11

40.8K 721 16
                                    

"Aaakkkhhh!!!" suara Lody berteriak dengan sangat kencang membuat liang wanitanya ikut mengencang seketika, menjepit kejantanan Don di sana benar sangat sesak.

Don memeluk Lody dengan erat, menenangkan bahu perempuannya dengan mengusapnya perlahan-lahan. Mencium pipinya berulangkali dan menyatukan dahinya lalu mengikuti irama nafas Lody.

Perempuan itu menangis, mengerang dan mencengkram alas tidurnya dengan sangat erat. Malam itu Don memenangkan dirinya, mahkota Lody telah ia dapatkan.

"Sakit... perih..." Lody merintih bercampur dengar tangisan tersedu-sedu. Jemarinya bergetar karena ngilu yang ia rasakan pada liang kewanitaannya. Lelehan bercak darah membasahi sprei berbahan linen tersebut.

"Jangan tegang, akan semakin sakit nanti...percaya padaku, hm?" ucap Don sambil mengusap air mata di sudut kelopak mata Lody.

Perempuan itu mengangguk, nafasnya mulai teratur, bahunya mulai turun.

"Aku akan bergerak, sangat pelan. Mungkin masih sedikit sakit tapi tahan sedikit..." Don mengakhiri ucapannya dengan mengulum bibir tipis Lody dan mulai menggerakan pinggulnya.

Lody mengerang, merintih dan seluruh tubuhnya terasa aneh. Ada sesuatu yang keras dan tajam sedang keluar masuk liang kewanitaannya, sangat perih tetapi tak lama kemudian seluruh rasa sakit itu menghilang dengan ajaib. Benda itu tak melunak, tetapi tak sakit lagi. Terasa lebih lembut, geli setiap kali benda itu menggesek dinding liangnya.

"Ngghhhh..." jemarinya meremas buah dadanya sendiri. Lody tak tahu kenapa ia begitu, ia hanya merasa ketika melakukannya ia merasakan 'nyaman' berkali-kali lipat pada tubuhnya.

Lody mulai melenguh, suara yang tadinya merintih, kesakitan kini berubah menjadi lenguhan-lenguhan panjang. Ia terkadang menjepit kejantanan Don tanpa ia sadari dan saat Don mengerang sesuatu seperti meledak di jantungnya memintanya untuk melakukan lagi dan lagi.

Don tersenyum tipis saat menyaksikan Lody meremas buah dadanya sendiri. Matanya terpejam, mulut kecilnya terbuka mengeluarkan suara-suara yang memanjakan telinga Don. Don beberapa kali menambah tempo gerakannya dan Lody dengan cepat menyesuaikan.

"Aaaghhh..."

"Aaahhhhh...geliiii!!!" Lody memekik ia merasa sesuatu ingin meledak di bawah, tepat satu titik yang tertekan berkali-kali oleh Don.

Don tahu perempuan kecilnya akan segera orgasme. Ia menambah kecepatan, ia menghujam kejantanannya lebih dalam lagi dan lagi. Tubuh Lody mulai bergetar, ia berteriak, menyepakkan kakinya.

"Geliii!!! Aku tidak tahaaannn!!"

Don menarik dirinya, melepas penyatuan tubuh mereka dan menggantikannya dengan kedua jarinya. Jari-jari itu menusuk liang milik Lody, menggesek, mengeruk dan memutar. Tubuh perempuan itu terangkat, pekik nyaring terdengar di kamar yang saat ini hanya dihiasi pendar lampu meja. Cairan putih itu mengalir perlahan dari liang sempit itu, nafasnya tersengal-sengal jemarinya mencoba mencari Don.

"Aku di sini, aku di sini..." Don memeluk Lody dengan lembut, memastikan keberadaannya untuk Lody yang enggan membuka mata.

"Sakit..." Lody kembali merintih.

"Aku tahu, jangan banyak bergerak dulu..." ucap Don sambil menciumi puncak kepala milik Lody. Membelai rambutnya yang basah karena keringat, menahan kantuk dan pening yang bercampur menjadi satu lantaran dia tak sempat orgasme dan saat ini ia telah 'turun'.

Don menyeka kewanitaan Lody dengan hati-hati dan lembut saat Lody tertidur. Mengecup berkali-kali kewanitaan Lody dan mengusapnya perlahan.

"Aku mencintaimu...aku akan terus merindukanmu..." bisiknya perlahan dan kemudian mengecup kewanitaan Lody sekali lagi sebelum ia membereskan semuanya dan pergi membersihkan diri.

Setelah malam itu, hampir tiga hari Lody tak menghadiri kelas dan kursusnya. Ia tak bisa berjalan dan hanya berbaring di kasur milik Don, ia tak pernah bertanya tentang apa yang telah Don lakukan padanya ia merasa bahwa ia tak perlu tahu dan hal itu membuatnya sangat nyaman. Ia pernah bercerita pada Bibi Lee, rasanya seperti nyawamu melayang-layang di udara dengan bebas dan jantung berdebar sangat kencang.

Sejak saat itulah Lody dan Don memulai petualangan baru mereka. Mencoba berbagai gaya saat bercinta, hingga Don tahu bahwa Lody benar sangat menyukai saat Don mencekiknya, memukulnya, mengikatnya dan semua hal yang menyakiti tubuhnya ia begitu suka. Lody tidak akan berhenti meminta hingga batas tertentu.

.

.

.

.

.

"Fokus..." suara Maria membuyarkan ingatan Don saat itu. Don tertawa meski hatinya tidak dalam keadaan baik-baik saja.

"Apa dia tidak mengirim pesan padamu? Emoticon babi? Emoticon kucing kelinci atau apa saja, dia tidak mengirim?" cecar Don.

"Tidak... sepertinya sangat berat kali ini." ucap Maria sambil membelalakkan matanya.

"Kau yang harus mengurusku jika aku benar-benar diusir nantinya!" ucap Don sambil melempar pena pada Maria.

"Nasibku benar-benar jelek..."

"Akan ku jodohkan kau dengan James nanti, lihat saja..." ucap Don sambil memasuki kamar tidurnya.

.

.

.

.

.

"Aku marah tapi aku rindu padanya, bagaimana Bibi?"

Sepulang sekolah perempuan kecil itu melempar tasnya di sofa dan berbaring. Wajahnya semakin muram, ia tak bisa mengalah tetapi rindu dalam hatinya semakin hari semakin memuncak, terhitung telah satu minggu sejak Don pergi ia tak juga ingin menghubunginya.

"Nona bisa menghubunginya kalau Nona mau, jika Tuan sibuk Maria akan menyampaikan pesan Nona..." ujar Bibi Lee sembari menyeka dahi Lody yang basah oleh keringat.

"Dan Maria akan membuat janji untuk aku dan Daddy bisa bicara. Dia daddyku kenapa harus membuat janji dulu jika ingin bicara?!"

Bibi Lee memilih diam, Lody yang sedang sebal tidak baik untuk dilawan. Membiarkannya bicara sendiri adalah yang terbaik.

Lody mengambil ponselnya dari dalam tas. Membuka aplikasi berwarna kuning lalu menekan layar beberapa kali.

Lody: Aku sudah di rumah. Daddy dimana?

Don: Hm? Aku di luar dalam perjalanan meeting. Kau perlu sesuatu?

Lody: Daddy.

Don: Lody.

Don menendang bangku kemudi dengan kencang, membuat si pengemudi menoleh cepat.

"Maafkan aku..."

Don tertawa, menepuk-nepuk pahanya. Sekarang hatinya senang luar biasa, perempuan kecilnya telah melunak dan mau menghubunginya. Maria yang menyaksikannya dari kaca hanya bisa memijat pelipisnya.

Lody: Hubungi aku saat Daddy sudah di hotel, aku ingin bermain!

Don: Sure Baby Boo.

Don tersenyum melihat layar ponselnya, hatinya menghangat. Perempuan kecil itu ternyata tak lagi marah padanya. Ia menegakkan punggungnya, merapikan dasi dan jasnya.

"Aku akan mempercepat pertemuan ini, akan ku pastikan tiba di hotel sebelum Lody tertidur." ucap Maria sambil tersenyum.

Don hanya mengacungkan ibu jarinya, sebuah perhargaan untuk Maria.

Our SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang