Hari ini pelajaran kimia, suasana kelas seperti tak berpenghuni. Hanya suara dentingan jam yang terdengar serta suara seorang guru perempuan yang sedang menerangkan di depan sana.
"Jadi reaksi kimia adalah peristiwa perubahan kimia dari zat-zat yang bereaksi (reaktan) menjadi zat-zat hasil reaksi (produk)." bu Rini menerangkan sembari mengedarkan pandangan kepada muridnya yang menguap dan tidak fokus mendengarkan.
Pelajaran kimia ini membuat otak Bagas seakan ingin pecah. Matanya menatap papan tulis dengan tatapan kosong. Pikirnya terbang kesana-kemari. Tubuh di kelas, otak kemana-mana. Beberapa menit melamun, tubuh Bagas terlonjak saat sebuah spidol hitam menghantam kepalanya.
"Anjirrr!!!" umpatnya dengan nada keras sembari mengelus pelan kepalanya.
"Apa kamu bilang?!" bu Rini menatap Bagas dengan tajam dan itu berhasil membuat Bagas meneguk ludah.
Wanita paruh baya dengan kacamata bertengger di batang hidungnya benar-benar sangat menyeramkan.
"Kamu bilang apa tadi, Bagas?!" tanya bu Rini, sekali lagi.
"E-enggak, nggak bilang apa-apa, bu"
"Kamu melamun 'kan?" tanya guru itu lagi.
Bagas menggeleng. "Enggak, bu Rini. Suerr!!" jawabnya sembari mengangkat kedua jarinya.
"Kalau enggak, coba kamu ulangi apa yang saya katakan tadi?!" titah bu Rini, tegas.
Sedetik Bagas diam, karena sedari tadi dia memang tidak mengerti apa yang diajarkan oleh gurunya itu.
"Nah, diam kan. Tidak bisa menjawab. Bagas! Sekarang kamu lari keliling lapangan 30 putaran tanpa berhenti! Laksanakan sekarang! Tidak boleh masuk kelas sampai jam istirahat!"
"Haha, mampus lo!" ejek Rafli.
"Haha, mampus! Makan tuh hukuman" sambung Gilang.
Bagas menatap kedua temannya dengan tajam. "Awas aja lo berdua!" batinnya dalam hati.
"Tunggu apalagi Bagas? Ayo, cepat laksanakan perintah saya!"
Bagas lantas segera berlari keluar ruangan, dan menyelesaikan hukumannya.
***
Di dalam mobil suasana hening tercipta diantara pasangan suami-istri itu."Ma!" seorang yang dipanggil itu menoleh.
"Kejadian semua ini memang salahku. Tapi, aku mohon padamu jangan libatkan Bagas juga dalam permasalahan ini. Jika kamu membenciku, bencilah aku. Jangan Bagas juga ikut kamu benci. Dia disini juga korban atas permasalahan ini" ucapnya lirih.
"Bisa tidak jangan bahas soal itu?" kini aura dari Ira berubah menjadi sangat menyeramkan.
"Aku hanya memberi nasehat agar kamu dan Bagas bisa sama seperti dulu lagi. Saat kamu menyayanginya seperti anakmu sendiri"
"AKU TIDAK INGIN MENDENGAR NAMA BAGAS DISEBUT!" ucap Ira dengan nada tinggi.
Angga yang disebelahnya tidak bisa berbuat lebih dan dengan pasrah dia harus mengalah pada sang istri.
"Baiklah ma, aku tidak akan membahasnya lagi. Aku juga tidak memaksamu menerima nasehatku. Untuk sekarang kamu bisa tenangin dirimu dulu"
***
Pulang sekolah ini Bagas dihadang oleh dua cewek yang membuat dirinya harus istighfar 40 kali."Ya Tuhan, ujian apa lagi ini" batinnya dalam hati.
"Hai, Bagas!" sapa cewek itu menyapanya.
"Hai, sayang!" sapa cewek satunya lagi kini bergelayut manja di lengan Bagas.
Dua cewek ini berhasil membuat kepala Bagas serasa seperti nyut-nyutan. Beberapa kali Bagas memijit pelan dahinya, pusing. Apalagi, ditambah satu lagi cewek yang bergelayut manja di lengannya membuatnya merasa risih dan jijik.
"Please, Reinka jangan kaya gini" ucap Bagas sembari melepas pelan tangan Reinka dari lengannya.
"Lho, kenapa? Aku ini kan pacar kamu. Ingat! Kita ini belum putus, sayang" protes Reinka.
"Lo jadi cewek ganjen banget sih! Sadar diri! Bagas itu nggak suka sama lo" ujar Shinta sembari melipat tangannya di dada.
"Heh, tutup panci. Diam lo! Lagian kenapa sih, lo itu ikut-ikutan nyamperin pacar gua. Mending lo pergi aja deh! Merusak hubungan orang yang sudah bahagia aja, ya 'kan sayang?"
"Heh, asal lo tau ya, gua ini sahabat Bagas sejak kecil. Wajar dong kalau gua nyamperin dia buat nyapa"
"Dasar cewek sialan!" Reinka yang geram akhirnya menyerang Shinta secara tiba-tiba.
Keduanya pun terlibat jambak-jambakan dan itu membuat Bagas akhirnya melerai diantara keduanya.
"WOYYY!!!STOP!!!" teriak Bagas, hingga membuat keduanya saling melepaskan diri.
"Kalau mau jambak-jambakan jangan di depan gua. Sono di lapangan aja, luas!" tekan Bagas sembari melihat wajah keduanya secara bergantian.
"Reinka dengerin gua! Mulai hari ini gua tekanin ke lo, bahwa diantara lo dan gua sekarang udah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Kita putus!"
Reinka membulatkan matanya terkejut."Ta-"
Bagas mengangkat jarinya, mengisyaratkan agar perempuan itu berhenti berprotes.
"Mampus, lo!" ejek Shinta.
Bagas melirik ke arah Shinta."Oh, ya. Dan untuk lo Shinta. Please, jangan ganggu-ganggu gua dan memanipulasi nyokap gua buat ngedeketin lo"
Setelah berkata seperti itu, Bagas segera pergi meninggalkan keduanya sembari berkata. "Kalau kalian berdua butuh tumpangan, tuh ada dua kucrut yang siap nganterin lo berdua pulang" dua kucrut yang dimaksud Bagas tak lain adalah sahabatnya yaitu Gilang dan Rafli.
Gilang dan Rafli saling menatap satu sama lain. "Kampret!! Sialan si Bagas" guman keduanya dalam hati.
Reinka dan Shinta menoleh ke arah Gilang dan Rafli.
"E,eeh. Gua baru ingat hari ini gua ada acara keluarga. Sorry banget, gua nggak bisa nganterin lo pada. Gua cabut dulu. Bye!" ucap Rafli segera cabut pergi menyelamatkan diri.
"Sial! Si Rafli, bisa-bisanya dia ninggalin gua sendiri disini" batin Gilang sebal.
Gilang yang merasa terjebak di situasi ini melihat Cindai yang kebetulan lewat membuat Gilang memiliki ide untuk mengajaknya pulang bersama.
"Sorry banget, gua nggak bisa nganterin kalian berdua, gua hari ini ada janji sama Cindai buat ngedate" ucap Gilang segera berlari ke arah Cindai dan menarik tangan gadis itu untuk berjalan sedikit cepat.
"Lo apa-apaan sih?! Main tarik-tarik aja" Cindai berusaha keras melepas pergelangan tangannya dari Gilang.
"Stttt,, diam! Hari ini gua akan anter lo pulang ke rumah"
Cindai melirik ke arah Gilang dengan mengerut."Tumben? Kesambet apa lo sampai pengen nganterin gua pulang"
Gilang berdesis."Nggak usah G-R! Gua mau nganterin lo pulang itu karena gua mau ngehindar dari cewek ribet kaya Reinka dan Shinta itu"
Cindai terkekeh."Bukannya lo dulu pernah naksir sama Shinta?"
"Dulu, sekarang enggak. Dia lama-lama centil banget kek Reinka" jawabnya sembari memutar bola matanya.
"Centil-centil gitu juga lo suka dulu" tawa Cindai menggelegar itu membuat Gilang menatap gadis itu dengan tersenyum simpul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ligatus [ SUDAH TERBIT ]
RandomSinopsis Seperti apa rasanya dibenci oleh seorang Ibu? Di permainkan oleh keadaan, dan berusaha bangkit dari sebuah keterpurukan? Menyakitkan bukan? Itulah yang kini dirasakan oleh seorang pemuda bernama Bagas. Pemuda yang hidup tumbuh dalam tekanan...