Don menghentikan mobilnya dengan keras, jika saja Maria tidak memakai sabuk pengaman mungkin ia akan terpental menembus kaca. Don keluar dari mobil begitu saja tanpa menutup pintunya dan tentu saja meninggalkan Maria dengan kebingungan.
Don berlari menyusuri lorong rumah sakit, matanya menatap dengan nyalang pada sekelilingnya hingga ia menemukan Paman Song berjalan gusar di depan sebuah kamar.
"Tuan..."
Paman Song menyambut Don dan menahan tubuh Don agar tak mendobrak pintu kamar rumah sakit itu dengan susah payah.
"Tuan, mohon tunggu di sini...dokter sedang melakukan pemeriksaan..."
Datang tiga orang berlarian menyusul Don. Brian, Sam dan Maria dengan piyama satin hitamnya.
"Tahan di sini!"
Briak terpaksa membentak Don karena Don terus mencoba merangsek maju. Ia ingin bertemu dengan malaikatnya, ia ingin memeluknya, ia ingin memastikan kondisi malaikatnya.
"AAARGGHH!!!"
Don menghempas semua tangan yang mengamit lengannya. Kepalanya terasa pening, ketakutan menjalar di seluruh tubuhnya. Ia menyandarkan tubuhnya pada sebuah pilar, menyembunyikan wajahnya yang merah padam karena kemarahan yang memuncak. Dalam hatinya ia mengumpat, memaki dirinya sendiri mengapa ia begitu ceroboh mengabaikan telepon dari rumah.
"Tuan..."
Bibi Lee yang sedari tadi terdiam menyaksikan bagaimana beberapa orang menahan tubuh Don mendekat pada Don, diusapnya bahu pria di hadapannya perlahan. Mengusap dahi pria itu dengan sapu tangan miliknya.
"Nona akan baik-baik saja...jangan marah..." cicit Bibi Lee.
Don memandangi kedua bola mata perempuan di hadapannya. Bola mata itu terlihat begitu teduh dan juga tajam.
"Seluruh rubah menunggu di luar, harimau tak seharusnya menunduk..."
Don terdiam.
"Kemarahanmu adalah sesuatu yang mereka cari, kau seperti badut lelucon di hadapan mereka..."
Kalimat yang keluar dari Bibi Lee seperti air dingin yang disiramkan tepat di wajahnya. Musuh-musuh sedang mengamatinya, menantinya untuk tumbang tetapi Don tahu semua itu tidak akan terjadi.
"Aku akan ke kamar mandi..." ucap Don lirih.
"Aku bisa sendiri, kau tak perlu ikut..." tambah Don saat melihat Sam dan Brian mengikutinya.
Don menatap wajahnya lekat-lekat di cermin, mencoba memaafkan dirinya atas semua kecerobohan dirinya kali itu. Sebuah penyesalan tanpa ujung jika terjadi sesuatu pada Lody, menghabisi siapa saja yang terlibat pada kecelakaan kali ini adalah hal yang harus ia lakukan.
Ponselnya bergetar, suara serak menyambut sapaan dari Don. Beberapa saat Don terlihat mendengarkan dengan seksama suara yang berada di ujung lalu berdeham dan kemudian memutus sambungan telepon itu.
Don keluar dari kamar mandi, berjalan perlahan seperti mengingat segala sesuatu yang terjadi beberapa hari terakhir.
"Dokter mencarimu..." ucap Maria yang berlari menghampiri Don.
Don mencoba menenangkan dirinya saat dokter menjelaskan kondisi Lody. Semua hal benar sungguh di luar pemikirannya. Bibi Lee dan yang lain mendengarkan dengan seksama.
"Kalian harus lebih teliti lagi, sedikit saja terlambat...nyawa Lody adalah taruhannya." ucap pria berjas putih di hadapan Don sebelum ia pergi.
"Bukankah Lody punya parfum stroberi?" tanya Maria.