Setelah sampai di sebuah pusat perbelanjaan. Keempatnya berjalan masuk sembari mengedarkan pandangannya ke sisi penjuru mall tersebut.
"Lo mau beliin nyokap lo apa?" bukan, bukan Rafli yang bertanya melainkan Gilang.
Rafli, cowok itu hanya mengikuti kedua temannya itu dari belakang tanpa berniat memberi solusi untuk kado yang akan diberikan Bagas kepada mamanya.
"Baju aja kali ya? Atau apa?"
"Ya, nggak tau, serah lo" beginilah Gilang, tak bisa diajak berdiskusi. Apa-apa bilangnya terserah, persis banget kaya cewek. Sukanya bilang 'terserah'
"Gua ngajakin lo diskusi, bukan jawab terserah, bego!" Bagas semakin sebal terhadap Gilang.
Gilang memayunkan bibirnya kesal. "Di jawab salah, nggak di Jawab apalagi, tambah salah" batinnya dalam hati.
"Kalau menurut gua sih, kasih kado yang unik, dimana mama lo belum pernah dapatin kado itu dari siapapun" ucap Marsha memberi masukan tapi tak di dengar oleh Bagas.
Marsha terdiam. Dia kembali mengerutuki kesalahannya, seharusnya dia tidak berbicara lancang seperti ini, mengingat perdebatan antara dirinya dan Bagas tadi cukup sengit.
"Kalau menurut gua sih, bikinin album foto menarik buat nyokap lo. Mumpung kebetulan banget kita ada di mall, kenapa nggak sekalian aja bikin album foto yang isinya foto itu kebersamaan lo dan nyokap lo. Ya gua sih, kasih saran aja ya. Kalau saran gua nggak diterima ya, gua nggak masalah sih, karena percuma aja ngomong sama si keras kepala" ucap Rafli menyindir.
Gilang menatap antara Bagas dan Rafli. Keduanya sudah seperti layaknya seorang cewek yang lagi berantem. Dia terkekeh membayangkan bila keduanya terlibat jambak-jambakan seperti yang di sinetron-sinetron itu, mungkin cukup seru, pikirnya.
"Kalian jangan marah-marah, takut nanti lekas tua" Gilang menyanyikan lagu itu kembali karena melihat kedua sahabatnya ini tengah saling marahan.
"BACOT!"
"BANGSAT!"
umpatan demi umpatan yang dilontarkan Bagas dan Rafli membuat dirinya terdiam sebentar.
"Kenapa sih mereka? Pada ngiri mungkin kali ya? Secara suara gua kan merdu gitu ye. Eh, btw, gimana? Suara gua bagus kan? Mantap kagak?" tanya Gilang kini pada Marsha.
"Jelek!" jawab Marsha lalu berlalu meninggalkan Gilang yang masih terdiam di tempat.
"Antonimnya jelek berarti bagus, wihh, sa ae Marsha kalau muji suka begitu. Dasar cewek, sukanya tidak mau berterus terang" ucap Gilang bermonolog sendiri sembari berjalan menyusul ketiganya.
Bagas akhirnya menyetujui saran yang diberikan Rafli, dia membuat album foto yang cukup unik dengan di dalamnya berisi foto-foto kebersamaan keluarganya.
"Semoga mama suka, dan mau menerima kado ini dari gua" batinnya dalam hati.
Setelah mendapat barang yang Ia dapat. dia menoleh ke arah Rafli. "Makasih raf"
Rafli hanya bergumam "hmm"
"Kalian tuh lucu banget sih, udah kaya orang pacaran yang lagi marah-marahan gitu, Haha, anjirrr" ucap Gilang tertawa melihat kelakuan dari kedua sahabatnya itu.
"Mulut lo! Emang mau mulut lo gua tetel sama sambal dengan cabai rawit 10kg? Mau lo? Biar mampus sekalian!" tekan Rafli.
"Astaghfirullah! Apa salah dan dosaku sa-" belum sampai Gilang menyelesaikan nyanyiannya. Bagas dengan cepat memelototi dirinya tajam.
"Lo gini lagi, gua coret lo dari daftar pertemanan!" jargon yang dilontarkan Bagas sukses membuat Gilang mengantupkan mulutnya rapat.
Setelah mendapatkan barang yang dicari, sebenarnya mereka tidak langsung pulang, melainkan mampir ke sebuah restoran untuk makan.
"Eh, eh, guys lo tau nggak?" semua menoleh ke arah Gilang yang tengah berbicara heboh itu.
"Ape?" semprot Bagas dengan nada tinggi.
"Witssstt, kalem, kalem" ucap Gilang dengan cengengesan.
Rafli memutar bola matanya malas, dia tahu betul sikap Gilang yang begini.
"Gua tadi kan ngelihatin cewek sambil mau cuci tangan. Berhubung tempat wastafelnya itu dekat sama tempat pengambilan saos, gua tadi dengan gebleknya yang awalnya mau cuci tangan pakai sabun malah cuci tangan pakai saos gegara ngelihatin tuh cewek. Anjirrr, udah gitu ceweknya ngeliatin gua lagi. Malu banget gua Anjirr, mana lagi nih tangan gua pedes semua kena saos" cerita Gilang panjang lebar dan itu sukses membuat mereka tertawa di tengah dinginnya pertikaian antara Bagas dan Rafli yang cukup sengit.
"BEGO"
"GOBLOK"
"Tolol! Sumpah, lo bikin gua ketawa sampai sakit perut"
Begitulah kiranya yang teman-temannya lontarkan padanya karena ketololan yang telah Ia perbuat.
Ketika makanan yang di pesan telah datang, keempatnya terlihat khidmat menyantap makanan itu hingga terciptalah hening diantara mereka.
"Ekhem, diam-diam bae" ucap Gilang memecah keheningan.
Bagas menatap Gilang malas, sedangkan Rafli, cowok itu terlihat tak peduli dengan Gilang.
Gilang menatap satu-persatu wajah temannya. Ada yang senep lihat wajahnya, ada yang bodoamat sama dirinya dan ada yang terlihat sok sibuk sendiri sama ponselnya.
"Kalian pada nggak doyan ngomong apa gimane? Perasaan kalau gua ngomong, berasa kek kacang gua, dianggurin"
"Diam lo bacot!" semprot Bagas pada Gilang.
"Nah, kan. Gua salah lagi. Perasaan gua salah mulu" keluh Gilang sembari menghembuskan nafas.
.
.
.
.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Ligatus [ SUDAH TERBIT ]
RandomSinopsis Seperti apa rasanya dibenci oleh seorang Ibu? Di permainkan oleh keadaan, dan berusaha bangkit dari sebuah keterpurukan? Menyakitkan bukan? Itulah yang kini dirasakan oleh seorang pemuda bernama Bagas. Pemuda yang hidup tumbuh dalam tekanan...