//Tersulut emosi//

206 6 0
                                    

"Kalau iya kenapa? Lo mau juga pacaran sama gua?" kali Marsha berujar dan itu membuat mata Rafli terbelalak kaget.

"Nih, cewek bener-bener ya" batin Rafli tidak habis pikir dengan mulut Marsha yang ceplas-ceplos.

Marsha menoleh sekilas ke arah Rafli, cowok itu memelototi dirinya tapi dihiraukan saja olehnya.

"Gua? Pacaran sama lo? Cih, ogah! Mending gua jomblo seumur hidup tinimbang pacaran sama cewek modelan kaya lo yang nggak ada anggun-anggunnya" ucap Gilang asal bicara.

"Gua juga ogah kali pacaran sama banci kaya lo!" sahut Marsha dengan nada penekanan.

"Sialan lo! Ngatain gua banci!"

"Kenapa? Nggak terima? Sini maju!" percayalah, kali ini Marsha benar-benar menantang Gilang adu gelut

"Cewek lo bar-bar. Nantangin gua dia" ujar Gilang pada Rafli yang saat itu menunjukkan raut wajah binggung.

"Lo yakin mau ngelawan Marsha?" bukan, bukan Rafli yang berbicara. Melainkan Bagas.

"Kenapa nggak yakin? Nggak peduli mau dia cowok atau ce-"

"Dia itu ratu karate, lang. Seperguruan sama si kulkas" yang Bagas maksud Ialah Rafli.

Mendengar itu, membuat Gilang tanpa sadar berjalan mundur ke belakang.

"R-ratu karate? Lo tau dari mana?" tanyanya dengan raut wajah mencoba berdamai dengan Marsha.

"Lo lupa kalau gua ini mantan 'KETOS' ? Gua taulah mana murid yang berprestasi kaya Marsha sama murid yang kerjaannya bolos kaya lo yang satu ini" sindir Bagas, membuat Gilang berdecak sebal.

"Ayo! Katanya mau lawan gua, ayo!" ucap Marsha yang saat ini mulai berjalan maju mendekati Gilang.

Gilang yang didekati Marsha kini wajahnya pucat basi, keringat bercucuran, bibir kelu dan mata yang menunjukkan rasa takut.

"Rafli tolongin gua! Ah, elah" rengek Gilang kini bersembunyi di balik badan Rafli untuk meminta pertolongan.

Rafli mendengus kesal. Kalau udah gini, baru minta tolong. Tadi tampangnya sok berani, sekarang mengkerut.

"Gua harus apa?" Rafli seolah pura-pura tak tahu dia harus apa.

"Bilangin ke dia raf, suruh damai"

"Ogah! Lo bilang aja sendiri! Kenapa harus gua? Kan Lo yang cari masalah, bukan gua"

"Rafli lo ko jahat sih?" kali ini dia menoleh ke arah Bagas.

"Gas, tolongin lah!" pinta Gilang dengan nada memohon. Tetapi Bagas hanya meliriknya sekilas tanpa mau menolongnya sekalipun.

Glek! Gilang menelan susah Salivanya saat wajah Marsha kini berada tepat di depannya. "Makanya kalau takut jangan cari masalah sama gua" bisik Marsha setelah gadis itu melepaskan kerah baju Gilang sedikit kasar.

"Maaf!" Marsha menoleh ke arah Gilang.

"Maafin gua!" ujar Gilang pada Marsha.

"Hmm" ucap Marsha bergumam tak jelas.

Rafli menoleh ke arah Bagas yang saat ini tengah asik memainkan ponselnya."Btw, lo ngajakin kita kesini ada apa, gas?"

Bagas yang diajak ngomong itu, menoleh ke arah Rafli. "Tapi sebelum gua jawab pertanyaan lo itu, gua mau tanya dulu. Emang bener lo sama dia jadian? Terus, kenapa dia bisa lo boncengin?"

Rafli memutar bola matanya. Ternyata tak ada bedanya antara Bagas dan Gilang. Keponya kebangetan"Enggak. Dia tadi nebeng gua karena nggak ada yang jemput, akhirnya dia memutuskan untuk nebeng sama gua"

Bagas menganggukan kepala. Sedangkan Marsha tak peduli apa yang mereka bicarakan.

"Jadi gini, nyokap gua besok kan ulang tahun, gua mau minta tolong ke kalian berdua buat temenin gua cari kado ya?" Bagas menoleh ke arah Gilang dan Rafli menunggu jawaban yang keluar dari mulut mereka.

"Kapan nih, kita akan pergi cari kado buat nyokap lo?" tanya Gilang terlihat antusias.

"Kalau bisa sih, sekarang"

"Berangkat!"

Rafli menoleh ke arah Marsha. "Lo mau ikut?" Marsha nampak berpikir-pikir.

"Yuk, ikut! Sebentar doang, kita hangout" akhirnya Marsha setuju dan mereka semua pun masuk ke dalam mobil Gilang.

Saat mobil Gilang akan bergerak melaju, Gilang sempat menoleh ke arah kursi belakang joknya. "Mobil gua ternodai orang-orang bucin"

"Nggak usah mulai" semprot Marsha pada Gilang.

"Hehe, santai. Canda gua" setelah berucap seperti itu, dia mulai melajukan mobilnya menuju tempat tujuan.

Suasana hening sejenak tercipta di dalam mobil itu. Hingga saat Marsha

"Bagas!"

"Ya" jawab Bagas tanpa menoleh ke arah Marsha.

"Kabar Chelsea gimana?" pertanyaan itu mampu membuat ketiga cowok itu terkejut. Terlebih Bagas. Bukan karena apa. Tapi, yang Bagas dan teman-temannya ketahui bahwa Marsha adalah salah satu sahabat terdekat Chelsea yang paling membenci Chelsea saat perempuan itu dinyatakan positif hamil di luar nikah dan dikeluarkan dari sekolah.

Bagas mengepalkan tangannya marah mengingat bahwa Marsha lah dulu yang pertama kali menjadi pemimpin aksi protes dalam mendukung Chelsea yang dikeluarkan dari sekolah.

"Buat apa lo tanya itu?" ucap Bagas menatapnya penuh amarah.

"Gas!"

Bagas menoleh ke arah Rafli yang berusaha menahannya agar tidak terpancing emosi.
"Lo diam! Ini urusan gua sama dia!" tunjuk Bagas ke arah Marsha.

Bagas menatap Marsha seolah mengintimidasi."Sekarang gua tanya sama lo! Chelsea tuh sahabat lo, dia baik sama lo, tapi lo begitu busuk sama dia! Emang hamilnya dia ngerugiin diri lo? HA? Lo malu punya teman kaya dia? HA? JAWAB PERTANYAAN GUA!

Marsha menangis mendengar bentakan dari Bagas. Bahkan Gilang sampai tak percaya bahwa Bagas mampu membuat Marsha menangis. Cewek yang dia pikir terlihat kuat, hebat itu bisa juga menangis.

"BAGAS! LO KETERLALUAN!" bentak Rafli kini angkat bicara.

"Kenapa? Lo nggak terima cewek lo ini gua bentak? Lo mau belain dia? Jangan lo pikir dia ratu karate di sekolah terus gua jadi takut, ya, sama dia. Kalau dia bukan cewek udah gua tonjok dia dar-"

"BAGASSSSSS!! LO- " Rafli yang seketika tersulut emosi mendadak meraih kerah baju Bagas dan hendak melayangkan pukulan ke arahnya.

"Guys! Please, jangan pada berantem! Ini gua jadi nggak konsen nyetirnya" ucap Gilang sembari fokus menyetir.

Rafli melepas kasar kerah baju Bagas. Dia menoleh sekilas ke arah Marsha yang terlihat mengusap air matanya.

"M-maaf Bagas, sebenernya gua nyesel udah jahat ke Chelsea"

"Baru nyadar lo? Kemarin-kemarin kemana aja?" sindir Bagas sinis.

Marsha semakin menundukkan wajahnya sembari menangis. "G-gua minta maaf" ucapnya yang masih sesegukan.

"Ngapain minta maaf ke gua? Minta maaf aja sono ke Chelsea"

Rafli yang tidak tega melihat Marsha menangis, memeluk tubuh Marsha ke dalam pelukannya. "Udah jangan nangis! Gua tahu lo udah bener-bener menyesal dan ingin minta maaf ke Chelsea. Ntar, gua antar ketemu Chelsea buat minta maaf. Udah ya, jangan nangis lagi!" ujarnya kini mengelap air mata Marsha yang mengalir di pipi.

Marsha menganggukkan kepala pelan. Sedangkan Bagas, cowok itu tidak peduli apa yang mereka bicarakan dan memilih fokus menatap jalan raya sembari mengatur nafasnya untuk bersikap sabar, dan tidak tersulut  emosi.
.
.
.
.
Gimana menurut kalian? Komen dibawah ya!

Ligatus [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang