Hari ini adalah akhir pekan. Dimana hari ini adalah waktunya mereka menghabiskan waktu luang mereka bersama rekan, sahabat, pacar, keluarga. Sama halnya seperti apa yang dilakukan keluarga kecil Adit saat ini. Akhir pekan ini Adit mengajak Anissa serta putra semata wayangnya Raka pergi mengunjungi kediaman Bagas. Sekalian, mengenalkan Raka pada adik sepupunya yang baru lahir itu.
"Yeayy" sorak Raka saat turun dari mobil.
"Jangan lari! Nanti jatuh!" ujar Anissa memberi peringatan pada sang anak.
Adit meraih tangan mungil Raka dan mengajaknya masuk ke dalam kontrakan kecil sederhana milik Bagas.
"Bang!" sapa Bagas yang sedari tadi melihat kakaknya itu datang mengunjungi dirinya.
Adit melempar senyum sembari berpelukan pada Bagas. "Gimana kabar lo ?"
"Alhamdulillah, baik" jawab Bagas yang kini tatapannya beralih pada Raka.
Bagas menoel-noel pipi Raka. "Nggak mau peluk om, nih?
Raka cemberut, beberapa kali dia mengusap pipinya yang disentuh oleh Bagas. "Om Bagas, laka tuh udah besal, jangan colak-colek pipi laka. Nanti laka nggak kelen lagi kalau pipi laka di colak-colek"
Bagas tertawa mendengarnya. "Udah besar tapi nggak bisa bilang r " ejek Bagas yang itu membuat pelupuk mata mata Raka menggenang.
Bocah cilik itu menoleh ke arah sang Ayah. "Papa!!!!!"
Adit mendengus ke arah Bagas. Entah kenapa adiknya itu hobi sekali menjahili anaknya. "Ayo pa, malahi om Bagas!!!" rengek Raka sembari menarik-narik baju sang Ayah.
Sedangkan Bagas, cowok itu tertawa cekikikan mendengar keponakannya itu merengek.
"Iya, nanti papa marahin om Bagas. Udah sekarang kamu nggak boleh nangis lagi, oke!" ucap Adit menenangkan sang putra sembari menghapus air mata putranya yang mengalir basah di pipinya.
Adit kembali menatap Bagas dengan tatapan tajam. "Lain kali, jangan bikin dia nangis lagi!" ucapnya setengah berbisik.
Bagas hanya tertawa, lalu mempersilahkan keluarga kecil itu masuk ke dalam rumahnya.
"Chelsea mana, gas?" tanya Anissa sembari mengedarkan matanya.
"Chelsea lagi di dapur. Ntar, aku panggilin dulu ya, kak" jawab Bagas lalu masuk menuju ke dapur.
"Dedek bayinya mana, ma?" tanya Raka yang kini duduk di pangkuan sang ibu.
"Dedek bayinya lagi dipanggil sama om Bagas" jawab Anissa sembari menyentuh pelan hidung putranya.
Adit tertawa kecil melihat interaksi antara ibu dan anak itu. "Anakmu ini suka sekali bertanya"
"Anakmu juga, lah" balas Anissa yang membuat Adit menunjukkan senyum menyeringai.
"Hehe, iya juga. Kan kita bikinnya berdua" goda Adit dengan nada berbisik ke teling istrinya.
Blush!! Seketika pipi Anissa berubah jadi merah menahan malu.
***
Ira sedari tadi menatap datar ke arah luar jendela. Pikirannya kini tengah berkecamuk. Ditambah lagi mertuanya itu yang sering menanyakan Bagas padanya."Umur papa tuh, nggak akan lama lagi. Buktinya papa sering keluar masuk rumah sakit. Dan lagi-lagi papa juga yang selalu ngerepotin kamu" ucap Adytama yang kini terbaring lemah di atas brankar rumah sakit.
Ira menoleh dan mendekat ke arah sang ayah mertua. "Pa, jangan bilang gitu. Ira ikhlas ko ngerawat papa"
Beliau menatap Ira dengan tatapan sayu. "Papa mohon Ira, kamu jangan membenci Bagas. Dia tidak salah apa-apa disini. Dia hanya korban dalam permasalah ini"
Ira terdiam. Selalu Bagas, Bagas dan Bagas. Bahkan semenjak mertuanya itu masuk rumah sakit. Nama itu selalu disebut ribuan kali hingga membuat telinganya kini merasa panas.
"PA! BISA NGGAK, SIH, NGGAK USAH NYEBUT NAMA BAGAS LAGI DI DEPAN KU?" spontan dia meninggikan suaranya di depan mertuanya.
"APA-APAAN KAMU?!?" suara bentakan itu menggelegar seisi ruangan.
Ira terkejut takala melihat suaminya kini tiba-tiba masuk dan membentak dirinya.
"Ingat! Kamu harus ingat! Dia papaku, tidak seorangpun boleh membentak papaku. Tak terkecuali itu kamu!" tekan Angga yang kini terbawa emosi.
"Angga, papa mohon kamu sabar, jangan marah-marah!" ucap beliau menenangkan sang anak.
Angga melihat sekilas ke arah papanya. "Aku tidak terima papa dibentak seperti ini oleh dia" ucap Angga dengan mata menatap tajam istrinya.
"Sekarang kamu pergi!"
"Tap-"
"PERGI!" bentak Angga kini dengan suara lantang, sehingga membuat Ira meneteskan air mata dan berlalu pergi meninggalkan ruangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ligatus [ SUDAH TERBIT ]
RandomSinopsis Seperti apa rasanya dibenci oleh seorang Ibu? Di permainkan oleh keadaan, dan berusaha bangkit dari sebuah keterpurukan? Menyakitkan bukan? Itulah yang kini dirasakan oleh seorang pemuda bernama Bagas. Pemuda yang hidup tumbuh dalam tekanan...