Lody melepas sepatu sekolahnya dan bergegas menuju ruang kerja milik Don. Selepas masa pemulihan ia kembali ke sekolah, bertemu dengan teman-temannya dan menjalani kehidupan seperti biasa.
Kaki-kaki kecilnya menapaki lantai dengan terburu, ia beberapa kali menyibak rambutnya ke belakang karena menutupi mata.
Lody mengetuk pintu, sebuah peraturan yang ia harus lakukan.
Klik!
Terdengar suara kunci pintu telah dibuka dari dalam, mempersilakan perempuan kecil itu masuk.
"Aku mengganggu?" cicit Lody.
"Selalu, bahkan ketika tidur kau menggangguku..."jawab Don sambil tertawa.
"Kemarilah...kau bawa apa untukku?" tambah Don.
Lody mendekat, duduk tepat di depan Don.
"Lihat ini..."
Sebuah bunga mawar dari plastik tebal dengan warna merah, mawar itu disimpan dalam sebuah tabung dengan cairan berkelap-kelip di dalamnya.
"Kau membuatnya?" tanya Don sembari mengangkat tabung itu tinggi-tinggi.
Lody mengangguk tegas.
"Jangan tinggi-tinggi nanti jatuh dan pecah Daddy!!!" pekik Lody yang melihat Don berdiri dan mengangkat tabung itu tinggi-tinggi.
Lody melompat-lompat berusaha mengambil hasil karyanya hari ini di sekolah. Pada lompatan ke empat Don meraih pinggangnya, menariknya dalam pelukan tubuhnya.
Lody seketika terdiam, bibir lembutnya kini sedang menempel pada bibir milik Don. Don menciumnya sekilas lalu memandangi mata kelinci milik malaikat kecilnya.
"Aku merindukanmu..." cicit Don.
Perempuan kecil itu tersenyum, memandangi dirinya sendiri lewat bola mata Don yang tak bergerak di hadapannya. Lalu ia mengaitkan kedua tangannya pada tubuh Don, erat seerat yang ia bisa.
"Aku juga..."
Don mengangkat tubuh Lody, menggendongnya dengan hati-hati. Don membawa tubuh mungil itu menuju meja kerjanya, mendudukannya tepat di hadapannya.
"Daddy harus memeriksa dokumen ini kan?" ucap Lody saat matanya menemukan setumpuk berkas di sebelah meja milik Don.
"Tentu saja tapi aku harus memeriksa sesuatu lebih dulu..." ucap Don.
Don memajukan pinggul Lody, membuka kedua kakinya yang tanpa pembungkus lebar-lebar. Jari-jarinya bergerak cepat menurunkan celana dalam berbahan katun yang menutupi kewanitaan Lody.
"Mmhh..."
Don dengan lembut mengecupi kewanitaan Lody, mengusapnya perlahan dan memijat dua sisinya dengan lembut.
"Daadddd..."
Lody terhenyak saat lidah Don mulai menyentuh kewanitaannya, terasa hangat sedikit kasar dan berair. Lody memejamkan matanya, menurunkan tubuhnya perlahan. Lody memposisikan dirinya dengan nyaman di atas meja kerja milik Don meskipun ia harus menyingkirkan banyak benda di meja kerja milik Don.
"Aaahhh... Dadddyyyy..."
Suara Lody mulai memenuhi ruangan, jemari kecilnya semakin erat menggenggam tepian meja kerja milik Don. Lidah Don melesak semakin liar di kewanitaannya, Don mengecap bahkan menyesap setiap sisi kewanitaan milik Lody.
Don mengangkat kepalanya, tersenyum melihat malaikat kecilnya terlihat acak-acakan karena menahan dirinya sendiri. Don bangkit dan membuka kancing seragam sekolah Lody satu persatu lalu mengecupi perut Lody dengan gemas.
"Akh Dad!"
Lody memekik, tubuhnya terangkat dan matanya terpejam saat Don menusukkan kedua jarinya ke dalam kewanitaan Lody. Don menarik kedua jarinya perlahan, tak sampai habis lalu dengan tekanan ia kembali memasukan kedua jarinya perlahan.
"Sshhh aahhh ahhhhh..."
Don menekuk kedua jarinya, menggaruk dinding kewanitaan Lody dengan lembut sementara ibu jarinya membelai klitoris yang menegang itu dengan lembut.
"Aaakhhh!!"
Lody terhentak, hampir mengangkat tubuhnya jika Don tidak menahan perut Lody dengan erat saat Don menekan klitorisnya dan secara bersamaan kedua jari di dalam liang kewanitaan Lody menekan dinding kewanitaannya ke atas. Terjepit sangat rapat, Don menggoyangkannya perlahan sembari tersenyum.
Lody mengerang kencang saat Don dengan kerasnya menggoyang jemarinya, rasanya kulit kewanitaannya sobek sementara Don tersenyum semakin lebar. Don menciumi perut datar milik Lody, menyesap aroma tubuh perempuan kecil itu dan memilih untuk menarik jarinya keluar dari liang kewanitaan Lody.
"Aku pikir kau sudah baik-baik saja..." ucap Don sembari menurunkan rok seragam Lody.
Don membantu Lody untuk bangun, perempuan kecil itu linglung dan pada akhirnya merajuk.
"Lanjutkan..." cicit Lody.
"Hm? Kau bilang aku harus memeriksa dokumen itu..." jawab Don ringan.
Pelupuk mata Lody mulai menggenang, ia tak pernah suka permainan yang tak tuntas. Don yang mengetahui hal itu kembali memainkan rok milik Lody, sesekali ia juga memainkan ujung jari Lody.
"Kau menangis?" tanya Don.
Lody menggeleng dengan kencang, berharap air matanya yang hampir jatuh berserak entah kemana sehingga Don tak tahu ia menangis.
"Kau harus memohon padaku dengan baik...hm?" ucap Don.
Seketika Lody menurunkan tubuhnya dari kursi, berjalan berpindah tempat tepat di hadapan Don berbatas meja. Satu persatu ia melepaskan pakaiannya meskipun sebelumnya Don sempat menarik celana dalamnya.
Dua buah dada yang menonjol ranum adalah hal pertama kali yang Don lihat, sungguh ia ingin menjadi bayi lagi dan menghisap puting berwarna merah muda itu dengan kencang. Disusul dengan kewanitaan Lody yang sudah basah, Don membuatnya basah dengan sempurna.
Don mengunci pandangan matanya pada bola mata Lody yang sedikit bergetar, ia tau perempuan kecil itu menangis karena ia menghentikan permainan jarinya tiba-tiba.
Pandangan mata itu akhirnya berhenti saat Lody hilang perlahan di balik meja, tetapi tak lama kemudian bulu-bulu karpet itu bergetar. Lody merangkak dengan perlahan-lahan menghampiri Don, duduk bersimpuh m serta memeluk kaki kanan Don dengan erat dan menggesekan pipinya yang lembut pada kaki milik Don.
"Ouh...lihat ini, begitu manis..." ucap Don sembari membelai kepala Lody.
"Daddy... please..." ucap Lody.
Don memasukan ibu jarinya ke dalam mulut Lody, begitu hangat. Lidah Losy menyambut ibu jari Don dengan cepat, lidah perempuan kecil itu menari dan menghisap ibu jari Don sementara Don menikmati pemandangan di hadapannya dengan tersenyum.
Don mendorong ibu jarinya masuk semakin dalam, sementara Lody terus menghisapnya. Tubuh Lody seringkali terangkat ke kanan dan ke kiri mengikuti ibu jari Don ditarik kemanapun Don mau. Don tak lagi peduli bagaimana berkas-berkasnya terkena ceceran air liur milik Lody atau sobek karena diremas oleh Lody.
Don menarik ibu jarinya yang kemudian disambut sikap tak terima oleh Lody.
"Milikku...please Daddyyy..."
Sekali lagi Lody merintih, meminta Don menyentuhnya.
"Memohon padaku yang benar..." ucap Don.
Lody membenarkan posisi duduknya, bersimpuh dan kini bertelungkup dengan kedua tangannya terlipat di atas kepalanya.
"Daddy...please play with me..."
Suara serak itu berkali-kali terdengar di telinga Don, semakin lama suara itu semakin memaksanya untuk segera menuruti apa yang Lody inginkan.
"Angkat kepalamu!"
Lody perlahan mengangkat kepalanya, menatap mata Don dengan nanar. Ia harus bersabar karena hanya itu yang bisa ia lakukan agar Don mau bermain dengannya.
"Jangan menangis, kita akan bermain..."
Klik!