//Menyesal//

575 16 4
                                    

"CHELSEA!!!!" teriakan itu terus saja menggema di sepanjang koridor rumah sakit.

"Chelsea!!! Tunggu!!!" bahkan saat ini Bagas tidak peduli lagi pada orang-orang yang menatapnya dengan tatapan aneh.

Dalam kondisinya yang belum pulih, Bagas berusaha mengejar Chelsea walau kini lengannya sakit akibat dirinya yang mencabut paksa selang infus itu.

Dia terus saja mengejar Chelsea hingga saat gadis itu mulai menaiki mobil taxi.

"CHELSEAAAAA!!!" teriaknya melihat mobil itu sudah pergi melaju.

"Hikss, Chelsea.."tangisnya dalam lirih sembari tertunduk penuh penyesalan.

Dia mengacak rambutnya frustasi "Arghhhhhh"

***
Chelsea mengetahui semua. Bahkan dia mengetahui suaminya itu tadi mengejarnya, dia bahkan mendengar suaminya itu memanggil namanya. Tapi, apalah daya dia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Maafkan aku Bagas" batinnya dalam hati sembari meneteskan air mata.

Saat sudah sampai di rumah kediaman mertuanya. Chelsea segera pergi menuju kamarnya dan mengemasi barang-barangnya. Rasanya berat sekali bila harus meninggalkan rumah ini. Meskipun di rumah ini dia termasuk dalam anggota keluarga baru, tetapi dia bersyukur banyak hal dia dapat disini. Selain itu, di rumah ini juga dia bisa berbagi tawa, duka bersama dengan suaminya yaitu Bagas.

Sebelum pergi, dia melihat sekilas ke arah foto pernikahan dirinya dengan Bagas. Dia mengusap lembut foto itu.

"Maafin aku Bagas, hikss, maafin a-aku...aku pamit dulu Bagas, jaga dirimu baik-baik" ucapnya bermonolog sendiri sambil berurai air mata.

Dia menyentuh lembut perutnya."Nak, pamit dulu yuk sama papa. Sampai jumpa papa" ucapnya sembari menirukan suara anak kecil.

Dia keluar dari kamar dengan wajah sembab. Perlahan, dia menuruni anak tangga dan berjalan lesu menuju keluar.

"Non Chelsea mau kemana?" suara itu menghentikan langkahnya saat hendak pergi keluar.

Chelsea menoleh ke arah sumber suara. Dia tersenyum melihat wanita paruh baya itu.

"Bibi, bibi jagain Bagas ya nanti kalau Bagas udah pulang dari rumah sakit. Chelsea pergi dulu, terima kasih karena selama ini bibi sudah jadi teman curhat Chelsea selama Chelsea disini"

Wanita paruh baya itu menangis mendengar ucapan Chelsea. Bahkan dirinya tidak rela bahwa Chelsea akan meninggalkan rumah ini.

"Tidak, non. Jangan pergi!!!" bibi itu langsung memeluk tubuh Chelsea dengan erat.

Chelsea membalas pelukan pembantunya itu tak kalah erat
"Tapi Chelsea harus pergi, bi,,"

"Tidak, non. Non, ha-"

"Bibi, yakinilah suatu saat nanti kita akan bertemu kembali" ucap Chelsea melepas pelukannya dan menghapus air mata wanita paruh baya itu yang menetes di pipi.

Chelsea menganggap bibi ini bukan sebagai pembantu tapi melainkan sebagai ibu yang selalu ada untuk memberi kehangatan dan ketenangan pada dirinya.

Setelah mengucapkan selamat tinggal pada pembantunya itu. Chelsea keluar dari rumah itu dan menghampiri ibunya.

"Bagaimana? Apa kamu sudah siap?"

Chelsea menganggukkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan dari ibunya.

"Baiklah, kalau begitu. Ayo kita pergi!!!"

Chelsea mulai memasuki mobil taxi itu sembari air matanya yang tak berhenti menetes.

Sebenarnya ibunya sedih melihat Chelsea yang seperti ini. Tapi tak ada cara lain. Dan Ini, adalah cara terbaik agar putrinya itu tidak di rendahkan oleh keluarga besar dari mertuanya.

Setelah ini dia akan melindungi putrinya sebagaimanapun caranya. Cukup putrinya itu dihina akibat dari hamil di luar nikah, dia tidak ingin putrinya itu dihina lagi dalam hal apapun.

Mungkin keputusan ini diambil olehnya sebelah pihak. Tapi yang jelas, dia ingin hidup putrinya ini terjamin dengan layak.

***
Setelah sampai di rumah, ibu Chelsea menyuruh putrinya itu untuk masuk terlebih dahulu ke dalam rumah. Ketika Chelsea hendak membuka pintu itu, wajahnya kembali menujukkan raut wajah takut saat dirinya bertemu langsung dengan Ayahnya.

Kedua mata tajam milik sang Ayah itu mengingatkan dirinya pada kejadian saat Ayahnya mengetahui dirinya hamil.

Dia berjalan mundur perlahan, dan bersembunyi di balik badan sang ibu. Ibunya mengusap pelan lengannya seolah menenangkan.

"Kamu masuk aja sana, nggak usah takut" suruh ibunya pada Chelsea. Namun lagi-lagi perempuan itu menggelengkan kepala tanda tak mau.

"Chelsea, dengarkan ibu. Masuk kamarmu sana!"

"Tapi, bu a-"

"Siapa yang memperbolehkan dia masuk?" kalimat itu terlontar dari lelaki paruh baya yang sedang menatap dirinya dengan tatapan tajam.

"Aku. Kenapa?" jawab sang ibu kali ini dengan nada tegas.

"Dia tidak boleh tinggal disini!" tekan Ayahnya sembari menatap sinis putrinya.

"Mulai hari ini dia akan tinggal disini walau tanpa persetujuan darimu!" ucap ibunya sembari menujuk-nunjuk ke arah wajah ayahnya.

"Ayo Chelsea!" kini ibunya langsung menarik lengan sang putri masuk ke dalam rumah.

Chelsea merasa seakan bersalah, karena dirinya ibu dan ayahnya kini saling bersitegang.
.
.
.
.
.
Aku capek tapi demi kalian aku bela-belain buat ngelanjutin cerita ini. Jangan lupa vote dan commentnya ya guyss...

Ligatus [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang