"Ini garam atau gula?"
"Ini bukan terigu, ini gula halus Daddy!"
Lody mendengus kesal pada Don, sedang pria di hadapannya hanya tersenyum hambar. Hari ini Bibi Lee dan Paman Song libur, tidak ada yang membuat kudapan untuk mereka berdua.
Keduanya bergelut di dapur, Lody ingin membuat choco cookies dan butter cookies kesukaanya. Tetapi Don terbangun dan ia mengacak-acaJlk segalanya. Tepung terigu tumpah lantai, butiran cokelat tersebar kemana-mana. Don juga mengerjainya dengan memasukan apa saja yang ada di depan matanya ke dalam tempat adonan hingga membuat Lody merajuk.
"Hm? Kita beli saja ya...tidak akan berhasil." ucap Don.
"Pasti gagal karena Daddy menggangguku!" jawabnya ketus.
"Kau marah padaku?" ujar Don sembari memeluk tubuh Lody dari belakang. Ia mengecup bahu dan leher Lody beberapa kali, mengaitkan kedua tangannya di perut malaikat kecilnya.
Lody hanya menggeleng, jantungnya berdesir kencang setiap kali Don memeluknya dari belakang walaupun hal itu sudah dilakukan Don bertahun-tahun, rasanya tetap sama.
"Apa mereka sudah pergi?" Lody membalik tubuhnya, memeluk Don erat.
Don mengangguk lalu mengecup puncak kepala Lody.
"Semalam mereka sudah pergi, urusan dengan para media tengik itu juga sudah selesai...mereka tidak akan mengganggumu lagi"
"Janji?" Lody menatap mata Don dengan lekat, ia ingin kehidupannya bersama Don tidak diganggu siapapun.
Don mengangguk dan mengecup bibir Lody singkat. Lody memeluknya kembali, mengusak wajahnya pada dada Don - tempat paling aman yang ia pernah tahu. Ia tak pernah mengingini kehidupan orang lain selain kehidupannya sendiri, memiliki Don adalah segalanya untuknya.
"Aku di sini..." bisik Don.
Don tahu Lody menangis, perempuan itu harus bertahan berhari-hari dalam ketakutan. Mengunci dirinya di dalam kamar saat Don pergi bekerja dan hanya keluar saat guru sekolahnya datang. Ia takut menyalakan ponselnya, takut membuka pintu halaman belakang hingga ia tak bisa membaca di tempat kesukaannya dan hanya menunggu Don pulang.
Don mengangkat tubuh Lody, menggendongnya kembali ke kamar meninggalkan dapur yang acak-acakan. Mengecupi bibir Lody ditengah air mata perempuan itu yang mengalir. Membawa perempuan itu ke ruang kerjanya, mendudukannya di meja kerja dan melepas pelukannya.
"Kau tahu, di ruangan ini aku bisa membunuh siapapun...jika kau buka lukisan di sana kau akan menemukan apapun yang kau butuhkan untuk membunuh siapapun..." ucap Don dengan tenang sembari menunjuk sebuah lukisan harimau besar di dinding.
Lody mengangguk, meremas baju Don dan tangisnya semakin menjadi.
"Kau harus tahu, kau adalah segalanya untukku meskipun aku sering usil padamu. Tidak akan ku izinkan siapapun menyentuhmu...jangan takut lagi"
Don kembali mencium Lody, kali ini ciuman itu panjang dan menuntut. Beberapa kali lidahnya menyapu bibir mungil itu, mencoba menerobos mulut Lody. Tak lama tubuh perempuan itu melemas, ia membuka mulutnya dan meloloskan lidah Don memasuki mulutnya.
Lidah Don mengecap, menyentuh semua rongga mulut Lody dan berakhir bergulat dengan lidah malaikat kecilnya. Sesekali Lody mengerang jari-jari Don dengan cepat membuka apron yang Lody kenakan sejak di dapur, membuangnya entah kemana. Ia membuka kancing-kancing baju milik Lody, terlalu lama ia berfikir hingga menariknya dengan kuat adalah pilihan yang tepat.
"Enghh!" Lody mengerang saat kain blouse itu menggesek kulit pucatnya. Sedikit dingin, ia tahu baju itu telah robek dikedua sisinya menimbulkan buah dadanya yang penuh menyembul sempurna.