Lody mengedarkan pandangannya di sekeliling tempat kursusnya. Ia menghela nafasnya yang berat, menggaruk lehernya dan meninggalkan bekas kemerahan di sana.
"Katanya pulang...ah aku akan pergi jajan saja..." cicitnya sambil beranjak dari tempatnya berdiri.
Lody memasuki sebuah mini market, cukup ramai saat itu. Kelas kedua telah selesai dan kelas ketiga di tempat kursus itu akan segera dimulai, jadi tak heran mini market itu ramai. Lody berjalan gontai, ia lelah tetapi lebih dari itu ia rindu dengan Don.
Lody mengambil kripik kentang dengan bumbu sapi panggang, sekaleng cola, sekotak susu dan tentu saja sandwich tuna kegemarannya. Setelah ia mendapatkan tempat duduk, ia meluruskan tangannya di atas meja disusul dengan kepalanya dan diakhiri dengan hembusan nafas.
Ia rindu. Beberapa hari ini ia tak bertemu dengan Don, berbalas pesan singkat pun tidak. Ia ingin menangis tetapi ia mencoba untuk tidak kekanak-kanakan, ia harus memahami bahwa Don bukan pengangguran yang bisa berada di rumah atau berlibur sesuka hati.
Ia membuka bungkus sandwich tuna, menggigitnya lalu disusul dengan keripik kentang. Ia mengunyahnya bersama-sama. Sesekali ia membalas sapaan dari teman satu kelasnya, beberapa kali menolak ajakan pulang bersama.
Matanya menatap nanar saat sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depan mini market, hatinya memanas. Ia berhenti mengunyah kudapan dalam mulutnya. Tubuhnya tiba-tiba menjadi kaku dan air mata berkumpul di bola matanya.
Don datang.
. . .
Don mengamati perempuan kecilnya termangu di balik kaca mini market, wajah mungilnya dilipat hampir seperti origami. Ia meletakkan kepalanya di meja, mengetuk kaleng cola lalu kembali termangu.
"Lihat wajahnya seperti origami burung yang kusut..." ucap Don yang kemudian disambut tawa Paman Song.
"Coba Tuan keluar, maka burung itu akan terbang"
Don membuka pintu mobilnya setelah merapikan rambutnya sedikit. Ia melihat mata perempuan itu menangkapnya, Don tersenyum dan perempuan itu menangis.
Don berlari kecil memasuki mini market, meraih tas punggung perempuan itu dan menggenggam tangan kecilnya.
"Kita pulang?" tanya Don lalu dibalas dengan anggukan sang perempuan.
Sampai di dalam mobil tangis perempuan itu meledak. Ia berkata apapun yang ia inginkan. Memaki Don karena tak kunjung pulang, menggerutu karena rindu. Air matanya mengalir deras membasahi baju kursusnya.
Don mengangkatnya dan mendudukannya di pangkuan. Menyeka air mata Lody dari pipinya.
"Kau kesal padaku?" tanya Don ringan.
Tidak ada jawaban dari Lody, ia hanya bersembunyi pada celah leher Don, menangis sejadinya.
"Maaf hm? Aku sudah pulang...nanti malam kita akan bakar marshmellow dan minum coklat panas. Kubawakan egg tart dari kantor..." bisik Don sembari mengusap punggung sang perempuan.
Perlahan tangisan Lody mereda. Diredakan oleh kecupan-kecupan kecil pada bahunya yang berguncang karena menangis. Kedua tangannya mengait kencang pada leher Don, tak ingin lepas lagi.
Rindu berhari-hari itu harus dibalaskan.
Mobil mereka melewati gerbang rumah dan terus memasuki garasi. Lody tidak ingin melepaskan pelukannya, Don mengerti bahwa malaikat kecilnya sedang merajuk. Hampir seperti singa betina yang kelaparan, sedikit saja senggolan Lody akan mengamuk.