Bab 51

59 15 4
                                    

Pembuatan perjanjian diselesaikan ketika waktu mendekati tengah malam. Padahal poin penting yang ada dalam perjanjian tersebut hanyalah pernyataan bahwa para penunggang dan penyihir tidak akan menumpahkan darah satu sama lain atau melakukan pengkhianatan dalam wujud apa pun. Tetapi proses pemilihan kata dan kalimat dilakukan dengan amat terperinci untuk menghindari hal-hal yang bersifat ambigu.

Proses perjanjian dipimpin oleh ketua dewan penunggang naga dan penyihir, yang diikuti seluruh anggota dewan, diriku, dan perwakilan dari masing-masing keluarga yang hadir. Pada dasarnya yang kami lakukan adalah meneteskan darah ke kertas yang sudah dimantrai, sehingga darah tersebut meresap ke dalam kertas dan menjadi semacam meterai.

Tidak ada hal aneh yang terjadi setelahnya, kecuali rasa perih di tangan yang membuatku merengek dalam hati. Luka yang ditorehkan di telapak tangan kami cukup panjang padahal darah yang dibutuhkan tidak seberapa. Itu karena bekas luka akan menjadi bukti dari perjanjian ini.

Semua orang turun ke tengah ruangan untuk menjalani prosesi tersebut. Sambil menunggu giliran, beberapa hadirin membentuk kelompok tersendiri. Penunggang dengan penunggang, penyihir dengan penyihir. Tidak mudah menyatukan mereka dalam sekali waktu, tapi, setidaknya perjanjian hari ini akan mendorong kami untuk melangkah maju.

"Padahal aku sudah bersemangat dengan rencana pernikahan kita."

Suara keluhan itu membuatku mengalihkan pandangan dari prosesi penetesan darahnya ke kertas. Immy berjalan mendekatiku dan Beast dengan kedua tangan bersedekap. Dia mengenakan gaun hitam legam yang membentuk lekuk tubuhnya, sementara bagian lengan gaun dibuat lebar. Busananya membuatku teringat pada Morticia Addams.

Aku merangkulnya dari samping. "Tidak apa-apa, kita masih bisa bersahabat."

Seulas cengiran terlukis di bibirnya. "Itu boleh juga." Dia balas merangkulku. "Harus kuakui, aku bangga dengan caramu membalas kekonyolan mereka."

Aku mendenguskan tawa. "Sekarang aku memahami kekesalanmu terhadap masalah pernikahan ini."

"Sudah kubilang ini perkara yang menyebalkan." Immy menoleh ke arah Beast. "Namun, kau tidak perlu memusingkannya bila punya naga yang galak. Seperti dia ini."

Beast memutar bola mata. "Awas saja kalau kalian mengejekku setelah ini."

"Tidak bakal," janjiku sambil menepuk-nepuk bahu Beast. "Kalau aku mengejekmu terus, nanti kau tidak mau bersikap manis lagi."

Ketika merasakan rangkulan Immy mendadak bertambah erat, aku menoleh ke arahnya. Tatapan Immy terpaku ke satu titik di hadapan kami. Dari kejauhan, kulihat Isadora berjalan mendekat, diikuti seorang pria di sampingnya. Tangan perempuan itu terus memegang perutnya.

"Apa dia sedang hamil?" aku bertanya pelan.

Immy mengangguk kaku. "Benar."

"Tidak kusangka aku akan bertemu denganmu, Miss Adams," Isadora menyapa dengan nada ringan. "Kau juga, Mr. Beast."

"Tidak perlu memanggilku seperti itu," sergah Beast. "Aku harus berterima kasih padamu, Isadora Thorne. Kau menyelamatkan penunggangku."

Isadora mengulas senyum. "Ide pernikahan itu memang terlalu mendadak. Tampaknya para penyihir tidak terlalu siap dengan sesuatu yang serius sehingga mereka tidak mau menawarkan cara yang lebih efektif."

"Isa," pria di sebelahnya menegur pelan.

"Kenapa, Orryn? Aku hanya mengatakan kebenarannya," Isadora membalas pelan. "Oh, semuanya, perkenalkan suamiku, Orryn Thorne."

Pria itu mengangguk ke arahku dan Beast. "Tidak kusangka kau masih hidup, Miss Adams. Berita kematianmu menggemparkan banyak orang."

"Kuharap tidak ada yang terlalu sedih atau senang. Nyatanya aku masih hidup," aku menjawab santai.

Iltas 3: A Dance of Fire and SorceryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang