Madam Jackson berbaik hati membebaskanku dan Ben dari tugas harian supaya kami bisa segera membereskan masalah yang tengah berlangsung. Wajahnya sudah duluan menunjukkan kekhawatiran ketika mendengarku akan pergi menemui para naga. Memikirkan persoalan Rufus membuatku hampir melupakan betapa mengerikannya naga-naga Dracaelum, terlebih ketika ada orang yang berani mengganggu ketenangan mereka.
Belum lagi, aku harus mengantisipasi reaksi para naga saat melihatku dan Beast. Padahal mereka sudah memperingatkan agar masalah ini tidak diumbar, tetapi kemarin Madam Jackson dan Mr. Lormant sampai repot-repot pergi ke Dracaelum untuk memperingati mereka soal kekuatan yang dipegang Rufus.
Kalau para naga tahu terima kasih, seharusnya mereka bersyukur alih-alih mengamuk.
Mr. Lormant menemani kami pergi demi mencegah terjadinya reaksi yang tidak diinginkan. Madam Jackson juga ingin ikut serta, tetapi harus ada ketua dewan yang tetap bersiaga di Andarmensia.
Mr. Lormant membawaku, Ben, serta kedua naga kami langsung ke Famhaire. Tempat itu masih dipenuhi naga seperti biasanya, oleh karena itu ratusan pasang mata segera menyadari keberadaan kami dengan cepat.
"Uh... siapa nama naga itu?" aku berbisik di tengah suasana yang mulai hening. "Naga yang menggantikan Naga Agung?"
Tidak ada yang tampak ingat. Semua kelihatan terlalu gugup karena perhatian yang kami dapatkan. Beberapa naga terbang ke arah gua Naga Agung, barangkali untuk memberi tahu perihal kunjungan dadakan ini.
"Gerald?" Ben menebak. "Sesuatu yang dimulai dari G?"
"Gerick," Kaia teringat. "Naga sisik merah itu, 'kan? Yang sedang terbang ke arah kita dengan wajah sangat, amat marah?"
Mendengar itu, aku memutar kepala ke arah terowongan yang menghubungkan gua luar dengan gua Naga Agung. Gerick datang lebih cepat dari dugaanku, kelihatan amat sigap dalam menghadapi kehadiran tamu yang tak diinginkan. Bahkan dia tidak bisa lagi mendarat dengan santai, menyebabkan tanah yang kami pijaki bergetar seketika.
"Apakah perintahku tidak jelas?" tanyanya, geram. "Ini sudah kali kedua kalian melanggar!"
"Kami sudah berhasil menemukan Rufus Stone," ujarku, buru-buru. "Aku ingin Rufus dan pihak Dracaelum bicara soal masalah yang terjadi."
"Bicara?" Gerick mengulang. "Apa aku tidak salah dengar?"
"Aku bisa mengorek telingamu dengan cakarku kalau kau mau," tawar Beast.
"Rufus punya alasan untuk melakukan tindakannya dua hari lalu," kataku, seraya melirik tajam ke arah Beast, dibalas oleh tatapan tak bersalah naga itu. "Oleh karena itu, aku ingin pihak Dracaelum, terutama Naga Agung, membahas kembali permasalahan yang pernah terjadi dan—-"
"Apa kau kehilangan akal?!" raung Gerick. "Bicara? Seolah itu akan menyelesaikan semua masalah? Apa kau tahu apa yang penyihir itu miliki saat ini?!"
"Pemimpin kalian juga punya andil dalam masalah ini," tegasku. "Aku tidak bisa membela siapa pun ketika kedua pihak punya motif."
"Kau seharusnya berada di pihak kami. Kau tahu apa yang bisa pemuda itu lakukan kepada naga-naga Dracaelum," desis Gerick. "Selain itu, kami para naga dan kau adalah penunggang naga. Sudah jelas siapa yang harus kau bela!"
"Kalian memang para naga, tapi apa aku perlu mengulang kembali segala sesuatu yang pernah terjadi dua tahun lalu?" Pada tahap ini, aku sudah tidak peduli lagi pada sopan santun. "Jangan bicara soal bela-membela kalau kau masih menampik fakta bahwa Naga Agung pernah mencoba melukai kami."
Gerick tampak tak percaya dengan caraku menjawabnya, tak jauh beda dengan orang tua yang sudah berang karena anaknya yang terus melawan. "Kau dan teman-temanmu berbohong waktu itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Iltas 3: A Dance of Fire and Sorcery
FantasyApi dan sihir. Penunggang naga dan penyihir. Persahabatan dan pengkhianatan. | • | Hampir dua tahun berlalu, Cassidy dan Beast masih menjalankan tugas mereka sebagai duta Andarmensia bagi Dracaelum. Namun, keanehan terjadi. Naga Agung ingin menghent...