BEN
"Aku kecewa padamu, Mr. Salvatore."
Kegeraman Madam Jackson tidak bisa lagi disembunyikan kendati wanita itu mampu mengendalikan ekspresi wajah dengan baik, kecuali saat Ben baru pertama masuk tadi. Madam Jackson sempat memberinya tatapan haus darah, seakan telah lama menantinya muncul.
Seharusnya kemarin Ben sudah datang, tetapi jujur saja dia tidak siap. Setelah seharian mengumpul niat, barulah dirinya berani melangkah masuk ke dalam gedung pemerintahan.
Kini semua mimpi buruk Ben terwujud, dan yang mampu dilakukannya hanyalah mengaitkan kedua tangan ke belakang demi menyembunyikan kegelisahannya. "Saya memahami kemarahan Anda—-"
"Kau tidak paham," Madam Jackson menyela muak. "Tindakanmu didasarkan oleh emosi personalmu sampai-sampai kau tidak memikirkan konsekuensinya terhadap Andarmensia. Kita bahkan belum membahas tindakan kekanakanmu terhadap rekan-rekanmu. Bagaimana bisa kau membuat mereka memuntahkan katak?!"
Semakin dipikirkan, tindakan itu memang terdengar kekanakan. Namun kalau Ben mengingat-ingat lagi percakapan mereka soal Cassie, segala penyesalan dan belas kasih buyar seketika.
"Saya minta maaf, ma'am," ucap Ben demi kepentingan formalitas semata. "Tetapi ucapan mereka jelas-jelas melecehkan Miss Adams. Saya tidak akan berpikir dua kali untuk memberi mereka pelajaran."
Terdapat sedikit perubahan dalam cara Madam Jackson menatapnya. Tentu sebagai seorang perempuan, dirinya bisa memahami hal tersebut. "Apa yang mereka katakan?"
Gigi Ben mengatup rapat. Bagaimana mungkin dia bisa mengulang kata-kata itu?
"Tidak akan pantas bila saya sampaikan kepada Anda, ma'am."
Madam Jackson menghela napas pelan. "Aku paham kalau kau mau membela kekasihmu dalam hal ini, tetapi lakukan secara bijak, Mr. Salvatore. Selain itu, seluruh perbuatanmu layak mendapat surat peringatan level tiga dan pemberhentian secara tidak hormat," tegas Madam Jackson. "Kau melanggar aturan, menyerang rekanmu, merusak perjanjian dengan Rufus Stone, dan sekarang lihatlah akibatnya."
Madam Jackson menyandarkan diri ke kursi. Sebelah tangannya memijat kepala. "Salah satu penunggang terbaik kita sudah tiada."
Kalimat terakhir itu melenyapkan amarah Ben seketika. Sejak semula dia hanya ingin menyelamatkan Cassie dan Beast. Barangkali, tindakannya sebenarnya salah?
Tapi, kalaupun dia telah berbuat benar, semua itu tidak ada maknanya. Sekarang Cassie tidak berada di sini. Celakanya, mereka semua nyaris tewas.
"Aku ingin mempertimbangkan keberadaanmu di sini, Mr. Salvatore, mengingat kau telah menyumbang jasa kepada Andarmensia," ujar Madam Jackson. "Untuk sekarang kau bisa—-"
"Saya akan mengundurkan diri," Ben menyela tiba-tiba. Kata-kata barusan keluar begitu saja dari mulutnya. "Bila Anda merasa saya tidak pantas lagi berada di sini, maka lebih baik saya mengundurkan diri, ma'am. Namun, Anda tidak perlu khawatir. Saya tidak akan lari dari masalah ini."
Ben menanti ujaran penuh amarah dari sang pemimpin. Biar bagaimanapun, dia berani bicara seperti itu terhadap pimpinan Andarmensia.
"Tidak perlu mengambil keputusan secara gegabah," wanita itu menasihati. "Kau berjuang untuk mendapatkan posisi di sini."
"Semua itu demi Miss Adams," Ben menjawab, suaranya nyaris tak hilang. "Saya berjuang demi dirinya. Sekarang, saya tidak punya alasan lagi."
Wanita itu bersedekap. "Kau ini tidak profesional sekali, Mr. Salvatore."
"Saya tahu, ma'am."
Keheningan merebak sejenak. Tidak ada yang angkat bicara. Madam Jackson pun kelihatan berpikir ulang terkait keputusan yang barusan dia dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iltas 3: A Dance of Fire and Sorcery
FantasíaApi dan sihir. Penunggang naga dan penyihir. Persahabatan dan pengkhianatan. | • | Hampir dua tahun berlalu, Cassidy dan Beast masih menjalankan tugas mereka sebagai duta Andarmensia bagi Dracaelum. Namun, keanehan terjadi. Naga Agung ingin menghent...