Lody mengayunkan kakinya saat duduk pada sebuah kedai kopi yang berada tak jauh dari tempatnya menginap. Sebuah lemonade dan pie coklat tersaji di meja, matanya menatap punggung Don dari tempat duduknya, hari itu lelaki itu memakai kaos berkerah dengan warna gelap.
Langit Barcelona hari itu begitu cerah, matahari menyinari tempat itu dengan cukup hangat. Angin semilir sesekali berhembus melewati tempat itu.
Orval Barcelona.
Don membawa sebuah nampan berisi Michelhada dan beberapa toast. Ia mengingat Lody hari itu belum sarapan, membawa toast adalah pilihan yang sangat tepat.
"Aku mau..." ucap Lody sambil menyuapkan sepotong avocado toast ke dalam mulutnya dengan lahap.
"Makanlah...jangan terlalu banyak makan coklat hari ini, hm?" ucap Don sembari mengusap keringat di dahi Lody.
Don selalu senang melihat perempuan kecil itu makan, matanya tak pernah berbohong bahwa ia lebih dari apa yang disebut jatuh cinta. Kerling mata Lody, lekuk di pipinya yang muncul saat perempuan itu tersenyum...Don bisa membayar mahal hanya untuk melihat pujaannya begitu.
"Aku lelah..." cicit Lody yang menandaskan minumnya lebih dulu.
"Tentu, aku pastikan nanti malam akan menangis karena kaki mu terasa pegal. Kau tahu, kau mengelilingi dua museum itu seperti sedang lari maraton..." balas Don.
"Tepatnya aku mengagumi Picasso lebih dari apapun..."
"Aku akan pesan taksi, lalu kita akan pulang setelah ini..." ucap Don.
Lody hanya mengangguk cepat, matanya menangkap seorang perempuan berpotongan rambut pendek tepat di bawah telinga. Perempuan itu mungkin usianya menginjak angka tiga puluh tahun lebih.
Perempuan yang ia tak tahu namanya itu terlihat mengamati punggung Don dengan sesekali tersenyum. Lody tahu betul Don bukanlah lelaki yang terlalu mudah untuk di dekati, tetapi tidak berarti setiap perempuan bisa dengan bebas melihat kepunyaannya.
Mata Lody semakin nyalang ketika perempuan itu berdiri setelah menuliskan sesuatu di atas kertas tisu. Perempuan itu berjalan mendekati mejanya dan betul, perempuan itu berhenti tepat di sebelah Don.
"Aku harap ini bukan pertemuan terakhir..." cicit perempuan itu.
Selembar kertas tisu diletakan begitu manis di sela telapak tangan Don. Don tersentak, ia terkejut dengan datangnya perempuan yang entah dari mana.
Sebentar kemudian perempuan itu berlalu pergi, meninggalkan selembar kertas tisu yang dibubuhi nomor ponsel.
"LODY!!!"
Don berteriak sekuat tenaganya berharap Lody menghentikan langkahnya secepat yang ia bisa. Lody mengerjar perempuan yang mengincar miliknya, tepat di depan pintu masuk lengan perempuan yang belakangan ia tahu bernama Monica itu ia cengkram dengan sangat kuat.
Lody menarik mundur perempuan itu untuk menghadapi dirinya.
"Ambil tisu itu dan pergi dari hadapanku..." cicitnya geram.
"Siapa kau ini?!" jawab Monica dengan marah.
"Aku milik pria itu!" ucap Lody tegas.
Cengkraman tangannya semakin kuat, kukunya mulai tertancap. Perempuan itu menjerit-jerit saat kuku-kuku jari Lody mulai menyakiti permukaan kulitnya.
Don segera menarik Lody ke belakang, melepaskan cengkraman tangannya dari perempuan itu. Matanya mengunci mata Lody, seakan mengatakan bahwa Don adalah penguasa atas dirinya. Tubuh kecil itu meringsut, tertunduk lemas.