Extra Part - Steven

114 15 10
                                    

Gawat. Ibu akan sangat marah.

Steven tahu dia tidak seharusnya mengajak naganya, Viorel, pergi melihat kepiting. Ada saja masalah yang timbul. Baru saja dia berjongkok, Viorel malah terkejut melihat seekor kepiting di dekat kakinya dan menabrak Steven, nyaris menindihnya. Anak naga seukuran Viorel bisa mematahkan rusuk Steven dalam sekejap, tapi untunglah keduanya baik-baik saja.

Masalahnya, mereka terjatuh tepat ketika gelombang datang, membuat Steven berakhir dengan tubuh basah kuyup dari atas sampai bawah. Dia beruntung tidak terseret ombak. Akan tetapi, Ibu pasti akan tetap mengomel gara-gara Steven bermain terlalu dekat dengan pesisir.

"Pokoknya kau harus tanggung jawab," dengus Steven, tetap tak ingin disalahkan sepenuhnya. Viorel membahas dengan geraman bernada gerutuan.

Anak naga lainnya terbang ke dekat mereka. Belum apa-apa matanya sudah menunjukkan keprihatinan.

"Jangan melihatku seperti itu, Thyme," Steven memprotes. "Ini salah Viorel."

Viorel mendebat keras dalam geraman kesal. Sementara anak naga yang satu lagi, Thyme, mengatakan sesuatu yang membuat saudarinya tambah panas. Alhasil, mereka bertengkar sepanjang jalan pulang, memenuhi telinga Steven dengan ocehan-ocehan khas naga. Syukurlah dia tidak tahu apa yang mereka ributkan.

Di kejauhan, seekor naga iltas dewasa sudah menanti mereka. Thyme terbang duluan menuju ayahnya. Viorel hendak menyusul saudaranya, tapi memilih menunggui Steven.

Setelah mendengar cerita dari Thyme, Beast bergerak mendekati Steven, memeriksa keadaannya dari ujung kepala sampai kaki. Napas hangatnya terasa nyaman.

"Bilang pada ibu supaya jangan mengomel," Steven membujuk Beast.

Iltas itu cuma mendengus, terdengar geli. Perlahan, dia mendorong Steven ke arah rumahnya. Viorel tetap menemani di sampingnya. Naga betina cilik itu mengucapkan sesuatu sambil menggosokkan kepala pada tangan Steven: sebuah gestur untuk menenangkannya.

"Ayah bilang aku tidak boleh membuat Ibu kerepotan," Steven terdengar murung. "Mereka baru saja mendapat waktu istirahat setelah sibuk berminggu-minggu dan aku malah membuat masalah."

Viorel menggeramkan sesuatu, terdengar bak bantahan.

"Aku tahu yang tadi itu tidak sengaja, tapi Ibu mudah sekali khawatir," Steven mengingatkan. "Apalagi sejak kita nekat terbang ke laut sendirian."

"Steven Salvatore."

Suara itu menghentikan langkah Steven. Belum sempat menaiki tangga teras depan, Ibu sudah berdiri di depan pintu rumah dengan tangan bersedekap. Kerut di dahinya membuat Steven meringis di dalam hati.

"Kenapa kau basah kuyup dan kotor seperti itu?" Ibunya bertanya sambil menuruni tangga. "Kalian bermain ke laut lagi? Apakah ada yang mengawasi kalian?"

Viorel mengambil giliran menjelaskan, kemudian langsung memasang tampang memelasnya agar tidak diomeli.

Ibu menghela napas. "Kalian tahu bermain di tepi pantai bisa berbahaya, apalagi dengan ombak seperti tadi."

Steven memilin pakaiannya yang basah. "Aku tahu."

"Dan kalian masih saja ke sana?"

"Kami cuma melihat kepiting," Steven berkata, setengah merengek. "Maaf, Ibu."

Wajah Ibu masih menunjukkan raut kekesalan. Steven maju dan meraih tangan ibunya. "Maafkan aku, ibu yang baik dan cantik." Tak lupa, dia menambahkan seulas senyum simpul penuh permohonan maaf.

Ibu paling tidak tahan melihat wajah memelas seperti tadi sehingga dia menghela napas. "Kalau ingin bermain ke dekat laut, ajaklah Beast atau Kaia. Jangan berdua saja. Paham?"

Iltas 3: A Dance of Fire and SorceryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang