Pagi itu gerimis tipis mengantarkan jenazah Gustav dimakamkan. Tak banyak yang datang, hanya beberapa perempuan dengan anak-anak laki-laki mereka yang kemungkinan adalah istri atau simpanan Gustav.
Lody dan Don menghadiri acara pemakaman tersebut, memberikan penghormatan terakhir dan setelahnya mereka memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut.
"Lusa kau jadi pergi dengan Lucia?" ucap Don.
"Jadi, please Daddy...aku sudah janji dengan Lucia kalau akan pergi ke perpustakaan..." jawab Lody dengan mencebikan bibirnya.
"Pergi dengan Paman Song, jika sudah selesai aku akan menjemputmu...jangan terlalu larut"
Lody memekik saat rencananya disetujui oleh Don. Don hanya tersenyum saat mengetahui perempuan kecilnya tertawa dengan girang memamerkan lesung pipi di kanan dan kirinya. Lody memang jarang diperbolehkan oleh Don untuk pergi keluar rumah tanpanya kecuali untuk sekolah, dia akan selalu khawatir dengan kondisi Lody.
Don yang menyetir hampir saja menabrak mobil di depannya jika saja ia tak secepatnya menginjak pedal rem. Sebuah kecupan di pipi kanannya membuatnya tersentak sedang si pemberi kecupan hanya tersenyum lebar di sampingnya.
Lody kembali duduk dengan rapi, merapikan rambutnya dan membuka tas kecilnya lalu mengeluarkan sebungkus permen jelly asam kesukaanya.
"Aku sudah menyita berbungkus-bungkus permen itu kenapa kau masih memilikinya?" tanya Don kesal.
"Daddy, pabriknya terus berproduksi jadi aku akan tetap memilikinya"
Tangan kanan Don tiba-tiba menyibak blouse milik Lody, mencengkram paha Lody dengan kuat. Lody mengerang sementara jemari Don bergerak menyusuri paha mulus perempuan kecil itu. Lody menggigit bibirnya, menyandarkan tubuhnya lebih rendah dibanding sebelumnya dan Don dengan leluasa mengusap semua yang tersentuh dengan jemarinya.
"Ngghhh..."
Lody mulai melenguh saat Don mulai menyusur kewanitaannya dari luar pakaian dalamnya. Terkadang jari-jari itu menusuknya kemudian menggaruknya mengenai klitoris miliknya dan membuatnya mengerang.
Don juga meremas pelan buah dada yang hari ini tertutup rapat itu, dalam hatinya ingin sekali memaki mengapa Lody harus memakai baju berlapis-lapis tetapi ia juga tak ingin arwah Gustav melihat perempuan miliknya berpakaian minim.
"Daddy...mmmhhh..."
Don menghentikan aktivitasnya lalu kembali fokus pada kemudi, sementara Lody harus memejamkan matanya menurunkan hasrat tubuhnya yang meninggi setelah sentuhan-sentuhan dari Don.
"Masukan jarimu pada mulutmu" ucap Don.
Lody segera melakukannya, memainkan jarinya di dalam mulut menari bersama lidahnya. Dorongan tubuhnya sendiri menuntunnya menelusupkan jemari mungilnya memasuki pakaian dalamnya, mengusap kewanitaannya.
"More baby...more..." ucap Don.
"Nggghhhh..."
Lody melenguh sambil terus memainkan jarinya dalam mulut. Ia mengusap dan menekan kewanitaannya seperti permintaan Don, kewanitaannya mulai basah saat Don menarik tangannya keluar dari dalam pakaian dalamnya.
"Kita hampir sampai, tahan..." ucap Don mengusap tangan Lody.
Lody menegakkan kursinya, merapikan rambut dan pakaiannya. Ia mengusap bibirnya dan memakai lipstiknya tipis. Memastikan penampilan tidak mencurigakan bagi orang-orang di rumah. Don meraih telapak tangan Lody dan mengecupnya sekilas.
Mobil hitam itu memasuki halaman rumah, berhenti tepat di tengah-tengah garasi mobil milik empunya. Lody bergegas turun dan pergi ke kamarnya, menyusuri anak tangga dengan cepat sementara Don mengamati perempuan kecilnya bergegas dengan wajah merahnya.
"Kalian ingin makan sesuatu?" ucap Bibi Lee.
"Tidak, kami sudah makan beberapa kudapan tadi...kami akan istirahat, Lody juga mengeluh kelelahan..." ujar Don sembari melepas jas hitamnya.
"Baiklah, aku akan pergi ke tempat Pablo dan Gisella... Gisella sedang mempersiapkan pesta kecil untuk Pablo" tutur Bibi Lee.
"Ada perayaan apa?"
"Pablo ulang tahun, kau jangan lupakan itu...datanglah nanti malam, aku dan Song sudah menyiapkan kado untuk kalian bawa..." tutur Bibi Lee sembari memasukan beberapa bahan makanan dalam keranjang.
"Tentu, kabari aku jika semua sudah siap. Bawa saja apa yang perlu dibawa, Bibi pastikan tidak ada yang kurang...aku akan telepon Brian untuk mengirim beberapa botol wine" ucap Don.
Bibi Lee mengangguk dan bergegas pergi sementara pandangan Don mengekorinya hingga perempuan paruh baya itu menghilang dari selasar rumahnya.
Don menyusur anak tangga dengan perlahan, melepas dasinya yang terasa sesak dan melepas beberapa kancing atas kemejanya. Perlahan ia berjalan hingga di depan pintu kamar Lody, sebuah gantungan bergambar tokoh kartun Jepang bernama Chihiro bertengger di sana. Don mengetuknya dan sebelum pemilik kamar itu menjawab ia telah membuka pintu kamar itu.
Kaki-kaki kecil Lody berlari menuju Don, mendekap Don erat dengan lengan pendek dan mungilnya. Menaiki punggung telapak kaki Don dan berjinjit untuk meminta kecupan. Don tersenyum melihat perempuan kecilnya tengah 'kelaparan', Don menyambut Lody dengan ciuman panjang dan menuntut sesekali melepasnya dan menyapa leher dan tengkuk Lody dengan banyak kecupan.
Don mendekap tubuh Lody dengan hangat, melepas satu persatu pakaian yang Lody kenakan hingga tak bersisa. Kali ini ia tak ingin terburu-buru, tubuh ini lama berada jauh darinya. Lody mengunci pandangannya pada mata Don, ia rindu.
Don kembali melumat bibir mungil Lody, mendorongnya menuju tempat tidur. Merebahkan perempuan mungilnya perlahan-lahan.
"Apa bisa kita pelan-pelan hari ini?" cicit Lody saat pagutan bibir mereka terlepas karena Don harus melepas kemejanya.
"As you want..." ucap Don dan kembali ke ceruk leher Lody, menciuminya dan meninggalkan beberapa tanda kepemilikan di sana.
"I miss you little girl..."
"I miss you too Daddy..." jawab Lody yang kini berada tepat di bawah kungkungan tubuh Don.
Don kembali memagut bibir mungil itu kini ia berhasil meloloskan lidahnya masuk dan menari dalam mulut Lody. Sesekali Lody mencengkram tangan Don karena lidahnya terlalu masuk ke dalam atau tersentak kaget karena telapak tangan Don meremas buah dadanya tiba-tiba.
Kini Don berpindah, menjadi bayi besar yang menyusu pada buah dada milik Lody. Lidahnya dengan lembut mengulum dan memainkan puting berwarna merah muda itu, membuat pemiliknya mengerang dan tak jarang membuatnya mendorong kepala Don lebih dalam lagi dan lagi.
"Nggghhhh Daaadd..."
Don terus membuat mulutnya bersarang di buah dada milik Lody, terkadang di kanan lalu berpindah ke kiri begitu seterusnya hingga jemarinya turun hingga kewanitaan Lody terasa basah.
"Kau basah..." bisik Don.
Lody hanya mengangguk, ia membuka kakinya lebar-lebar, mempersilakan Don sebagai dominan untuk menikmatinya. Don mengecup perut Lody, menciumi bahkan mengigit pinggang perempuan itu hingga ia mengerang hebat. Kedua sisi pinggang perempuan itu adalah titik paling sensitif dalam tubuhnya.
Don mengecupi pinggang itu hingga membuat banyak tanda di sana, sementara tanda di buah dada yang ia tinggalkan kini mulai memerah keunguan. Don membiarkan jemarinya membelai kewanitaan Lody, menekannya dan menggelitiknya.
Lody semakin membuka kakinya lebar-lebar, menekan tubuhnya ke ranjang bahkan menekan tumitnya keras-keras. Ia ingin bangkit dan meraup apa yang harusnya telah bersarang dalam kewanitaannya tetapi ia sendiri yang meminta Don untuk melakukannya perlahan.
"Hm? Tahan sedikit lagi sayang..." ucap Don tenang.
Sesaat kemudian Lody memejamkan matanya rapat-rapat.