"Daddy!" ucap Lody menyentak.
Don seketika mengatupkan matanya, menarik nafas dan mencoba menenangkan jantungnya yang hampir saja terlepas dari tubuhnya.
"Hm?"
Don menutup bundle dokumennya dan memandang perempuan di hadapannya.
"Apa Daddy tahu kalau lumba-lumba itu maniak seks di lautan? Bahkan dia lebih kejam dibandingkan hiu!" ucap Lody bersemangat.
"Kau sudah makan?" tanya Don.
Perempuan kesayangannya baru saja datang dari sekolah, sesuai dengan jadwalnya hari ini adalah waktu berkunjung ke perpustakaan dan seperti biasa Lody akan bercerita semua hal yang ia baca.
"Tadi aku makan di sekolah, banyaaaakkk..."
"Oh baguslah, lalu apalagi selain lumba-lumba?" tanya Don sembari melipat tangannya di depan dada.
"Daddy tahu Yuzu? Yuzu seperti di dapur kita...jeruk jeruk kuning manis ituuuu..."
"Tentu, ada apa dengan Yuzu?" balas Don tenang.
"Itu hanya bisa ditanam di dekat pantai! Dan butuh 15 tahun untuk bisa berbuah!"
"Hmmmmm..." deham Don sambil mengangguk tersenyum melihat celoteh Lody.
Perempuan kecil itu kemudian membuka tas ranselnya dan menumpahkan seluruh isinya. Seluruh barangnya tercecer di meja kerja milik Don sebagian menggelinding ke lantai.
"Ini! Buat Daddy!"
Lody menyerahkan sebuah coklat berbungkus plastik berwarna merah muda dengan ikatan benang rajut ditiap ujungnya. Bungkusan itu cukup besar jika dimasukan dalam mulut, jujur saja Don tidak terlalu suka dengan makanan manis tetapi demi perempuan kecil itu ia akan tetap memakannya.
"Ow, terimakasih princess..." ucap Don yang lantas membuka bungkus cokelat itu dan memakannya.
Lody tersenyum senang melihat Don menikmati cokelat darinya. Ia selalu senang membelikan Don cokelat itu, cokelat itulah yang ia berikan pada Don sebagai hadiah ulangtahun saat pertama kali tinggal di rumah ini.
"Aku harus mandi, lalu aku akan belajar dan kemudian makan malam lalu aku akan tidur tapi sebelumnya aku akan gosok gigi..." ucap Lody sembari memasukan barang-barangnya dalam tas ransel.
"Hmm...aku akan bekerja, kita bertemu nanti saat makan malam...jangan membuat onar, oke?"
Lody mengangguk, lalu mengitari meja kerja Don, memberi laki-laki itu kecupan singkat di pipi dan berlalu pergi tanpa menengok lagi.
Don pun kembali berkutat dengan pekerjaannya, beberapa dokumen harus ia periksa sebelum ditandatangani. Sejenak ia berhenti, matanya menemukan selembar foto terselip di antara dokumen kantornya, foto perempuan kecilnya dengan...
Seorang lelaki.
Berambut pendek.
Tingginya mungkin sepuluh centimeter lebih tinggi dibandingkan Lody.
Dia tersenyum.
Berdiri sangat dekat.Don menyambar ponselnya, memotret selembar foto itu dan mengirimkannya pada Brian.
✉️Don: Cari siapa anak laki-laki ini, aku tunggu selama dua puluh empat jam dari sekarang.
.
.
.
.
.
Keesokan harinya, makan siang di rumah itu berlangsung seperti biasa, tidak ada yang aneh ataupun janggal. Lody melahap makanannya dengan baik, ia mengeluh lapar sepulang sekolah. Bibi Lee membuat nasi dengan daging manis yang dipanggang lengkap dengan beberapa sayuran sebagai salad."Bagaimana teman-teman di sekolah?" ucap Don.
"Baik, mereka baik... tidak ada yang menjahatiku..." jawab Lody dengan semangat, bahkan kakinya bergoyang.
"Kau bisa mematahkan kursi makanmu jika terus menggoyang kakimu, duduklah dengan baik sayang..."
Lody mematuhinya, merapikan rok pendeknya lalu kembali menyuap makanan ke dalam mulutnya.
"Apa ada yang menyukaimu?"
Kali ini Don berusaha tenang, ia tak boleh terlihat emosi atau menyebalkan untuk Lody. Don menggoyang gelas wine yang terisi satu pertiga itu dengan pelan.
"Ada, Timothy namanya. Dia bahkan sudah menyatakannya langsung padaku, kemarin lusa! Tetapi aku bilang tidak mau karena aku masih kecil" jawab Lody ringan sambil memamerkan gigi rapinya.
Don yang mendengar pernyataan Lody hanya bisa diam. Meraih sendok dan garpu makannya kembali. Mencoba memahami apa yang sudah ia dengarkan. Meskipun begitu air wajah Don tak bisa ia sembunyikan.
"Daddy baik-baik saja?" ucap Lody sembari menyodorkan air putih pada Don.
"Wajah Daddy merah sekali, tidak sengaja mengunyah lada hm?" imbuhnya.
Don menerima gelas itu dan meneguk isinya hingga habis. Sejenak ia melirik ke arah Lody yang tampak kebingungan.
"Duduklah, teruskan makanmu..." ucap Don.
Lody menurutinya meskipun dalam hati ia kebingungan kenapa wajah Don tiba-tiba memerah. Acara makan siang itu dilanjutkan dalam diam. Lody pun kembali ke kamarnya setelah selesai makan sementara Don menikmati secangkir kopi di balkon kamar tidurnya.
Hatinya memanas, ia cemburu.
Sebentar ia merenggangkan bahunya tiba-tiba seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya. Don berdiri malas lalu membuka pintu.
"Kita bicara di luar saja..." ucap Don.
Kedua lelaki itu, Don dan Brian duduk bersandar pada kursi kayu di bawah pohon sembari menyesap kopi hitam hangat dengan cangkir berwarna hitam bergaris putih.
"Jangan berlebihan...mereka hanya teman saja, Lody juga sudah bilang dia tidak menerima pernyataan cinta siapa itu..."
"Bukan soal itu..." suara Don terputus.
"Kau tau, Lucia sudah jatuh cinta bahkan menjalin hubungan dengan teman sekolahnya" ucap Brian santai.
Don melotot.
"Kau membiarkannya?!" suara Don terdengar cukup kencang.
"Usia mereka masih sangat muda, kita tidak bisa mengendalikan jiwa mereka kau harus tahu hal itu. Darah muda bukankah selalu bergelora?" ucap Brian tertawa.
"Don, jangan terlalu keras pada Lody. Dia tidak akan kemana-mana, kau lihat dia belajar sangat keras untuk menjadi yang terbaik untukmu..."
"Jangan mencampuri kehidupan di sekolahnya, cuma di sana anak-anak bisa punya dunianya sendiri. Tentang Timothy...biarkan saja, dia masih anak-anak..."
Don terdiam. Brian benar, ia bahkan membatasi semua komunikasi Lody dengan teman-teman sekolahnya. Membatasi ruang mudanya untuk bersenang-senang sendiri.
"Aku pergi... Lucia akan pergi menonton film hari ini, aku harus mengantarnya..." ucap Brian sembari meninggalkan Don.
Di pintu rumah ia bertemu dengan Lody, seperti biasa Lody akan menyapa Brian dengan sopan. Perempuan kecil itu selanjutnya melempar pandangannya, mencari sosok lelaki yang ia suka.
Matanya menangkap sosok lelaki itu sedang berjalan gontai ke arahnya.
"Ada apa hm?" ucap Lody khawatir.
Don langsung memeluknya, meremas tubuh kecil itu dalam pelukannya. Mengecup puncak kepala Lody dengan lembut.
"Tidak ada apa-apa..." bisik Don.
Lody memeluk tubuh lelaki itu seerat yang ia bisa, mengusap punggungnya perlahan.
"Aku ingin bermain..." cicit Lody pelan.
"Dengan senang hati sayang..." ucap Don yang kemudian disusul dengan ia menggendong Lody lalu membawanya ke kamar.
"Aku tidak kemana-mana Daddy..."