22

22.6K 522 17
                                    

Don melemparkan ponselnya sembarangan di atas ranjang hotel. Ia tak peduli apakah ponsel itu terpental lalu jatuh ke lantai atau sejenisnya. Ia membuka dasinya, terasa sangat sesak meskipun udara di dalam ruangnya cukup sejuk.

Ia memilih mandi, mengguyur tubuhnya dengan air dingin akan membantunya lebih tenang. Lody yang berubah menjadi seorang yang lain akan sangat sulit dihadapi. Ia sadar ia memiliki hak prerogatif atas tubuh Lody tetapi ia juga sadar bahwa menyakiti perasaan Lody adalah hal yang berbeda.

Betul kata Maria, di saat seperti ini ia akan menjadi sangat lemah. Tanpa Lody ia akan menjadi pria hampir tua yang kebingungan, seperti anak ayam kehilangan induknya. Don menyudahi acara mandinya, memakai bathrobe dan duduk di sofa yang menghadap gedung-gedung tinggi.

Ia hampir jatuh tertidur jika bel kamarnya berbunyi. Ia berdiri dengan malas, tak bertenaga tapi ia sendiri tak ingin cepat-cepat toh pasti bukan Lody.

"Astaga, berantakan sekali...saya bawakan baju dan apa yang Tuan minta..."

Don menatap nanar perempuan paruh baya itu, Bibi Song datang malam itu. Baju ganti, makanan ringan, beberapa botol wine serta dokumen.

"Bagaimana Lody?" tanya Don dengan suara lirih.

"Sama berantakannya denganmu...makanlah sup ayam ini dulu lalu tidurlah...Lody tidak akan suka kau saat sedang bertengkar seperti ini..."

Mendengar nama Lody disebut Don segera melaksanakan apa yang Bibi Song perintahkan, sup ayam memang akan selalu jadi penenang bahkan sejak ia masih kanak-kanak dulu.

"Apa perempuanku makan dengan baik?" ucap Don.

"Sangat baik, dia menghabiskan dua potong katsu sambil menikmati kartun kesukaannya...minum susu hangat, membersihkan dirinya lalu tidur pulas sebelum aku berangkat kemari..." jawab Bibi Song.

"Selesaikan dengan baik masalah ini jangan sampai berlarut-larut..." imbuhnya.

"Sedang ku lakukan, Bibi...apa bisa kau fotokan Lody saat tidur?" cicit Don.

Sebuah pukulan sendok mengenai puncak kepala milik Don. Si pemilik meringis kesakitan.

"Kau memasang lebih dari dua kamera di dalam kamarnya! Kau bisa lihat sendiri lewat ponselmu astagaaaaa...!" suara Bibi Song meninggi seketika.

Don hanya meringis, sungguh bertengkar dengan Lody akan membuatnya tidak bisa berfikir dengan jernih. Ia sudah beberapa kali bertengkar dengan Lody, tetapi ini kali pertama soal perempuan lain. Don bukan tipikal yang dengan mudah tergoda dengan perempuan, baginya meskipun ia seorang dominan lalu tak lantas membuatnya bisa menekuk lutut banyak perempuan.

Don menutup pintu kamarnya setelah perpisahan dengan Bibi Song. Don merebahkan tubuhnya di sofa, sesekali menyesap wine dan melepas pandangannya ke arah kaca yang memantulkan lampu-lampu kota. Ia memejamkan matanya berharap semua yang terjadi hari ini adalah mimpi.

.

.

.

.

.

Pagi itu senyap, lampu-lampu telah dimatikan secara otomatis setiap pukul lima pagi. Lody turun menyusuri anak tangga, membuka pintu belakang lalu mengenakan sandalnya. Ia menghela nafas, biasanya akan ada Don di selasar belakang rumah, sedang merokok atau memeriksa email pekerjaan tetapi hari itu tidak. Ia pergi ke gudang bawah tanah, membuka pintu kayu tinggi dengan susah payah lalu mengeluarkan sepeda berwarna putih dengan hiasan warna coklat di keranjangnya.

"Ingin pergi?" ucap Bibi Song.

"Hm."

Lody mengangguk dan menuntun sepedanya hingga keluar dari gudang.

Our SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang