Extra Part - Sister [pt.2]

65 14 15
                                    

Tidak ada percakapan yang terjadi selama perjalanan pulang. Immy bahkan tidak menghitung lamanya waktu yang telah mereka lewati untuk pulang ke Belt Centras dengan menunggangi naga. Tahu-tahu saja mereka telah tiba di tujuan.

Cassie hanya bicara saat menyuruh Immy berhati-hati tatkala menuruni Beast, serta ketika mengucapkan perpisahan kepada naganya sambil memberinya pelukan. Setelahnya, gadis itu meraih Immy dan menuntunnya ke rumah Santiago. Lagi-lagi keduanya jatuh dalam keheningan, masih terlalu enggan untuk membahas masalah tadi.

Sesampai di rumah, Immy naik lebih dulu ke kamarnya, membiarkan Cassie mengambil alih menjelaskan. Santiago pun sedang sibuk merapikan dapur ketika mereka tiba sehingga tidak sempat menanyai Immy macam-macam.

Percakapan keduanya hanya berlangsung sebentar. Tidak lama setelah Immy tiba di kamar, Cassie sudah menyusul. Gadis itu membuka lemari dan mengambil piyama Immy, kemudian mengganti pakaiannya; sebuah pertanda jelas bahwa Cassie memutuskan untuk menginap. Dia turut meletakkan piyama lainnya ke ranjang, secara tidak langsung menyuruh Immy mengganti pakaiannya juga

Selagi Immy mengumpulkan sisa tenaga untuk mengenakan baju tidur, Cassie keluar selama beberapa menit. Dia kembali dengan nampan berisi teko, dua gelas kaca, dan sepiring biskuit isi cokelat buatan Santiago. Diletakkannya nampan itu di lantai seraya duduk di sana. Tanpa perlu disuruh, Immy ikut duduk di sebelahnya. Diminumnya secangkir teh hangat tanpa gula itu, kemudian mengunyah sekeping biskuit pelan-pelan.

"Maaf."

Immy menoleh ke samping. Cassie mengucapkan satu kata itu saja, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut.

Immy menggelengkan kepala. "Aku... aku merasa bodoh, Cass." Dia menghela napas dan menyeruput tehnya lagi. "Aku tidak tahu harus berbuat apa."

"Mungkin, kau bisa mulai dengan menceritakan masalahmu dengan Isadora," usul Cassie. "Itu pun kalau kau mau bercerita."

Cerita itu bukan sesuatu yang Immy suka umbar-umbar kepada orang terdekatnya. Akan tetapi dia telah mencapai titik di mana bungkam semata justru lebih tidak membantu. Oleh karena itu Immy bercerita mengenai awal dari perselisihan ini. Dari semula kakak-adik yang menyayangi satu sama lain menjadi sepasang orang asing yang sekaligus merupakan musuh bebuyutan.

Cassie memeluk kedua lututnya dan membenamkan wajah di baliknya, seolah dengan berbuat demikian dia bisa menyembunyikan ekspresi wajahnya. Padahal Immy bisa melihat jelas perubahan raut gadis itu melalui sorot mata dan lekuk alisnya.

"Jadi, begitulah," Immy mengakhiri cerita. "Sampai sekarang aku tidak yakin ingin membiarkan Isadora hidup tenang, terlebih setelah semua yang dia lakukan."

"Meski kau sadar waktu itu dia juga masih muda dan tidak bisa berbuat banyak?"

Immy mendelik jengkel. "Apa kau membelanya?"

"Immy, kau sangat terbebani oleh masalah ini," cetus Cassie. "Aku ingat dulu kau pernah membahas soal adikmu dengan biasa saja. Walau itu hanya sekali. Kenapa sekarang kebencianmu meningkat tajam?"

"Dulu aku mampu membahas sekilas soalnya karena kupikir kami tidak akan bertemu lagi," ujar Immy, masih merasa kesal. "Karena... aku tidak mampu melihat wajahnya. Aku akan selalu teringat pada malam itu."

Malam ketika segala sesuatu berubah; ketika Immy pertama kali merasakan pengkhianatan.

"Dan kau justru memilih mempertahankan semua amarah itu dengan harapan Isadora akan merasakan hal serupa?"

"Itu berhasil, bukan?" Immy mengambil sekeping biskuit dan menggigitnya dengan gerakan kasar. "Sekarang dia tidak henti-hentinya mencari cara menemuiku."

Iltas 3: A Dance of Fire and SorceryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang