53

12.8K 371 30
                                    

Tubuh mungil Lody terhuyung ke belakang saat seorang laki-laki mendorong bahunya masuk kembali ke apartemen, tak sampai terjatuh tubuh itu mendapat sebuah pelukan yang hangat. Kecupan-kecupan tanpa henti menghampiri kepala, pelipis dan keningnya. Tubuhnya terasa kebas dan dingin sementara laki-laki di hadapannya memeluknya dengan erat.

"Kenapa lama sekali?" cicit Lody sembari menunduk.

"Maafkan aku..."

Permintaan maaf dari Don akhirnya membuat tangisnya pecah kembali, suaranya begitu keras dan berat seperti ada beban besar yang ingin ia lepaskan dari dalam dadanya. Jemarinya menggenggam erat mantel hitam yang Don kenakan, aroma pinus menguar lekat dengan indra penciumannya dan degup jantung yang akan membuatnya tidur nyenyak sepanjang malam kini berada di hadapannya lagi.

Don mengangkat tubuh Lody, menggendongnya dan mengusap punggungnya perlahan. Ia tak ingin bicara apa-apa, tak ingin menjelaskan apa-apa dan ia tahu dirinya serta Lody tak butuh hal tersebut. Don membawa perempuan kecil yang mengais udara dalam isaknya menuju jendela, ia membukanya dengan susah payah.

"Kau tak pernah membukanya?" tanya Don yang dijawab dengan sebuah gelengan.

"Lembab sekali sayang..."

"Aku tak suka dingin, Daddy tidak di sini..." jawab Lody.

Don tertawa, kebiasaan Lody tak pernah berubah.

"Kau pasang sendiri bohlam lampu di sini?"

"Hm, aku dan Lucia harus memindahkan meja makan tinggi itu lalu menambahkan kursi dan kursi kecil itu agar bisa sampai ke atas..." terang Lody.

"Apa kau membaca semua buku di rak itu?" tanya Don sembari menunjuk sebuah rak di sudut ruangan yang berisi puluhan buku berjajar rapi.

"Aku akan menaruhnya di sana setelah aku membacanya, kalau belum selesai akan ku bawa kemanapun aku pergi..."

Sebuah kecupan hangat mendarat di bibir mungilnya, tubuhnya meremang, isi kepalanya mencoba memanggil memori sebelum mereka berpisah dahulu.

"Tidak ada yang menyentuhmu selama kita berjauhan kan?" bisik Don pelan.

"Tidak...aku di sini aman, hanya Jim yang terkadang usil padaku..." cicit Lody.

Don mengamati wajah mungil milik malaikat kecilnya, kedua tulang pipi yang cukup tinggi itu kini bersemu merah dan dua matanya tak tenang bergerak ke sembarang arah. Don mengusap punggung Lody perlahan dengan lembut seakan perempuan mungil itu adalah vas bunga yang begitu rapuh.

Perlahan ia memagut bibir Lody dengan lembut, menyesapnya perlahan hingga Lody mengeratkan pelukannya. Ia tak peduli jika seseorang di gedung seberang mengamati mereka sedang saling mencumbu satu sama lainnya.

"Hmmm..."

Don berdeham panjang saat jemari Lody meremas tengkuknya, kuku milik Lody seperti tertancap lembut pada kulit putihnya. Deham panjangnya kemudian disambut dengan bibir Lody yang tak berhenti mengecup lehernya, menjilatnya dengan lidah pendeknya dan menyesapnya dengan lembut.

Sementara Don terus memperat pelukannya, jemarinya menyusur kulit halus Lody perlahan. Kaki tegapnya membawa perempuan kecil dalam dekapannya menuju kamar tidur di sudut apartemen, mencoba menguncinya serapat mungkin.

Don perlahan merebahkan tubuh mungil Lody di atas tempat tidur, selimut berwarna krem dengan aroma vanila langsung menyusup dalam hidungnya. Aroma kesukaan perempuan kecilnya belum berubah.

Lody berusaha membuka kancing mantel panjang yang menutupi tubuh Don, memaksa kain tebal itu terbuka dan setelahnya menenggelamkan kepalanya di dada milik Don. Sementara Don kini tak bisa berhenti mengecup puncak kepala milik Lody, aroma lavender dari rambut malaikat kecil selalu membuatnya mabuk.

"Lepaskan..." cicit Lody.

Don menegakan tubuhnya, melepas mantel panjang dan tebal berwarna gelap tersebut.

"Semua..." tambah Lody.

Don melakukannya, menanggalkan pakaiannya satu persatu hingga tidak ada yang tersisa. Matanya tak lepas dari sorot mata Lody yang kini sama dengannya, tak ada sehelai kain pun menempel pada kulit halusnya.

Don memeluk erat tubuh Lody, begitu hangat seperti sebelum mereka berpisah dahulu. Menghirup aroma tubuh perempuan mungil itu dalam-dalam, sesekali meninggalkan bercak merah kebiruan di leher, bahu dan dada indah milik Lody.

"Aaah..."

Suara Lody keluar begitu saja saat Don menghisap lembut puting payudara milik Lody yang telah mencuat. Menjilatnya dengan lembut dan terkadang keras hingga suara Lody terdengar begitu putus asa.

"Sweetheart..."

Don mengusap bibir tipis milik Lody dan disambut oleh lidah hangat milik Lody. Perempuan kecil itu menghisap ibu jari Don seperti bayi yang kehausan. Jemari-jemari Don kemudian menyusuri kulit halus Lody, menekannya sesekali saat melewati titik-titik sensitif tubuh Lody hingga perempuan mungil itu mengerang.

"NGGGHHHHH!!!"

Geraman Lody semakin keras saat jemari tangan Don mengusap lembut bibir kewanitaannya, menekan ujung klitorisnya dengan lembut dan sesekali memutar jarinya mengoyak klitorisnya yang mengeras. Geraman demi geraman yang kenudian disusul dengan Lody yang menekuk kakinya dan membuka lebar-lebar kakinya, memberikan ruang bagi Don untuk menyentuhnya lebih dan lebih.

Bibir mungil dan tipis itu kini terbungkam oleh bibir milik Don, desahan demi desahan tertahan di ujung tenggorokan sedangkan kedua jari Don telah mengoyak isi liang kewanitaannya. Don menggaruknya perlahan hingga mengenai titik paling sensitif milik Lody, menggosok dam menggaruknya perlahan dengan ujung-ujung jarinya.

"NGGGHHHH!!!"

Lody seketika melepaskan pagutannya dan membiarkan suaranya keluar begitu saja saat Don berhasil membuatnya mencapai puncak dengan cepat hanya dengan kedua jarinya.

"Good girl..." bisik Don perlahan sembari mengusap lembut paha dalam milik Lody.

Perempuan kecil itu terengah, nafasnya memburu karena paru-parunya berjuang mendapatkan oksigen. Keningnya dipenuhi oleh butiran keringat sementara matanya semakin sayu, ia pasrah pada laki-laki yang kini tepat berada di atasnya.

"Mmhhhh..."

Jemari Lody meremas erat selimut yang berada di dekatnya. Kejantanan Don mencoba menerobos liang kewanitaannya yang telah basah. Don mendorongnya dengan pelan dan selembut mungkin, ia tak ingin Lody merasa sakit atau tidak nyaman karena sudah terlampau lama mereka tidak bercinta. Sesekali Don mengusap pinggul Lody, mencoba membuat Lody merasa nyaman sebelum ia mendorong kejantanannya lebih dalam.

"Aaah...baby..."

"Mmmmhhh daddy...aaahh..."

Don semakin dalam mendorong kejantanannya masuk ke dalam liang kewanitaan milik Lody yang hangat dan basah. Ia merindukannya, begitu sangat merindukannya. Mata kelamnya tak terlepas dari sorot pandangan Lody, ia mengagumi bagaimana bibir tipis itu terbuka saat ia mendorong kejantanannya lebih dalam, mengagumi bagaimana jemari mungil itu meremas selimut di dekatnya dan bagaimana tubuh perempuan kecil itu memujanya.

"Lebih dalam...lagi..." cicit Lody pelan.

Don menekan liang kewanitaan Lody lebih dalam hingga tak ada yang bersisa dari dirinya. Lody benar-benar melahap habis tubuhnya. Lenguhan panjang menguar di dalam kamar Lody saat ujung kejantanan Don berhasil menyentuh titik kepuasannya.

"Baby..."

"Yes daddy?"

"Mine..."

"I'm yours daddy... always..."



Our SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang