//Tatapan Sendu//

258 10 0
                                    

Ketika Ira telah sampai di sebuah kontrakan kecil sederhana itu. Pertama kali yang dilihat adalah menantunya, Chelsea. Suatu pemandangan yang sangat menyentuh hati takala menantunya itu menimang seorang bayi yang terlelap dalam gendongannya.

"Cucuku" batinnya dalam hati.

Jatungnya tiba-tiba berdegup dua kali lebih kencang dari biasanya. "Berarti, adik yang dimaksud Raka itu... Cucuku? Anak dari dari Bagas? Ya Allah, bahkan saat mereka telah memiliki anak aku tidak tahu"
rasa bersalah itu kembali menjalar di hatinya.

Tok!tok!

"Assalamualaikum!" salamnya dengan nada pelan, takut membuat bayi itu terbangun dari tidurnya.

"Waalaikumsalam" jawab Chelsea membalikkan tubuhnya menoleh ke arah pintu.

Dia terkejut dengan seorang tamu yang datang saat ini. "M-mama" gumamnya lirih.

"Apakah saya boleh masuk?" pertanyaan beliau membuat dia gelagapan.

"S-silahkan masuk!" dia mempersilahkan mertuanya itu masuk dan duduk di kursi kayu yang sedikit rapuh.

Ira menelusuri tiap sudut ruangan kontrakan itu. Hatinya kembali sesak saat mengetahui tempat tinggal inilah yang putranya serta menantunya itu kini tinggali. Dan yang membuatnya kembali sesak saat kontrakan tak layak pakai ini juga menjadi tempat tinggal cucunya yang masih bayi.

Oeek, oeek, oeek..

Bayi yang baru saja menutup mata, kini terbangun kembali. Memang, sejak tadi Arka ini sangat rewel. Bahkan Chelsea sepertinya kewalahan menghadapi Arka yang tak henti-hentinya menangis.

"Maafkan saya, sedari tadi dia memang agak rewel" ucap Chelsea tak enak hati pada mertuanya.

Ira menatap bayi itu yang tak berhenti menangis. "Bolehkah mama mengendongnya?"

Chelsea terkejut seketika. Dia tidak salah dengar, bukan? Apa ini mimpi? Mertuanya ingin mengendong putranya. Dalam hati dia tersenyum senang.

Chelsea menganggukkan kepala dan memberikan bayinya itu pada ibu mertuanya. Ajaibnya, anaknya itu seketika diam dan berhenti menangis ketika berada dalam gendongan sang mertua.

Ira tersenyum menatap bayi mungil tampan dalam gendongannya. Dari mulai mata, hidung, bibir, alis semua mirip Bagas. Hanya warna kulit yang condong mirip ke Chelsea.

"Siapa namanya?" tanya beliau tanpa menoleh ke arah menantunya.

"Arka" jawab Chelsea dengan pelan.

"Arka, ini Oma" Ira coba mengajak bicara sang cucu.

Chelsea yang melihat itu terharu, bahkan dia sampai menitikkan air mata.  Jika dulu dia mengingat betapa kejamnya mertuanya pada dirinya serta anak yang dikandungnya. Kini, keadaan seolah berbeda dengan yang dulu. Justru kini, Ibu mertuanya itu terlihat sangat menyayangi putranya. 

Ira menoleh ke arah Chelsea. "Dimana Bagas?"

"Bagas sedang bekerja. Sebentar lagi dia akan pulang" jawab Chelsea yang sedari tadi masih berdiri.

Ira yang menatap Chelsea berdiri bak patung itu, kini angkat bicara. "Kenapa kau berdiri terus disitu?"

Chelsea gelagapan dengan pertanyaan itu. Dia menggaruk pelipisnya tak gatal. "Emm, saya akan buatkan minum terlebih dahulu!" ucap Chelsea mengalihkan pembicaraan.

"Nanti saja, saya belum haus. Kemarilah! Duduklah di samping saya!" pinta Ira sembari menepuk kursi yang kosong disebelahnya.

Jika mengingat dulu Ira sangat anti pati duduk bersama menantunya. Kini, justru dengan sukarela dia menyuruh menantunya untuk duduk disampingnya.

Saat Chelsea kini telah duduk di samping beliau. Hening tercipta sesaat diantara keduanya.

"Apakah selama ini kamu bahagia?" tanya Ira sembari menyentuh kedua tangan Chelsea.

Chelsea menganggukan kepala menjawab pertanyaan dari mertuanya itu. Tentu saja dia bahagia. Apalagi sekarang sudah ada Arka. Dimana rasa bahagianya kini berkali-kali lipat dia rasakan.

Ira tersenyum menanggapi. Dia menatap kembali kedua bola mata Chelsea. "Apakah dihatimu masih   terselip pintu maaf untuk saya?"

Sedetik, Chelsea terdiam dengan pertanyaan itu.

Ira melepaskan genggaman tangannya dari tangan Chelsea. "Tidak ada, ya. Seharusnya mama tidak terlalu berharap" ucapnya kini dengan nada lesu.

"B-bukan begitu, saya memaafkan anda" ucap Chelsea seadanya. Dia juga binggung harus mengatakan apalagi. Dia terlalu gugup berhadapan dengan sang ibu mertua.

"Tapi, mengapa tadi kamu diam? Kamu tidak ikhlas memaafkan saya?"

"B-bukan begitu, saya ikhlas. Hanya saja saya tadi binggung harus mengatakan apalagi. Karena menurut saya anda tidak punya kesalahan yang besar terhadap saya. Jadi saya telah melupakan semua kejadian itu" 

Ira menatap sendu kedua manik mata Chelsea. Dia tidak menyangka menantunya ini akan sebaik ini setelah apa yang dulu telah Ia dilakukan pada Chelsea. Bahkan Chelsea justru telah melupakan semua kejadian kelam di masa lalu. Sungguh, rasanya dia tak pantas lagi untuk dimaafkan.

"Terimakasih, hikss,,,, terima kasih sudah memaafkan mama. Mama merasa tidak pantas mendapat maaf dari kamu" air mata yang sedari tadi dibendungnya kini telah meluncur bebas mengalir di pipi.

Chelsea yang tadinya gugup berhadapan dengan ibu mertuanya, kini justru dibuat panik dengan tangisan ibu mertuanya. "Ma!" dia memberanikan memanggil wanita paruh baya di sebelahnya dengan sebutan "Mama" selama ini dia sangat takut memanggil beliau dengan sebutan itu.

"Mama tidak boleh bicara seperti itu. Semua orang juga pernah salah, dan kita sebagai manusia harus bisa saling memaafkan" ujar Chelsea mengelus pelan pundak mamanya.

Ira menganggukkan kepala dan mengusap air mata yang membasahi pipinya. Chelsea mengalihkan tatapannya ke arah putranya yang sedang tertidur pulas di dalam gendongan ibu mertuanya.

"Dia tertidur"

"Iya" balas Chelsea sembari tersenyum melihat ke arah putranya.

"Yaudah, ma. Sini, aku akan pindahin dia tidur di dalam kamar" lalu akhirnya Ira pun memberikan cucunya itu pada Chelsea.

Kini Ira kembali sendiri lagi di ruang tamu itu.

"Assalamualaikum, sayang! Aku pulang!"

Mendengar suara itu, seketika tubuh Ira menegang. Bagas. Itu suara Bagas, putranya. Jatungnya kembali berdegup kencang mendengar suara yang diam-diam dirindukannya selama ini. Dia berdiri dari duduknya dan berjalan menemui Bagas.

Dia terpaku saat tubuh yang hanya dilihatnya dari belakang itu sedang duduk sembari melepas sepatunya.

"Kamu tau nggak, aku tadi dapat ayam goreng sama buah-buahan dari bos ku. Tapi sayangnya ayamnya hanya 1 nggak papa, ya. Nanti kamu aja yang makan ayamnya. Terus buahnya nanti juga jangan lupa dimakan! Agar ASI mu nanti lancar keluarnya. Tolong, bawa kantong ini ke dalam ya!"

Merasa tak ada respon dari istrinya. Dia pun bangkit dari duduknya dan membalikkan tubuhnya.

"Sa-"

Bagas terkejut bukan main. Dia pikir suara langkah kaki yang berjalan mendekatinya itu suara langkah kaki istrinya tapi justru melainkan itu suara langkah kaki seorang yang dirindukan selama ini.

Tatapan sendu terpancar diantara keduanya.

"M-mama" gumamnya dengan terbata.

Drap!

Spontan, Ira memeluk tubuh Bagas yang menegang.

Ligatus [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang