8

50K 738 1
                                    

"Bagaimana teman-teman di kursus biolamu? Apa semua baik?" ucap Don setelah menyesap coklat hangatnya dalam cangkir dengan ornamen bunga mawar, lebih seperti tanah liat asal-asalan saja. Cangkir buatan Lody, jadi menurut Don cangkir itu adalah terbaik.

"Mereka baik, temanku Margaret akan pergi ke pertunjukan minggu depan, aku yakin dia pasti cantik sekali" cicit Lody.

"Tidak ada yang lebih cantik dibanding dirimu..."

Don mendekap bahu Lody serapat mungkin dengannya, malam natal tahun ini ia tidak pergi kemana-mana. Menghabiskan waktu dengan membuat ginger cookies yang berujung gosong, memasak kalkun yang untung saja bisa diselamatkan karena Lody salah menuang garam yang dikira gula dan sekarang menikmati Home Alone berdua.

Tangan Don menelusup ke dalam sweater milik perempuan kecil itu, mengusap kulit pucat Lody dengan ibu jarinya dan disambut dengan senyuman. Lody selalu menikmati sentuhan-sentuhan kecil yang diberikan oleh Don, menyuapi afeksinya dan perhatiannya.

Lody menegakkan tubuhnya merapatkan selimut yang membungkus kakinya, memperlihatkan sepasang kaus kaki tebal berwarna coklat muda dan tua.

"Kenapa aku harus selalu pakai kaus kaki?" ujar Lody menghentikan kegiatan Don mengendus punggungnya.

"Karena aku suka..."

"Dan tidak ada yang boleh melihat tumitmu, itu punyaku jangan ada yang melihat" imbuh Don.

Don melepas pengait bra milik Lody, dalam hati ia memaki kenapa Lody menggunakan sweater tebal hingga tidak mungkin ia melepaskan bra itu dari tubuh perempuannya.

"Tapi Paman dan Bibi melihatnya...bagaimana?" Lody memutar tubunya menatap Don dengan seksama.

"Daddy sudah melepasnya?! Aku masih ingin nonton!" Lody menggerutu.

"Hanya melepasnya tidak aku apa-apakan..." ucap Don sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Hmmm Paman dan Bibi itu pengecualian, mereka boleh melihat tumitmu. Bibi juga boleh melihatmu telanjang karena aku tahu kau malas mandi sendirian sehingga Bibi sering mengadu kalau ia harus memandikanmu" imbuh Don sambil mengecup ujung jari Lody.

Lody tertawa, sederetan gigi yang rapi seperti biji-biji mentimun terlihat. Pipinya bersemu merah entah karena blush on atau dari suhu perapian. Lody menghadiahkan sebuah kecupan di bibir untuk Don, mengusap pipinya lalu kembali merebahkan dirinya di lengan Don.

Don mengecupi puncak kepala Lody beberapa kali yang kemudian turun ke leher dan berakhir di tenguknya. Ia mendekap erat perempuan kecilnya, tak ingin membaginya pada siapapun meskipun pada layar televisi di depannya.

Beberapa tahun lalu Lody merayakan malam natalnya sendirian. Hanya ditemani oleh Paman Song dan Bibi Lee, makan malam dengan potongan kalkun panggang, salad sayur dan kentang goreng. Don membelikan wine untuknya tetapi ternyata ia tidak suka.

Saat itu Don berada di kantornya, berada di ruangannya yang sepi. Ia sengaja tak pulang ke rumah, tak ingin mengganggu Lody merayakan natal pertamanya di rumah. Lebih dari itu ia tak sanggup melihat Lody harus menahan sakit di tulang pipinya.

Lody mengalami perundungan di sekolahnya. Beberapa teman menganggunya, mengatainya dengan ucapan tidak sopan hingga membawa nama Don yang disebut sebagai pria hidung belang. Kejadian itu berulangkali terjadi, hingga seseorang mendorong Lody saat di tangga yang menyebabkan malaikat kecilnya terjerembab dan membuat tulang pipinya membiru.

Don datang ke sekolah dengan kemarahan yang sangat hebat saat itu. Di halaman sekolah Paman Song menantinya, jujur saja Don bisa membakar sekolah itu jika ia tak dijaga. Ia bergegas ke ruang kepala sekolah dimana pertemuan walimurid berlangsung.

Di sudut lorong ia melihat Lody sedang memeluk Bibi Lee, menangis menyembunyikan wajahnya rapat-rapat. Don menghampirinya, menarik lengannya dengan keras dan Don melihat lukanya. Perempuannya menangis tertahan,

"Sakit..." Lody mencicit.

Don hanya memeluknya erat dan meminta Bibi Song kembali ke rumah bersama Lody.

Hampir dua jam pertemuan itu berlangsung, Don mengamuk. Ia menggebrak meja dan menuntut semua anak yang merundung malaikatnya dibawa ke jalur hukum. Pihak sekolah tak bisa berkata apapun, sementara walimurid memilih diam.

Kasus itu berlangsung hampir satu bulan, Don harus bolak-balik ke pengadilan dan sekolah. Hasilnya gugatan Don dimenangkan oleh pihak pengadilan, semua bukti menyudutkan pihak sekolah dan para pelaku. Sejak saat itu Lody tak pernah lagi melihat para pelaku dan kepala sekolahnya di sekolah.

"Katakan apapun yang terjadi padaku selama aku tidak bersamamu..." ucap Don saat itu.

Lody hanya mengangguk.

Itu sebabnya Don selalu menanyakan apa saja yang Lody lakukan selama di sekolah dan tempat kursus, bagaimana lingkungan dan teman-temannya. Don tak ingin kecolongan lagi.

.

.

.

.

.

"Sudah makin larut, kita pindah hm?" ucap Don sambil membelai rambut Lody dalam dekapannya.

Malaikatnya hanya bergumam, sudah setengah tidur. Don menggendong Lody keluar dari ruangan, membawanya masuk ke dalam kamar tidur pribadinya diikuti oleh Bibi Lee.

"Terimakasih Bibi, Bibi bisa istirahat sekarang atau makan malam dengan Paman Song mungkin akan jadi awal yang baik..." ucap Don setelah merebahkan Lody.

"Jangan berfikiran aneh-aneh..." jawab Bibi Lee sambil tertawa.

"Selamat istirahat Tuan..." imbuh Bibi Lee sambil menutup pintu meninggalkan keduanya.

Don melepas sweater milik Lody, melepas kancing kemejanya dan melepas bra yang sudah tidak terkait sejak tadi. Menggantikannya dengan piyama berbahan katun lembut, berwarna krem dengan aksen renda melingkar leher.

Ia juga melepas rok selutut milik Lody, melepas kaus kaki dan meninggalkan celana dalamnya tetap di sana. Ia menarik selimut hingga menutupi dada Lody.

"Daddy..." Lody membuka matanya, samar ia melihat berdiri di depan jendela menatap keluar.

Mendengar panggilan Lody, Don menghampirinya. Ia pun berbaring di sebelah Lody, membelai rambutnya pelan.

"Thumb..." ucap Lody yang mulai merangsek mendekatkan tubuhnya pada Don.

"Buka mulutmu..."

Lody membuka mulutnya, lalu menutupnya kembali saat ibu jari Don berada di dalamnya. Ia menghisap ibu jari Don dan kembali memejamkan matanya, jatuh tertidur kembali.

Don merengkuhnya, terpejam bersama Lody sementara salju kian turun lebat di luar sana.

Our SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang