//Pergulatan batin//

185 5 0
                                    

Hai, Readers!
Gimana? Gimana? Ada yang kangen sama kelanjutan cerita ini nggak?
Nungguin, nih, ya🤭
.
.
.
.
.
Cekidot, cuss aja,yuk, dibaca 👇👇

Dua lelaki itu tengah duduk berdua di salah satu resto yang sempat mereka pesan. Raut wajah keduanya saling beradu pandang. Namun bedanya, yang satu tidak bisa memendam rasa kecewa bercampur marah yang menjadi satu.

"Katakan padaku pa, bagaimana caranya berdamai dengan keadaan tanpa harus membenci kehidupan?"

Lelaki paruh baya itu menatap sendu sang putra.

"Bila ditanya apakah aku terluka? Iya aku sangat terluka. Tapi pantaskah aku menyimpan rasa benci itu pada adikku?"

Lagi-lagi beliau hanya terdiam dan sulit sekali untuk berucap.

melihat keterdiaman papanya seketika membuat Adit mengepalkan tangannya kuat. "JAWAB AKU PA! JANGAN HANYA DIAM SEPERTI SEORANG PENGECUT!"

"M-maafkan papa Adit!" ucapnya bernada sendu sembari menangkupkan tangannya.

"Minta maaf itu mudah pa, tapi apa yang sudah terjadi, mungkinkah bisa diperbaiki? Mental mama salah satunya. Pernah nggak, sih,papa berpikir sampai situ? Bagaimana sakitnya hati mama saat mengetahui kelakuan bejat papa? Ha? Bahkan papa juga yang membuat kebencian antara Aku dan Bagas"

"Adit! Papa akan me-"

"Tidak usah panjang lebar pa. Selamat papa sudah menjadi pemenang. Pemenang dalam menghancurkan mental seseorang!" tekan Adit lalu pergi dari hadapan beliau.

Beliau menatap punggung putra  sulungnya yang berjalan jauh hingga kini sudah tak terlihat kembali. Singkat cerita, tadi Adit menelfon dirinya dan mengajaknya ketemuan di salah satu resto guna memberitahu bahwa putra Bagas t'lah lahir ke dunia. Dia begitu haru dan senang ketika mendengar kelahiran dari cucunya itu. Namun di tengah obrolannya itu, Adit justru mengungkit kembali masalah yang terjadi kini.

***
Seusai bertemu dengan papanya, Adit juga berencana ingin bertemu dengan mamanya. Dia membelokkan mobilnya ke arah rumah orang tuanya. Ketika telah sampai di kediaman orang tuanya, Adit memakirkan mobilnya dan keluar dari mobil lalu menuju ke dalam rumah orang tuanya.

"Assalamualaikum, ma!"

"Waalaikumsalam, Adit!" jawab mamanya sumringah saat putranya itu tiba-tiba datang ke rumah.

"Tumben kesini ada apa? Terus juga kenapa Anissa sama Raka nggak diajak juga kesini?" pertanyaan beruntun itulah yang beliau lontarkan padanya.

Adit tersenyum simpul mendengar pertanyaan demi pertanyaan yang beliau lontarkan. "Ma! Adit kesini itu dadakan, jadi nggak sempat bilang ke Anissa kalau Adit mau kesini. Lagi pula Adit kesini cuma ingin main doang. Tiba-tiba kangen nih sama mama, pengen cerita-cerita gitu sama mama"

Raut Ira tiba-tiba berubah menatapnya. "Kamu nggak lagi berantem kan sama istri kamu?"

Adit tertawa renyah."Ya, enggak, lah. Mama nih, suudzon mulu"

"Oke baik, kamu mau cerita apa sama mama?"

Adit memayunkan bibirnya kesal. "Aku nggak ditawarin makan siang, nih, ma? Aku lapar lho, ma! Pengen makan masakan mama"

Ira menepuk pelan keningnya. "Hampir lupa. Yaudah, kalau gitu ayo kita ke meja makan dulu kita makan"

Adit duduk di meja makan itu sembari menatap banyaknya aneka makanan yang beraneka ragam.

"Segini cukup?" tanya mamanya ketika mengambilkan dia sepiring nasi.

"Cukup, ma"

"Oh, ya. Tadi, tuh, mama masak rendang, sup iga, tumis kangkung, sama yang terakhir pempek" ujarnya sembari membuka satu persatu menu masakan yang telah dimasaknya tadi.

Adit menyunggingkan senyum, ternyata mamanya masih suka masak makanan kesukaan Bagas yaitu pempek.

"Ayo di makan! Ko, malah ketawa"

"Kalau mama lagi nyiapin makanan kaya gini, Adit jadi ingat dulu waktu Adit pulang sekolah mama selalu nyiapin makanan untuk Adit"

Ira tersenyum sembari mengelus pundak sang anak.

"Ternyata waktu begitu cepat berlalu ya, ma"

Mamanya menganggukkan kepala."iya, waktu begitu cepat berlalu, bahkan sampai detik ini mama juga nggak nyangka kamu itu udah punya istri dan mama udah nimang cucu"

Adit mengambil satu pempek itu dengan  garpunya."Mama ingat nggak, dulu aku sering rebutan pempek ini sama Bagas?"

degh!

Ira seketika terdiam mendengar Adit menyebutkan nama Bagas. Dia meletakkan kembali sendok dan garpunya yang sempat Ia pegang. Kini, selera makannya tiba-tiba menurun saat putranya menyebutkan nama yang tidak ingin Ia dengar kembali.

"Bisa tidak kamu jangan menyebutkan nama itu lagi di depan mama"

Adit mengelus lembut pundak sang mama, mencoba memberikan ketenangan. "Ma!"

"Kamu tahu kan mama tidak suka nama itu terdengar kembali?"

"Tapi, ma. Dia itu tidak salah dalam permasalah ini"

Ira menatap tajam ke arah Adit. "Salah ataupun tidak bagi mama dia tetap salah!"

"Apa kesalahannya ma? Coba mama beritahu aku, apa kesalahannya? Apa karena dia lahir dari anak perempuan itu?"

Mamanya kini terdiam. Beliau bahkan tidak tahu kata apa yang pantas untuk menyebutkan kesalahan dari Bagas.

"Bahkan, andai kata dulu ketika lahir dia disuruh memilih. Mungkin dia juga tidak ingin dilahirkan ke dunia, ma, bila akan terjadi seperti ini"

Lagi-lagi Ira terdiam. Dia terlalu membenci kenyataan ini sampai-sampai kabut asap tebal begitu menyelimuti hati lembutnya.

"Aku tahu, mama kini hanya sedang diselimuti rasa kecewa atas sebuah kenyataan. Aku juga yakin dari dalam lubuk hati mama, mama masih sayang sama Bagas. Bahkan, rasa sayang mama ke Bagas jauh lebih dalam daripada rasa sayang mama ke aku"

"CUKUP!" bentak mama kini pada dirinya.

"CUKUP KAMU MENYEBUT NAMA DIA LAGI! CUKUP!"

Dalam hati Adit tersenyum simpul. Pergulatan batin mama sudah dimulai. Sedikit lagi, dengan begini dirinya bisa membuat mamanya dan Bagas bisa bersatu kembali.

"Aku sangat begitu yakin bila mama masih sayang sama Ba-"

"MAMA BILANG CUKUP ADIT!"

"sekarang kamu pergi dari sini. Pergi!" usir beliau pada putranya itu.

Adit tidak terkejut dengan pengusiran itu. Dia justru senang, karena ini bagian dari rencananya untuk membuat pergulatan batin mamanya yang mulai terkoyak-koyak.

"Mama mengusirku?"

Ira terdiam dengan nafas yang naik-turun.

"Baiklah, aku akan pergi ma. Terima kasih atas jamuan makan siangnya, ma" ucap Adit pergi meninggalkan rumah itu.

Ligatus [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang