//Introgasi//

246 11 5
                                    

Keesokan paginya, Bagas yang berjalan menuruni anak tangga bersama istrinya nampak menunjukkan wajah sumringahnya pagi ini menyapa para anggota keluarganya, terutama pada kedua orang tuanya.

"Pagi pa,ma!"

"Pagi sayang!" sapa balik mamanya pada putra bungsungnya itu.

"Sarapan dulu!" perintah mamanya sembari menyodorkan sepiring nasi goreng untuknya.

Bagas melirik sekilas ke arah jam tangannya, sejenak dia berpikir, mungkin tak ada salahnya jika dia sarapan terlebih dahulu.

"Oke, aku mau sarapan bila istriku juga harus sarapan disini" ucapnya menarik pelan Chelsea hingga duduk disampingnya.

Chelsea merasa takut dan terasa asing duduk diantara para anggota keluarga besar dari Bagas.

"Kenapa kau hanya melamun, makanlah cepat!" ucap mama mertua menegur Chelsea.

Chelsea yang ditegur itu akhirnya meraih sendok dan garpunya lalu menyuapkan sesendok nasi itu ke dalam mulutnya.

Suasana kaku tercipta di meja makan itu. Hadirnya Chelsea yang ikut sarapan disitu membuat semuanya nampak seperti singa yang ingin menerkam mangsa.

"Ekhem!" suara deheman dari sang kepala keluarga membuat semuanya menoleh ke arahnya.

"Apa yang menyebabkan kemarin  kamu pulang telat Bagas?" pertanyaan itu membuat Bagas sedikit terkejut.

"Bagaimana papa bisa tahu" batinnya dalam hati.

"Kamu pasti binggung bagaimana papa bisa tahu, kan?" ucap beliau seakan mengerti apa yang tengah putranya itu pikirkan.

Bagas diam tak menjawab ucapan papanya.

"Papa bertanya Bagas! Kenapa kamu malah diam saja?" Bagas menatap papanya dengan tatapan malas.

"Apakah semua itu wajib aku jawab, pa?" Bagas justru melempar pertanyaan balik pada sang pria paruh baya itu.

"Ya, harus dong!"

Bagas meletakkan sendok dan garpunya dengan kasar. Nafsu makannya kini telah hilang, dia memundurkan kursinya dan hendak bangkit dari duduknya tapi hal itu dicegah oleh tangan lembut milik Chelsea.

"Sabar!" ucap Chelsea dengan lembut sembari mengusap pelan lengan Bagas.

Semua menatap pasangan muda itu dengan tatapan sinis.

"Aku sudah besar pa, bahkan kini aku akan menjadi orang tua. Lalu apa penting semua yang kulakukan harus ada persetujuan dari papa? Mau aku pulang telat atau nggak, semua itu bukan urusan papa, kan?" ucapnya dengan nada tinggi meluapkan semua kekesalannya saat ini.

Sang papa menggeram kesal pada Bagas. "Bagassss! Beraninya ka-"

"Apa? Papa mau marah apalagi sama aku? Mau ancam aku lagi? Silahkan! Bahkan dari dulu papa tidak pernah sayang padaku, kan?" ucapnya kini berdiri dari duduknya lalu menyambar tasnya dan pergi begitu saja dari hadapan mereka semua.

Melihat Bagas yang tiba-tiba pergi begitu saja membuat Chelsea seketika ikut berdiri dari duduknya menyusul sang suami yang tengah dirundu kemarahan.

"Bagas!" panggil Chelsea ketika laki-laki itu hendak membuka pintu pagar rumah.

Bagas menghentikan pergerakannya saat suara Chelsea itu memanggil dirinya. Dirinya diam mematung di tempat tanpa menoleh sedikitpun ke arah Chelsea.

"Bagas, lihat aku!" ucapnya menolehkan kepala Bagas untuk menghadap padanya.

Bagas melihat Chelsea dengan datar dan terkesan dingin tanpa ekspresi. "Aku tahu saat ini kamu sedang marah. Tapi tidak sepatutnya kamu pergi begitu saja dari hadapan mereka Bagas" ucap Chelsea memberi penuturan dengan baik pada Bagas.

Bagas menghembuskan nafas panjang mendengar ucapan yang Chelsea katakan "Tapi Chel me-"

"Aku ngerti apa yang kamu rasakan. Tapi bagaimana pun mereka juga orang tuamu"

Bagas hanya diam tak membalas perkataan dari Chelsea. Dia melirik sekilas ke arah jam tangannya, sebentar lagi dia akan terlambat masuk sekolah. "Aku udah mau telat nih, aku berangkat sekolah dulu ya!" ucap Bagas mencium singkat kening Chelsea.

Saat Bagas akan keluar dari pagar rumah itu, lagi-lagi Chelsea memanggilnya. "Bagas ada yang ketinggalan"

Bagas menyatukan alisnya binggung."Apa?"

Chelsea mendekat, Ia meraih tangan Bagas lalu mencium punggung tangan suaminya. Kelihatannya sungguh aneh mencium tangan sang suami yang hendak pergi berangkat sekolah. Tapi itulah kenyataan yang kini Chelsea rasakan.

"Bagas, Ada lagi yang ketinggalan"

"Apa lagi sayang? Sebentar lagi aku akan telat" ucapnya sembari melihat ke arah jam tangannya.

Chelsea menatap Bagas dengan senyum mengoda. "Oh, ayolah sayang nanti saja setelah aku pulang sekolah"

Chelsea mendengus kesal pada suaminya itu. "Ihh, kamu ini nggak peka banget jadi cowok! Aku kan hanya mau bilang, apa kamu tak ingin pamitan dengan anakmu" kesalnya.

Oh, ayolah. Bagas hampir saja melupakan hal itu. Bagas kembali mendekat lalu menyamakan tingginya pada perut Chelsea. Dia mengelus lembut perut Chelsea dan sesekali mengecupnya dengan sayang.

"Papa berangkat sekolah dulu ya sayang. Kamu dirumah jangan rewel sama mama"

Merasa kegelian, Chelsea pun menyingkirkan tangan Bagas dari perutnya. "Kenapa?"

"Geli tau" Bagas terkekeh mendengarnya.

"Tapi dia senang saat aku menyentuhnya. Buktinya dia bergerak"

"Iya, tapi justru aku yang kegelian saat dia bergerak"

"Udah sana cepat berangkat, nanti telat" Bagas menghembuskan nafas setengah kesal. Tadi istrinya itu yang melambatkan waktunya pergi ke sekolah. Tapi kenapa sekarang justru seakan mengusirnya untuk segera pergi ke sekolah.

Bagas berdiri dari jongkoknya lalu mengusap pelan puncak kepala Chelsea. "Baik-baik di rumah ya"

Chelsea tersenyum sembari menganggukkan kepala. "Kamu juga hati-hati berangkat sekolahnya. Ingat, belajar yang bener dan jangan genit sama cewek lain"

Bagas tersenyum mengangguk, lalu melangkah pergi menaiki angkutan itu.

***
Saat Chelsea melangkah memasuki rumah, tatapan tajam langsung ditujukan padanya.

"Kalau saja tidak ada dia di disini, mungkin Bagas tidak akan berubah sedrastis ini" ucap sinis papa mertuanya menyindirnya.

Chelsea tak mampu berkata dan hanya bisa tertunduk diam.

"Kenapa kau diam? Kami sedang berbicara padamu" kini mama mertuanya buka suara.

Chelsea mendonggakkan kepala menatap mereka semua.

"Apa yang tadi telah kau katakan pada Bagas di depan?"

"S-saya hanya memberi nasihat tidak lebih" ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Mereka masih tak percaya dengan apa yang Chelsea katakan.

"Kau ya-"

"CUKUP!" bentak lelaki paruh baya itu ketika suasana sudah tak lagi kondusif.

"Sudah cukup kalian menyudutkan Chelsea!"

Semua pun terdiam, jika sang 'Adytama' telah angkat bicara artinya semua takkan bisa lagi untuk berkutit.

Tbc.
.
.
.
.
Untuk saat ini sampai disini dulu ya, guys. Kapan-kapan next lagi :)

Ligatus [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang