Kini, seusai pulang sekolah. Bagas, Rafli serta Gilang berencana menemui Abang Rafli yang berada di kerjaannya.
Ketika dalam perjalanan menuju tempat tujuan, sedari tadi Rafli melirik Bagas tiada henti. "Jangan natap gua kaya gitu, serem jadinya" titahnya, sadar bila dilirik Rafli.
Mendengar lontaran kalimat yang diucapkan oleh Bagas membuat Gilang tertawa terbahak.
Rafli menatap kesal ke arah Gilang yang puas menertawakannya.
"Lo juga jangan ketawa mulu, fokus nyetir!" ucap Bagas memberi peringatan pada Gilang.
Setelah membalas menertawakan balik, Rafli kembali menatap wajah Bagas, kali ini tatapannya sulit diartikan.
"Udah gua bilang jang-"
"Lo yakin mau untuk kerja disitu?" potong Rafli sebelum Bagas menyelesaikan ucapannya.
Bagas menghela nafas panjang dengan petanyaan itu.
"Bukankah gua udah bilang kemarin bahwa gua serius?"
"Tapi jika Chelsea tau lo kerja disitu gimana?" Rafli seakan binggung dengan keputusan Bagas yang seakan tak dipikir dua kali olehnya.
"Justru itu, hal itu jadi tugas kalian berdua untuk tutup mulut dari Chelsea" ucap Bagas yang sebenarnya sama binggungnya.
"Kita bisa-bisa aja sih tap-" belum sampai Rafli menyelesaikan ucapannya, mobil yang di kendarai Gilang telah berhenti sampai tujuan.
"Udah sampai?" tanya Bagas dengan nada binggung.
"Orang kalian ngobrol mulu makanya nggak nyadar kalau udah sampai" ucap Gilang membuka pintu mobilnya lalu keluar disusul oleh Rafli dan Bagas.
Bagas menatap sebuah pabrik yang sangat luas tersebut."Abang lo ada dimana?"
Bukannya menjawab, Rafli justru mengajak kedua sahabatnya masuk ke dalam pabrik itu. "Nah, itu Abang gua" tunjuknya pada seorang lelaki berbaju biru tersebut.
Ketiganya lalu melangkah menghampiri kakak Rafli. "Bang!" panggil Rafli seraya menepuk pelan pundak abangnya.
Abangnya menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh tanya. "Lo ngapain kesini?"
"Jadi, ini teman Rafli yang Rafli ceritain kemarin bang" ujarnya sembari merangkul erat pundak Bagas.
Bagas nampak tersenyum ke arah abang Rafli sembari mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
"Bagas"
"Ramlan" sambutnya menerima uluran tangan Bagas.
"Gimana? Dia bisa kan kerja disini?" bisik Rafli tepat di telinga abangnya.
Sekilas, Abang Rafli menatap adiknya dengan tatapan sulit diartikan. "Ikut gua bentar!" abangnya menarik lengan adiknya sedikit menjauh.
"Bentar guys!" ujar Rafli saat lengannya sedikit ditarik paksa oleh sang kakak.
"Apaan sih, tarik-tarik! Sakit bego!" kesal Rafli mencoba melepaskan diri dari cengkraman kakaknya.
Akhirnya sang kakak melepaskan lengan adiknya lalu menghela nafas panjang sembari melirik sekilas ke arah Rafli. "Emangnya teman lo yakin mau kerja disini?
"Kalau nggak yakin mana mau dia kesini" jawab Rafli sembari melihat lengannya yang memerah akibat tarikan tadi.
"Lo nggak bilang, bahwa disini itu kerjanya berat dan me-"
"Gua udah bilang" potong Rafli cepat.
"Lalu?"
"Dia itu keras kepala" ucap Rafli sembari memutar bola matanya kesal.
"Kalau gua terima, gua kasihan dia ngangkut barang berat kaya gitu. Kan kata lo dia cucu pemilik saham sekolah. Jadi, kalau suatu saat nanti terjadi apa-apa sama dia waktu dia kerja, gua juga yang repot" bimbang Ramlan.
Rafli juga sependapat dengan apa yang kakaknya itu katakan. Tapi disisi lain dia kasihan juga dengan Bagas yang harus cari kerja untuk mendapatkan uang demi biaya hidup serta persalinan dari anaknya nanti.
"Terus gimana? Dia juga butuh uang untuk biaya hidup serta persalinan anaknya nanti"
Kakak Rafli menyentuh pelan dagunya seolah berpikir. "Emm, atau begini saja. Gua coba ngetes dia kerja hari ini, jika kerjanya bagus gua terima. Gimana menurut lo?"
"Serah lo, orang lo yang punya nih pabrik" ucap Rafli seadanya.
Setelah lama berbincang akhirnya kedua kakak-beradik itu menghampiri dua temannya.
"Nunggu lama ya?" tanya Ramlan sedikit mencairkan suasana.
"Tidak kok, bang!" jawab Bagas dengan tersenyum.
"Oh,ya. Mulai saat ini kau bisa bekerja. Tapi, hanya permulaan sebagai bentuk tes. Bagaimana? Apa kamu keberatan?"
"Tidak, bang. Saya justru senang bisa langsung diajari kerja disini"
"Baiklah, kalau begitu mari ikut saya!" pinta Ramlan pada Bagas.
Saat akan melangkahkan kaki mengikuti beliau, temannya memanggil dirinya.
"Gas!" panggil keduanya. Bagas menoleh ke arah dua temannya.
"Kita tinggal dulu ya, lo nggak papa kan disini sendiri?" tanya Rafli saat itu juga.
"Iya kalian boleh pergi kok, thank ya raf, lo udah bantuin gua"
"Siap,bro!" ucap Rafli lalu pergi dari hadapannya disusul oleh Gilang di belakangnya.
Semoga disinilah tempat yang cocok baginya mencari nafkah, dan bisa membahagiakan Chelsea serta anak yang berada di dalam perutnya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ligatus [ SUDAH TERBIT ]
عشوائيSinopsis Seperti apa rasanya dibenci oleh seorang Ibu? Di permainkan oleh keadaan, dan berusaha bangkit dari sebuah keterpurukan? Menyakitkan bukan? Itulah yang kini dirasakan oleh seorang pemuda bernama Bagas. Pemuda yang hidup tumbuh dalam tekanan...