31

17.1K 421 28
                                    

Raven memandangi langit-langit kamarnya, merutuki dirinya sendiri bahkan jika bisa ia akan menggadaikan dirinya untuk perusahaan.

George, pemilik perusahaan yang akan menanam modal besar untuk perusahaan ayahnya tiba-tiba membatalkan perjanjian dan justru mengalihkan seluruh modal yang ia janjikan pada perusahaan milik Don.

Jika ia tak gegabah malam itu hanya karena ingin bermain di ranjang bersama Don, mungkin tidak akan ada kejadian seperti ini. Tetapi jujur saja aroma Don malam itu benar-benar membuatnya tidak tahan.

Raven memejamkan matanya, berharap tidak ada siapapun yang akan datang menjemputnya ke London. Tidak seorang pun.

.

.

.

.

.

Penerbangan Don ke Barcelona dilakukan malam hari. Ia sengaja memilih waktu-waktu istirahatnya untuk terbang agar ia bisa tidur saat di dalam pesawat. Dalam pejamnya ia mengingat teriakan-teriakan Lody saat harus dipaksa mandi dan makan, Lody meraung, menjerit bahkan beberapa kali ia mendengar Lody muntah. Teriakan-teriakan itu dia dengar saat menghubungi Bibi Lee lewat pesawat telepon rumah.

Ia tahu saat ini kondisi Lody pasti sangat buruk, tubuhnya pasti semakin kurus dengan rambutnya yang kumal. Perempuan itu tidak akan bisa bertahan dengan perasaan sakitnya tanpa Don di sana.

Don membuka matanya lalu menegakan tubuhnya, diliriknya jam tangan pada pergelangan tangan kirinya.

"Ia harusnya sudah naik pesawat..." gumam Don.

Don kembali memejamkan matanya, mengatur nafasnya agar teratur dan perlahan ia pun jatuh tertidur.

Dalam tidurnya ia memimpikan Lody, perempuan kecilnya yang kini beranjak dewasa dengan perubahan di dalam bentuk-bentuk tubuh dan tentu saja emosinya. Dalam mimpinya Don mengamati perempuan kecil itu bermain air bercampur dengan tanah di bawah guyuran hujan lebat.

Baju blouse berwarna hitam itu menempel begitu lekat dengan tubuh kecilnya. Lengan lurus yang saat malam tiba akan dihiasi oleh remasan tangan Don, leher pendek yang sesekali terasa sangat sesak karena cekikan Don dan jeritan-jeritan Lody karena panas dan perih menjadi satu dalam liangnya.

Mimpi Don seperti tertumpuk, silih berganti. Hingga berakhir saat Lody memeluknya erat di tengah hujan dan sesaat kemudian Don terbangun dengan kemejanya yang basah.

.

.

.

.

.

"Nona baik-baik saja?" James mengelap dahi Lody yang dihiasi butiran keringat.

Lody mengangguk, selama penerbangan ia harus meminum obat tidur karena ia tak bisa terbang tanpa Don. Sisa-sisa efek obat tidur seringkali membuat perutnya mual dan berkeringat dingin.

"Kita ke hotel secepatnya, aku ingin tidur..." ucap Lody terputus-putus.

James dengan cepat menyambar tangan Lody, menggandengnya sekaligus menyeretnya memasuki taksi yang telah datang.

Sepanjang perjalanan Lody menyandarkan kepalanya di kaca mobil, ia tak sanggup untuk duduk tegak bahkan jika Don menyuruhnya ia tetap tidak sanggup. Matanya sesekali terpejam tetapi James membangunkan lagi dan lagi, ia tak boleh tidur sebelum sampai di hotel.

Matanya menangkap sebuah tulisan "del Raval", perempuan kecil itu tersenyum. Tak lama mobil taksi itu berhenti di sebuah hotel yang tak cukup besar tetapi hotel inilah yang diminta Don pada James untuk membawa Lody.

Our SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang