Lody menaiki anak tangga dengan cepat, sedikit berlari tak apa-apa pikirnya. Ia berlari menuju ruang kerja Don yang sebenarnya hanya terletak di sebelah kamar tidurnya. Ia menerobos masuk ke ruang kerja dan mendapati Don sedang bekerja di depan layar komputernya.
"Ng?" Lody memiringkan kepalanya.
"Daddy..." Lody mengibaskan tangannya di depan wajah Don.
"Sedang apa?" imbuh Lody.
Don menatap wajahnya, begitu kecil, begitu manis dan bibirnya begitu menggiurkan.
"Kau berlari?" ucap Don santai.
Pertanyaan itu dijawab dengan anggukan.
"Kau berlari sambil menaiki anak tangga?"
Pertanyaan itu juga dijawab dengan anggukan.
Don menatap Lody lamat-lamat, memintanya duduk di pangkuannya dengan segera. Perempuan itu meringsut, ia tahu kebiasaan Don saat sedang menahan emosi dan baru saja ia menyulutnya.
Lody berdiri dengan ragu meskipun Don terus menepuk paha kanannya untuk diduduki. Lody duduk di paha kanan Don dengan takut-takut, ia menunduk dalam-dalam sedangkan Don memegang lehernya dan membuatnya mendongak menatap Don.
"Apa yang aku tak suka?" tanya Don.
"Tidak patuh..." Lody menjawab pelan, matanya bergetar.
"Bagaimana peraturan saat menaiki tangga? Apa yang harus kau lakukan sebelum masuk ke sini?" Don mencecar dan mengaitkan satu tangannya pada pinggul sang perempuan.
"Tidak boleh berlari karena berbahaya dan aku harus mengetuk pintu sebelum masuk kemari..." suara Lody mencicit, ia menekan-nekan kancing kemeja milik Don.
"Kau butuh sesuatu?" tanya Don kembali.
Tangannya mengerat pada pinggul Lody, mendorongnya maju dan menariknya mundur. Ia bisa merasakan bagaimana daging kewanitaan Lody bergesekan dengan celana bahan miliknya.
Pertanyaan itu hanya dijawab dengan gelengan. Lody tahu ia berbuat salah dengan berlari menaiki anak tangga dan dengan sengaja membuka pintu ruang kerja Don tanpa permisi. Don adalah orang yang benar-benar displin dengan peraturan dan privasi. Lody boleh saja menerobos ruang tidurnya saat ia masih tidur pulas, menerobos kamar mandi hanya untuk menanyakan pita mana yang bagus untuk ia kenakan. Tetapi tidak dengan ruang kerja.
Ruang kerja Don sangat tertutup, bahkan ruangan itu dibersihkan sendiri oleh Don. Tidak ada alasan lain, selain banyaknya dokumen perusahaan yang berada disana.
"Maafkan aku..." cicit Lody.
Don tak menjawab, ia mengusap paha ramping Lody lalu menelusupkan telapak tangannya ke dalam. Ia mengusap paha dalam Lody perlahan lalu menarik paksa celana dalam Lody hingga robek dalam satu tarikan.
Lody bergeming, ia hanya berdiri lalu melepas celana dalam itu dan kembali duduk di paha kanan Don. Jemari tengah Don menelusup ke celah kewanitaannya, mengusapnya ke atas dan membuat Lody semakin menunduk dalam-dalam, ia tak berani bersuara.
"Bergerak, pelan-pelan saja. Aku tidak suka perempuan yang serampangan" ucap Don.
Lody bergerak maju dan mundur. Ia sedikit tersentak saat Don memintanya berdiri dan menelusupkan pena dengan pengait di belahan kewanitaannya, ia diminta untuk duduk kembali dan menggerakan tubuhnya maju dan mundur.
"Ngghhh..." Lody melenguh saat pengait itu bergesekan dengan klitorisnya.
Don bergeming, ia tetap melanjutkan kegiatannya memeriksa laporan keuangan perusahaan. Ia tersenyum setiap kali Lody melenguh, mendongakkan kepalanya, meremas buah dadanya yang sekarang terlepas dari penutupnya.