39

13.7K 354 14
                                    

Don duduk di sebuah kursi kayu panjang, di dominasi warna coklat tua dan hitam tentunya. Malam itu bulan bersinar cukup terang, udara malam sesekali berhembus pelan.

Sebuah jendela tertutup kelambu tile berwarna kuning gading terlihat dari tempatnya duduk. Di dalam sana malaikat kecilnya sedang mencoba makan, Lody tak suka Don melihatnya makan dengan tidak rapi karena ia masih sulit menelan jadi Don putuskan untuk menghabiskan waktunya di halaman depan.

Don menyalakan sebatang rokok, menyesapnya dalam-dalam dan membuang asapnya ke udara. Pikiran dan hatinya sedang kalut, ia merasa serampangan kali ini. Membiarkan Lody dalam pengawasan itu benar, tetapi menganggap semua orang di dekatnya aman adalah tidak. Keputusan-keputusan yang ia ambil dengan serampangan kini membuahkan hasil.

"Tuan..."

"Hm? Lody sudah selesai makan?" ucap Don.

"Sudah Tuan, sedang bersama Bibi Lee..."

Don berdeham menjawab ucapan Paman Song.

"Tuan, kita semua pernah melakukan kesalahan...sebuah pelajaran terbaik adalah ketika pelajaran tersebut diberikan saat kita sudah gagal..."

Don tertunduk.

"Aku merasa tidak berguna Paman..."

"Saya sudah batalkan semua kegiatan Nona, Tuan bisa memeriksanya ulang jika diperlukan" ucap Paman Song.

"Tuan, Nona akan baik-baik saja...Nona butuh Tuan..." tambah Paman Song yang kemudian berbalik dan meninggalkan Don.

Don menyandarkan punggungnya, mencoba menenangkan dirinya.

Tak lama ia tersentak menyadari seseorang duduk di sebelahnya. Ia membuka matanya dan menemukan malaikat kecilnya tersenyum tipis padanya. Don segera memeluk tubuh Lody yang berada di hadapannya, memeluknya erat.

"Maafkan aku..." bisik Don.

Lody mengangguk, mengusap punggung Don perlahan. Ia tahu Don pasti sedang kalut, ia juga tahu orang-orang suruhan Don di luar sana sedang memburu pemilik kue itu dan Lody juga tahu bahwa Don merasa bersalah padanya.

Hanya satu yang Lody tak tahu bahwa pemilik roti itu sudah hilang tak tahu berada dimana sebelum ia bangun pagi hari ini.

Perempuan itu merebahkan kepalanya di lengan Don, mengusak wajahnya beberapa kali sama seperti seekor kucing bermanja pada tuannya.

"Kita masuk, udara makin dingin...kutemani tidur hm?" ucap Don.

Lody mengangguk.

.

.

.

.

.

Bau anyir menyelimuti seluruh ruangan, Sam terengah di hadapan seseorang di gantungan. Sebuah pesan siang tadi dari Don membuatnya senang, sebuah samsak hidup telah disiapkan.

Pria digantungan itu meringis dan berteriak dua jam yang lalu, kini tak ada suara dan gerakan lagi. Mungkin sudah mati atau hanya pingsan tapi Sam dengan darah mudanya yang bergejolak dan butuh pelampiasan tak peduli dengan itu semua, baginya ia hanya harus menghantam lelaki digantungan itu tanpa henti.

"Kau sudah membunuhnya!" teriak seseorang dari belakang.

"Ah...pantas saja lemas..." cicit Sam.

Brian menurunkan lelaki itu, memeriksanya untuk memastikan lelaki itu telah mati. Tak lama segerombolan orang datang, membawa mayat itu pergi.

"Bagaimana dengan Louise? Ruth?" ucap Sam.

"Sudah selesai dibereskan, satu minggu lagi kau akan dapat uangnya..." ucap Brian.

Our SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang