66. BENCI DAN NEW YORK

425 43 89
                                    

Hai 🧡

Absen 💗

Spam komen 💌

Happy Reading ❤️

66. BENCI DAN NEW YORK.

"Bagian menyakitkan dari perjalanan cinta adalah dipaksa melepaskan sebelum menggenggamnya erat."

"KYRA!"

Suara melengking itu menggelegar di ruangan kelas X IPS 6. Amara, Reveka, Yira, dan beberapa anak kelas yang sudah tiba di kelas kompak menutup telinganya.

Reveka membuka tutup telinganya, mengusap-usap telinganya yang nyaris pecah karena suara Reine.

"Buset dah Reine, lo pagi-pagi udah kaya mic pribadi Pak Mumud."

"Kyra mana Kyra?!" tanya Reine, ia meletakkan asal tasnya.

"Kyra lagi di luar, tadi diajak ngobrol Kak Ammar," terang Yira.

Mata Reine menatap Amara yang tak semangat seperti biasanya. Reine tau gadis mungil ini sedang dalam masalah yang berat. Ia mendekat, menarik kursinya dan duduk di samping Amara.

"Nangis aja, Ra. Kalau lo tahan terus makin sesek," Reine mengusap punggung Amara.

Amara menatap sendu Reine, "Gue gak mau mereka pisah. Tapi kesalahan mereka gak bisa dimaafkan semudah itu."

Reveka menatap Amara, menggenggam tangannya menyalurkan kekuatan.

"Lo sendiri yang bilang sama gue. Semua kesalahan cowok bisa dimaafkan termasuk bohong, tapi tidak dengan selingkuh."

Aron Grahasa—Papa Ammar dan Amara diketahui memiliki hubungan spesial dengan sekertaris barunya. Parahnya Tania dipergoki Aron saat makan malam bersama dengan saingan bisnis Aron. Hubungan baik kedua orang tua Ammar dan Amara di depan anak-anaknya hanyalah sandiwara.

Selama di luar mereka menginap di hotel yang berbeda. Saat di rumah mereka pun pisah ranjang. Ammar dan Amara benar-benar ditipu, mereka mengetahui semuanya setelah benar-benar hancur.

"Tuhan tidak melarang perceraian tapi Tuhan membenci perceraian. Mungkin ini satu-satunya jalan terbaik buat mereka," tutur Yira.

"Enggak buat gue sama Bang Ammar!" bantah Amara, air matanya mengalir ketika mengingat dialog semalam.

"Kenapa?" tanya Reine ia tak mengerti maksud ucapan Amara, karena setahu dirinya Ammar memilih ikut bersama Amara kemanapun.

"Bang Ammar ikut Papa, sedangkan gue ikut Mama," ucap Amara melemah.

*****

Perlahan Ammar menjerit atas luka yang menerpa dirinya. Hari ini Ammar sangat kacau, mulutnya bau alkohol, banyak luka di wajahnya—bekas pukulan, dan tak ada semangat di wajahnya. Kyra menatap ngeri Ammar, ia seperti tak mengenal Ammar.

"Gue gak papa kok, Ky," lirih Ammar penuh kebohongan.

Ngibulin kok gue, batin Kyra.

"Kenapa ngajak gue ke sini?" tanya Kyra. Mereka berada di tempat dimana Arka biasanya bersembunyi—rooftop gedung lantai empat.

"Mau jujur," ungkap Ammar. Kyra menyeritkan dahinya.

Ammar menghela napasnya. Sekuat tenaga menghirup udara yang entah pergi kemana.

"Semalam pulang dari rumah Rafanizan nyokap bokap balik. Nyokap beresin barang-barangnya, dia pindah ke rumah yang udah dia beli. Amara ikut beliau, setelah surat keputusan keluar Amara akan pindah."

RAFANIZAN [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang