Bab 11

107 17 20
                                    

Biasanya aku paling benci ketika Naga Agung terlalu fokus pada penjelasan kami sehingga bisa menangkap detail sekecil apa pun hanya dengan mendengar. Kini aku justru lega saat mendapati konsentrasi Naga Agung sudah kembali seperti sedia kala.  Sungguh, naga yang satu ini bisa membuat semua orang cemas hanya gara-gara banyak melamun.

"Aku berterima kasih karena kalian bersedia datang hari ini," Naga Agung memulai. "Kalian pasti bertanya-tanya masalah macam apa yang membuat semua kunjungan ke Dracaelum terpaksa dibatalkan."

Aku, Beast, Kaia, dan Ben bertukar pandang, bukan karena kebingungan. Kami sudah tahu apa masalah yang dimaksud, tetapi berpura-pura tidak tahu.

"Aku yakin ada penyusup di Dracaelum," Naga Agung mengakui. "Meski keberadaannya hanya terasa sebentar, kami melakukan penyisiran secara saksama ke setiap jengkal Dracaelum. Hingga hari ini, bisa dipastikan segala sesuatu sudah kembali seperti semula."

"Penyusup?" aku pura-pura bertanya, tak lupa menambah sedikit kepanikan dalam suaraku. "Bagaimana bisa, Girsta Don? Bukankah jalan masuk selalu dijaga? Atau penyusup itu memakai cara lain?"

"Soal itu juga belum kami ketahui. Portal masuk memang dijaga ketat dan bisa dipastikan tidak ada yang masuk melalui jalur tersebut. Kami khawatir penyusup itu melakukan teleportasi kemari."

Aku memilin bajuku diam-diam, menolak bertemu pandang dengan Naga Agung. Kalau sampai naga ini menuduh kami macam-macam—-

"Aku ingin masalah ini disampaikan kepada pemimpin kalian supaya mereka tidak salah paham terkait pembatalan kunjungan sebelumnya," Naga Agung menyambung, memutus kata-kata dalam benakku. "Mengenai kunjungan, kita bisa memulainya lagi minggu depan."

Begitu saja? Tidak ada tuduhan? Bukannya aku menginginkan hal-hal buruk, tapi tingkah laku Naga Agung tidak seperti biasanya.

"Akan kami sampaikan, Girsta Don," Ben menggantikanku menjawab gara-gara aku sibuk dengan pikiran sendiri.

"Girsta Don, mengenai penyusup ini, apakah ada yang bisa kami lakukan untuk membantu?" tanyaku. Segera saja aku menyesali tawaran tersebut setelah mengingat janjiku pada Beast, tetapi akan lebih aneh jika kami langsung pergi tanpa menunjukkan kekhawatiran secuil pun.

Syukurlah Naga Agung menggeleng, tidak termakan basa-basi barusan. "Untuk sekarang, kami bisa mengatasi ini," ucapnya. "Tapi aku berterima kasih atas tawaranmu, serta atas kerja keras kalian semua dalam menjaga hubungan antara Dracaelum dan Andarmensia."

Kecanggungan sedikit merebak saat Naga Agung mengucapkan semua itu. Dia seperti ayah yang jarang bicara dengan anaknya, lalu mendadak mengatakan sesuatu yang baik.

"Perdamaian yang kalian tawarkan sangat berarti bagi kami semua," lanjut Naga Agung. "Aku yakin ini pun berarti bagi kalian."

"Semua ini amat berarti, Girsta Don," aku membenarkan. "Kuharap keberadaan manusia bukanlah sesuatu yang buruk lagi."

"Kendati aku masih skeptis, tapi bisa kulihat bahwa manusia di Andarmensia patut mendapatkan kesempatan," balasnya, terlihat cukup menyetujui ucapanku. "Sekarang, kalian boleh pergi."

Caranya bicara kian menimbulkan banyak pertanyaan dalam benakku. Apa Naga Agung tahu siapa yang sedang dia hadapi saat ini? Kenapa pula dia terkesan menyembunyikan sesuatu?

Kubiarkan pertanyaan itu terpendam dalam kepalaku, lalu memberi hormat kepada Naga Agung sebelum pergi dari guanya.

Di luar, Beast segera menyadari kehadiran Lily yang telah menanti kami. Nagaku buru-buru mendarat di dekat pasangannya, tanpa tedeng aling-aling langsung menanyai keadaannya.

"Aku baik-baik saja," Lily berucap. "Maaf karena aku lama kembali, tapi Naga Agung meminta para naga untuk tetap di Dracaelum sampai situasi membaik."

"Apa kau akan kembali bersama kami?" tanyaku.

Iltas 3: A Dance of Fire and SorceryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang