Pagi ini suasana di meja makan terlihat hening dan seperti ada yang kurang. Bukan seperti ada yang kurang, tetapi memang ada yang kurang. Bukan makanan, melainkan jumlah anggota yang tidak ikut serta sarapan di meja makan.
"Bagas mana?" tanya kakek Bagas yang ternyata baru menyadari bahwa cucunya itu tidak ikut serta sarapan di meja makan.
Angga tiba-tiba saja tersedak saat Papanya itu bertanya mengenai putra bungsunya. "Ekhem, Bagas tadi pamitan ke aku bilangnya mau berangkat pagi ke sekolah"
"Jam berapa dia berangkat?"
"Sekitar jam setengah enam"
Lelaki tua itu mengerutkan dahinya."Kenapa harus sepagi itu?"
"Aku juga kurang tau pa, tapi yang pasti dia sedikit buru-buru berangkat sekolah"
"Sebelum berangkat sekolah dia udah makan?"
"Tadi sih aku tanya, dia udah bawa bekal buat nanti di makan di sekolah"
Kakek Bagas menganggukkan kepala, lalu kembali melanjutkan sarapannya.
"Huh, untung papa tidak curiga bahwa alasan Bagas berangkat sekolah sangat pagi tak lain untuk menghindari mamanya" batin Angga menatap papa dan istrinya secara bersamaan.
Flashback
Pria paruh baya itu heran melihat anaknya. Tidak biasanya Bagas ini bangun pagi dan sudah memakai seragam sekolah.
"Kamu kesambet apa?" tanyanya sembari menyentuh dahi putranya.
"Ha? Maksud papa apa sih?" ujar Bagas menepis pelan tangan sang papa.
Papa Bagas terkekeh."Sehat kamu? Tumben banget jam segini udah rapi pakai seragam?"
Bagas mendengus. "Papa apaan sih? Jelas aku sehatlah, pa. Aku mau berangkat sekolah"
"Sepagi ini? Mau ngapain? Buka gerbang?"
"Iya, mau buka gerbang" jawab Bagas singkat dan seadanya.
"Udahlah pa, Bagas mau berangkat sekolah dulu" kini, dia mengulurkan tangan guna berpamitan pada sang papa.
Beliau menatap Bagas seolah bertanya. Dia sebenarnya masih bingung dengan tingkah putranya pagi ini. "Coba deh kamu cerita dulu ke papa, sebenarnya apa sih yang kamu sembunyiin dari papa? Dari kelakuanmu pagi ini tuh aneh nggak kaya biasanya. Papa jadi heran"
"Nggak papa, pa" jujur, sebenarnya dia enggan sekali cerita kepada papanya.
"Bagas, kamu masih anggap papa ini papa kamu kan?" Bagas mengangguk.
"Kalau kamu masih anggap papa ini papa kamu. Kamu harus cerita masalahmu ke papa"
Bagas masih menimbang-nimbang antara Ia harus cerita atau tidak. Kembali dia melihat wajah papanya,
"Tapi, kalau Bagas cerita papa harus janji jangan bilang ke siapa-siapa"
Papa menganggukkan kepala."Iya, papa janji"
Akhirnya Bagas pun menceritakan semuanya pada papanya.
Diakhir kalimat dia berucap."Aku rela terasingkan demi mama bisa bahagia"
"Kenapa kamu harus melakukan semua ini Bagas?" jujur saja papanya itu tak setuju bila anaknya itu mengobarkan kebahagiaannya demi mamanya.
"Pa, kebahagiaan mama tuh ada sama papa dan kak Adit. Aku tuh tidak ingin kalian pisah, aku tuh ingin kalian sama-sama lagi dan melupakan kejadian kelam di masa lalu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ligatus [ SUDAH TERBIT ]
AcakSinopsis Seperti apa rasanya dibenci oleh seorang Ibu? Di permainkan oleh keadaan, dan berusaha bangkit dari sebuah keterpurukan? Menyakitkan bukan? Itulah yang kini dirasakan oleh seorang pemuda bernama Bagas. Pemuda yang hidup tumbuh dalam tekanan...