//Mencari Kebenaran//

143 8 1
                                    

Saat ini, Ira sedang berada di perjalanan menuju rumah Tere. Ibunda dari Chelsea menantunya itu. Selain dia tidak bisa tidur karena selalu bermimpi ditemui ayah mertuanya yang menyuruhnya untuk memaafkan Bagas. Disamping itu, dia juga terus teringat dengan perkataan Raka yang menyebut bahwa bocah cilik itu memiliki adik. Adik siapa yang dimaksud ini? Dia harus mencari tahu semuanya.

"Hari ini aku harus tau kebenarannya!" batinnya, ketika dirinya kini telah sampai di rumah besan.

Sebelum Ira mulai mengetuk pintu itu, sang pemilik rumah telah lebih dulu membukakan pintu itu. "Ada apa anda kemari?"

Ira terdiam takala melihat Tere yang bertengger di depan pintu dengan tangan yang melipat di dada.

"Saya ingin bicara sama kamu. Bolehkah saya masuk?"

Cukup lama Tere terdiam, hingga akhirnya dia pun mengizinkan besannya itu untuk masuk ke dalam rumahnya.

Hening tercipta diantara keduanya. Ira yang terlalu ragu untuk memulai percakapan. Sedangkan Tere, perempuan itu sedari tadi menatap sinis dirinya seakan menambah kesan horor di dalam ruang tamu tersebut.

"Cepatlah bicara sebelum saya mengusir anda dari sini!" ucap Tere dengan nada sinis.

Ira meremas kedua tangannya. Dia binggung harus memulai percakapan dari mana. "Sebelumnya saya minta maaf kedatangan saya kesini sudah menganggu waktu anda"

"Saya tidak suka basa-basi, intinya saja!" sahut Tere dengan nada dingin.

Ira meneguk ludah susah mendengar perkataan Tere. Bila dulu dia sangat berani di depan Tere, kini dia beringsut takut di depan Tere.

"Saya ingin bertemu dengan Chelsea!"

Rahang Tere tiba-tiba mengeras ketika wanita di depannya itu berkeinginan menemui putrinya. "Untuk apa menemui putri saya?"

"Saya hanya ingin bertanya tentang dimana keberadaan putra saya, Bagas" jawab Ira

Tere tersenyum mengejek ke arah Ira.
"Putra kamu bilang? Setelah kamu mengusirnya. Kamu bilang dia putramu? KEMANA SAJA KAMU KEMARIN? KENAPA BARU SEKARANG KAMU MENCARINYA?" sungguh, kali ini emosi Tere tidak bisa terkontrol lagi.

Ira mengepalkan tangannya kuat. "DENGAR BAIK-BAIK! SAYA TIDAK PERNAH MENGUSIRNYA! DIA YANG MEMILIH PERGI SENDIRI DARI RUMAH!"

Keduanya terdiam. Nafas kedua wanita itu naik-turun setelah sama-sama mengeluarkan emosi dan berteriak satu sama lain.

"Dengar! Jangan kamu pikir saya tidak tahu semuanya. Saya sudah tahu semuanya. Dan saya juga tahu alasan dibalik kamu membenci Bagas itu karena apa. Karena dia bukan putra kandung kamu kan? Melainkan dia itu putra kandung mendiang adik iparmu yaitu Nada" cetus Tere dengan penekanan.

Ira menegang seketika saat wanita di depannya itu telah mengetahui semuanya.

"Diam! Kamu itu tidak tau apa-apa tentang keluarga saya!" balas Ira dengan sengit.

Tere tersenyum menyeringai. "Oh, iya? Lalu, apa alasan kamu membenci Bagas? Apa karena dia anak hasil dari  perselingkuhan antara suamimu dan sahabatku Nada? Upss!! Haha, jangan pikir saya tidak tahu semuanya Ira. Saya tahu semuanya. Termasuk juga permainan licikmu itu"

Plak!

Tamparan keras melayang di pipi kanan Tere. "Jaga bicaramu!" desis Ira mencengkeram kuat dagu Tere.

Tere menepis kasar tangan Ira. "Kau perempuan iblis Ira. Tega sekali kau membenci seorang anak hanya karena keegoisan dirimu"

Ira memalingkan wajahnya dan terdiam cukup lama. Sebenarnya apa yang telah diucapkan Tere memang ada benarnya.

"Tolong! Biarkan Bagas bahagia bersama putriku. Jangan kamu mengusik kebahagiaan mereka lagi! Saya mohon padamu Ira! Jangan ganggu kebahagiaan mereka lagi!" Tere menangkupkan kedua tangannya memohon pada sang besan untuk berhenti mengusik kebahagiaan putri serta menantunya.

Ira menoleh ke arah Tere. "Jika kamu menginginkan saya untuk berhenti mengusik kebahagiaan mereka. Tolong! Sekarang kamu beritahu saya dimana mereka!"

Kilatan amarah terlihat kembali di mata Tere. "Untuk apa kamu bertanya keberadaan mereka? Untuk apa Ira?"

"AKU HANYA INGIN MINTA MAAF! MINTA MAAF PADA MEREKA!"

"Hiks,,, saya mohon, beritahu saya dimana mereka! Saya mohon Tere! Hiks,," tangisnya kini sembari bersimpuh di hadapan Tere. Dia bahkan tidak peduli dengan kedudukannya saat ini, yang terpenting untuk dia saat ini yaitu dia bisa bertemu dengan Bagas kembali.

Tere yang melihat ketulusan hati Ira akhirnya memegang kedua bahu Ira untuk berdiri.

"Andai kamu tahu Tere. Tiap malam saya tidak bisa tidur hanya karena selalu dihantui rasa bersalah, dan Papa..." Ira tidak bisa melanjutkan ucapannya karena tangis sesegukannya.

Tere menganggukkan kepala. Dia merengkuh tubuh Ira dalam pelukannya. "Saya tahu, saya tahu apa yang kamu rasakan saat ini. Maafkan saya!" ucap Tere yang berada dalam pelukannya.

"Saya akan beritahu kamu dimana alamat tempat tinggal Bagas saat ini" ucap Tere lalu menyobek kertas yang berisi tulisan alamat tempat tinggal Bagas saat ini.

Senyum Ira mengembang. "Terimakasih, Terima kasih banyak Tere!" tak henti-hentinya dia mengucapkan terima kasih sebelum Ia pamit pergi meninggalkan rumah itu.

Saat Ira akan memasuki mobilnya. Tere kembali memanggilnya. "Ira!" Ira menoleh kembali ke arah Tere.

"Salamkan salam rinduku pada putriku!" Ira menganggukkan kepala tersenyum penuh arti.

Ira berharap semoga saja ketika dirinya datang Bagas mau memaafkannya. Rasanya dia tak pantas menerima maaf dari Bagas karena sudah terlalu jahat pada putranya itu.

Ligatus [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang