//Pemakaman//

156 8 1
                                    

Rintik hujan mengiringi suasana penuh haru jalannya pemakaman itu. Beberapa kali wanita paruh baya itu mengelap air matanya yang terus-menerus menetes di pipi.

"Papa,,," gumamnya pelan ketika jasad itu mulai memasuki liang kubur.

Ira memalingkan wajahnya terisak dalam pelukan sang putra takala dia melihat jasad mertuanya kini telah terkubur dalam tanah.

Sejatinya Adit rapuh dengan kepergian sang kakek yang untuk selama-lamanya. Namun, Sebagai lelaki dia berusaha tegar bahkan terlihat kini dia mengusap punggung sang mama mencoba memberikan kekuatan pada sang mama.

Sebaliknya dengan Angga. Beliau sangat rapuh dan beberapa kali terlihat meneteskan air mata tak sanggup melihat kepergian sang Ayah yang untuk selama-lamanya.

Prosesi pemakaman itu berjalan dengan lancar meskipun tidak ada Bagas di tengah-tengah suasana haru tersebut. Memang, saat ini Bagas tidak ada di dekat mereka. Tapi, Bagas turut hadir dalam mengikuti prosesi pemakaman itu sampai akhir meski dari kejauhan.

Sejak kabar kematian kakeknya itu, dengan cepat Adit menghubungi Bagas. Dan Adit juga yang menyuruh Bagas untuk datang ke prosesi pemakaman kakek mereka.

"Selamat jalan kakek, salamkan salamku juga pada bunda disana" batinnya tanpa sadar air matanya kini menetes membasahi pipi.

Satu-persatu semua orang meninggalkan tempat pemakaman itu. Tersisa kini Adit yang masih terdiam disitu sembari melihat gundukan tanah makam tersebut.

"G-gua bukan orang yang kuat untuk tidak menangis saat orang yang gua cinta pergi dari hidup gua untuk selama-lamanya" runtuh sudah pertahanannya kini, dia tertunduk  menangis sembari mengusap papan nama nisan kakeknya.

Seseorang mengelus pundaknya. Dia menoleh ke arah orang itu. "Siapa yang nuntut lo untuk jadi kuat di saat situasi seperti ini?"

Adit merangkul pundak orang itu. Dia mengusap air matanya yang membasahi pipi. "Terima kasih, Bagas. Lo udah datang kesini"

"Bukankah seharusnya memang gua ada disini?" kini, giliran Bagas yang ikut serta meneteskan air mata melihat gundukan tanah makam tersebut.

Semuanya seperti mimpi, dia bahkan tidak percaya kakeknya akan pergi secepat ini. Keinginannya untuk mengenalkan putranya pada kakeknya kini hanya sebuah keinginan semata. Kini beliau telah tiada, bahkan dia tidak sempat bertemu di sisa terakhir hidup kakeknya.

"G-gua nyesel, bang!!! Nyesel,!!! Disisa hidup kakek, gua nggak bisa ketemu dengan kakek" ucapnya kini berderai air mata.

Adit merangkul Bagas, mengusap pelan punggung adiknya.

Begitulah, kematian tidak ada yang pernah tahu. Dan orang yang baik, terkadang memang selalu dipanggil lebih dulu oleh Tuhan.
.
.
.
.
Chapter paling pendek ya, sorry ya, guys,,, author lagi pusing😪
Yaudah, dibaca aja, ya... Emang agak sedih, siapkan tisu aja disamping kalian 🤭

Ligatus [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang