"Bagas, papa bisa jelasin semuanya" ucap papanya sembari menahan sakit akibat pukulan yang di berikan oleh kakeknya.
Bagas terdiam dan tak ingin berucap sedikitpun. Dia butuh waktu untuk mengerti akan semua ini.
Dia pergi keluar dari rumah itu dengan perasaan campur aduk.
"Bagas!!!!"
"Kau mau kemana Bagas?" panggil kakeknya saat melihat cucunya itu pergi tanpa sepatah katapun.
Adit tersenyum sinis ke arah papanya. "Lihat sendiri kan, bahkan anak kesayangan papa itu juga pergi meninggalkan rumah"
Papanya tertunduk, sembari memegangi perutnya yang sakit.
"Papa kecewa sama kamu Angga" ucapnya lalu pergi meninggalkan anaknya yang sedang menahan sakit akibat pukulan itu.
***
Sedari tadi tujuan Bagas itu hanyalah satu. Dia ingin mencari tau keberadaan mamanya. Dia mencoba untuk menelfon sang mama, tapi sayangnya ponsel sang mama tidak aktif. Dia binggung harus mencari kemana lagi."Ya, Tuhan. Kemana lagi aku harus mencari" batinnya sembari mengacak kasar rambutnya frustasi.
Seakan ingin menyerah, akhirnya dia mencoba untuk mencari keberadaan mamanya di apartemen.
Sekitar perjalanan hampir 1 jam, akhirnya Bagas sampai di apartemen itu, dia sedikit menghela nafas sebelum akhirnya memberanikan diri untuk mengetuk pintu apartemen itu.
Tok!tok!tok!
Dia mencoba mengetuk pintu itu dengan sedikit keras, karena bila dia membuka suara untuk memanggil, dia yakin mamanya tidak akan membukakan pintu untuknya.
Setelah pintu dibuka, dan benar saja mamanya memang di apartemen ini.
"Ma, Bagas mohon ma, mama jangan tutup pintunya" ucap Bagas sembari menahan pintu itu yang hendak ditutup.
"Pergi! Kamu bukan anak saya! Pergi!" usir sang mama sembari mendorong-dorong tubuh Bagas.
"Mama aku mohon ma, untuk kali ini saja aku mohon beri aku waktu untuk bicara"
"Pergilah Bagas! Kamu itu bukan anak saya! Kamu itu anak dari wanita yang telah merebut kebahagiaan saya!"
Setelah melalui banyak perdebatan itu, akhirnya sang mama mengizinkan dirinya untuk masuk.
"Untuk apa kamu harus repot-repot mencari saya, saya itu bukan mama kamu" ucapan itu membuat hati Bagas merasa sakit.
Meskipun dia tau bahwa dia ini bukan anak kandung dari mamanya. Tapi Bagas sudah menganggap mamanya ini sebagai mama yang terbaik untuknya.
"Tujuan Bagas kesini, Bagas ingin mama pulang ke rumah"
Mamanya tertawa hambar. "Haha, pulang? Untuk apa saya pulang? Apa yang saya harapkan ketika saya pulang? Maaf, saya tidak bisa pulang dan kembali lagi dengan lelaki yang membuat saya sakit hati"
"Pulanglah ma, setidaknya untuk kak Adit dan kakek" pinta Bagas dengan nada memohon.
Mamanya terdiam, dia pergi dari rumah karena egonya. Bahkan dia melupakan anak sulungnya yaitu Adit.
"Setelah mama pulang Bagas janji tidak akan mengusik kebahagiaan kalian"
Mamanya melirik sekilas ke arahnya. "Asal kamu tau Bagas. Kamu sudah merebut semuanya dari saya. Bahkan saya menyesal karena telah menyayangimu melebihi putraku sendiri yaitu Adit. Andaikan dari dulu saya tau bahwa kamu bukan putra kandung saya. Saya tidak akan memberikan kasih sayang yang lebih pada kamu"
Dengan amarah yang memuncak, dia mengambil gunting yang hendak ditancapkannya ke arah Bagas.
"Saya benci sama kamu! Lebih baik kamu mati!" ucapnya sembari mengangkat gunting itu ke arah Bagas.
Bagas yang melihat itu hanya bisa pasrah. "Jika nyawa dibayar dengan nyawa, aku siap untuk mati ma"
Bagas sempat memejamkan matanya. Bila hari ini dia akan mati, setidaknya dia mati dengan rasa bahagia karena kebencian mamanya pada dirinya sudah terbayar dengan lunas.
"Hikss, hikss, hikss,,,," tangis mamanya tiba-tiba pecah ketika dia tidak jadi membunuh Bagas. Dan dia telah menjatuhkan gunting itu.
Bagas merengkuh tubuh mamanya. Mencoba untuk menenangkan sang mama.
"Maafkan aku ma, maafkan aku" ucap Bagas yang ikut menangis.
"Hikss, anakku meninggal itu karena papamu. Hiks,, kamu dan ibumu telah merenggut kebahagianku. K-kalian jahat,,, hikss"
"Aku berjanji ma, setelah ini Bagas tidak akan menganggu kehidupan kalian, tidak akan menganggu kebahagiaan kalian"
Mamanya menoleh ke arah dirinya.
"Bagas mohon mama pulang ya!"
Mamanya terdiam dan mencoba memikirkan hal itu.
"Mau ya, ma"
Setelah melalui banyak pertimbangan itu, akhirnya mamanya bersedia untuk pulang.
"Apa saya bisa pegang janji kamu?"
Bagas menganggukkan kepala. "Iya, mama bisa pegang janjiku"
"Baiklah kalau begitu. Saya bersedia untuk pulang"
Dalam hati Bagas mengucap puji syukur, akhirnya dirinya bisa membujuk sang mama untuk kembali pulang.
Tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ligatus [ SUDAH TERBIT ]
AcakSinopsis Seperti apa rasanya dibenci oleh seorang Ibu? Di permainkan oleh keadaan, dan berusaha bangkit dari sebuah keterpurukan? Menyakitkan bukan? Itulah yang kini dirasakan oleh seorang pemuda bernama Bagas. Pemuda yang hidup tumbuh dalam tekanan...