Bab 55

83 15 8
                                    

Seluruh dunia berputar-putar dan kepalaku serasa ditarik dari berbagai arah berlawanan.

"Cassie?" Seseorang menyentuh dahiku sekilas. "Kau dengar aku?"

Aku berkedip beberapa kali hingga akhirnya berhasil menangkap gambaran wajah Ben di hadapanku.

Beast? Kugumamkan nama nagaku.

"Beast ada di luar. Dia baik-baik saja," Ben menjawab, membuat kelegaan membanjiri diriku. Aku menghela napas panjang dan memejamkan mata lagi. Akan tetapi tanganku bergerak, mencari-cari tangan Ben. Dengan cepat dia menggenggamku.

"Apa kita...." Aku menelan ludah susah payah. Tenggorokanku sudah terlalu kering untuk berbicara.

"Kita menang," Ben berbisik ke arahku. "Kau mengalahkan Rufus."

Aku menggeleng. "Kita mengalahkannya," ralatku.

Terdengar kekehan lembut dari Ben selagi dia mengusap kepalaku. "Ya, kita semua," ujarnya, menyetujui. "Para penunggang naga dan penyihir."

━━━━━━━━━▼━━━━━━━━━

Aku tidak ingat berapa lama mataku terpejam. Tidak sulit untuk jatuh tertidur lagi.

Aku baru terbangun saat seseorang menyadarkanku untuk meminum obat. Pada saat itu juga baru kusadari Ben masih di sebelahku.

"Kau tidak bersama Kaia?" aku bertanya ketika Ben membantuku duduk. Disandarkannya punggungku pada dadanya.

"Kaia baik-baik saja. Malahan dia membantu menjaga Beast," ujar Ben. "Kami sudah merasa lebih baik setelah makan dan beristirahat."

Ben menerima sebuah mangkuk kayu dari seseorang. Aku mengangkat pandangan, melihat sosok Santiago sekilas. Namun pria tua itu sudah terlanjur pergi duluan, barangkali hendak mengurus penunggang naga dan penyihir lain. Pasalnya di sekelilingku, ada banyak orang yang berada dalam kondisi serupa denganku. Kami dibaringkan di lobi gedung dewan. Aku bahkan baru sadar kalau kami semua diberi selimut.

"Ayo, minum." Ben membantu memegangi mangkuk berisi obat. Kutegak cairan dengan rasa herbal kuat itu sambil memejamkan mata. Rasanya seperti mengunyah rumput dan daun, diselingi aroma rempah yang pekat sehingga meninggalkan rasa aneh di lidah.

"Immy dan Avru bagaimana?" Suaraku terasa lebih lancar setelah minum obat aneh itu.

"Kulihat Immy masih agak lelah. Dia belum pulih benar, tapi sudah memaksakan diri untuk membantu Santiago menyiapkan obat dan mengobati orang atau naga yang terluka. Avru bersama Kaia dan Beast."

Aku mengangguk kecil. "Dan Santiago? Apa yang dia lakukan selama kita melawan Rufus?"

"Dia membantu mengatasi serangan di wilayah tengah. Keberhasilan Rufus membobol masuk membuat naga-naga bisa berteleportasi ke dalam Andarmensia," jawab Ben. "Untunglah serangan mereka tidak seintens itu."

Kudorong tubuhku agar duduk lebih tegap, sekalian mengamati keadaan di sekitarku. Aku bisa mendengar erangan dan percakapan bernada rendah dari segala arah. Sesekali ada seruan dari tim medis yang terburu-buru bertindak.

"Sejauh ini beberapa orang luka berat, terlebih naga-naga mereka," balas Ben. "Tapi sihir membantu proses pemulihan."

"Jadi, tidak ada korban?"

Ben menggeleng. "Berkat para penyihir, perlindungan yang didapatkan semua orang lebih maksimal dan naga Dracaelum lebih mudah dilumpuhkan," ujarnya. "Kita juga tidak bisa menutup fakta bahwa satu-satunya yang ingin bertarung hanyalah Rufus. Para naga dipaksa melawan demi melindungi nyawa masing-masing."

Iltas 3: A Dance of Fire and SorceryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang