah datarku.

"Penyusup seperti apa?" tanyaku. "Bukannya portal penghubung selalu dijaga oleh para naga?"

"Aku tidak tahu, tapi yang jelas penyusup itu tidak masuk lewat portal," jelas Lily. "Kurasa dia muncul langsung di Dracaelum."

Ada beberapa cara yang memungkinkan penyihir Andarmensia untuk pergi ke Dracaelum sekalipun mereka tidak pernah melihat tempat itu secara langsung, walau tindakan tersebut terasa agak merepotkan. Atau, bisa saja ini dilakukan oleh penyihir dari pihak dewan yang pernah masuk ke sana? Namun, untuk tujuan apa?

"Kuharap tidak ada orang di Andarmensia yang cukup bodoh untuk melakukan ini," desahku.

Lily menggeleng. "Beberapa naga sempat menganggap penyusup itu dari Andarmensia, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa itu tidak mungkin. Naga Agung pun pasti langsung mengabari kalian jika dia menduga demikian."

"Lalu apa masalahnya dengan penyusup ini? Kenapa Naga Agung sangat gelisah?" Beast ikut bersuara. "Bukannya dia kelewat kuat? Aku yakin menangkap penyusup adalah perkara sepele baginya."

"Itu pertanyaan yang bagus, karena aku berpikiran sama," celetuk Lily, tak bisa memberi jawaban atas pertanyaan barusan.

Aku memikirkan kembali gestur cemas Naga Agung kemarin. "Penyusup macam apa yang membuat naga sepertinya tidak tenang?"

Lagi-lagi, tidak ada yang menjawab. Kami bertiga hanya saling melempar pandangan.

Kehadiran Kaia menghentikan kelanjutan percakapan barusan. "Lily! Kau datang juga akhirnya. Sedang bicara apa kalian? Aku boleh ikut?"

"Hanya mengobrol biasa," Lily menjawab cepat.

Karena kegelisahanku akan sulit disembunyikan, aku memilih untuk beranjak dari tempatku duduk. "Kurasa kalian bertiga bisa mengobrol. Aku harus membantu Nesrin menyiapkan makan malam."

Syukurlah Kaia tidak bertanya-tanya lebih lanjut dan memilih bertukar kabar dengan Lily. Kulambaikan tangan ke arah nagaku, tetapi tatapannya masih terpaku kosong ke arah cakrawala.

━━━━━━━━━▼━━━━━━━━━

"Terima kasih sudah menerimaku di sini," Immy berucap pada makan malam. "Aku tahu ini sangat tidak sopan."

"Jangan bicara begitu," tegur Nesrin sambil menyendokkan daging ikan panggang tambahan ke piring Immy. "Teman Cassie akan selalu diterima di keluarga ini. Apalagi, kau punya resep-resep yang bagus juga. Salad kentang tadi enak sekali."

"Santiago yang mengajari," jelas Immy dengan bangga. "Aku yakin dia punya koleksi buku resep di suatu tempat dalam rumahnya."

Mr. Salvatore berdeham pelan dan meneguk airnya. "Kau hampir tidak pernah berkunjung," komentar pria itu. "Apa hari ini ada acara spesial?"

"Immy cuma sangat rindu padaku, Mr. Salvatore," jelasku, membebaskan Immy dari tanggung jawabnya untuk menjelaskan permasalahan sesungguhnya.

"Bukannya kalian baru berjumpa dua minggu lalu?"

Iltas 3: A Dance of Fire and SorceryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang