42

12K 354 34
                                    

Pagi itu Don berdiri di depan sebuah kaca, berukuran tinggi hingga cukup untuk melihat pantulan dirinya sendiri dari kepala hingga ujung kaki. Ia memperbaiki letak dasi yang sedari tadi tak pernah pas menurut pengelihatannya.

"Ayolah..."

Don mencoba melepasnya lalu memasangnya kembali tetapi tetap saja tidak pas dan berujung dengan membanting dasi itu ke lantai kemudian meninggalkannya begitu saja.

Don turun tergesa, ia dikejar waktu pagi itu. Sebuah rapat dengan beberapa perusahaan dijadwalkan pagi ini dan dia tidak boleh terlambat.

Lody yang lebih dulu duduk di ruang makan mengamati Don dengan teliti. Menelisiknya bahkan setelah Don mengecup keningnya sekilas.

"Tidak pakai dasi?" ucap Lody sembari mengunyah roti isi dalam mulutnya.

Don menggeleng.

"Berikan padaku..."

Lody menaiki kursi yang ia duduki sebelumnya, memasangkan dasi berwarna hitam di leher Don setelah ia menerimanya, mengusap bahu Don beberapa kali dan diakhiri dengan kecupan singkat di pipi.

"Aku berangkat, jangan nakal hm?" ucap Don.

Lody mengangguk dan melepas kepergian Don.

Don berlalu begitu saja, memasuki mobil hitam lalu melewati gerbang tinggi dan kemudian menghilang. Lody melihatnya, pergi seperti biasa. Terburu-buru tanpa sarapan meskipun hanya untuk secangkir kopi hitam saja Don tak pernah sempat. Lody melangkahkan kakinya kembali ke meja makan, melanjutkan sisa makan paginya dengan tenang.

"Bibi..." cicit Lody lirih.

"Ingin tambah?" ucap Bibi Lee sembari mengusap bahu Lody.

Lody menggeleng. Ia merasa makanan di atas piringnya sudah lebih dari cukup.

"Makanlah di sebelahku..." ucap Lody.

Bibi Lee menurut. Mengambil sebuah piring lebar dan mengisinya. Makan pagi kali ini cukup istimewa, Bibi Lee membuat sup kacang merah dengan potongan daging sapi di dalamnya, kental dan perpaduan asin dan manis membuat sup itu menjadi makanan kesukaan di rumah itu. Bibi Lee kemudian mengambil satu roti lapis, roti kesukaan Lody dengan dua roti tawar gandum yang diisi dengan sayuran dan ikan tuna bercampur saus mayones segar.

"Ada apa hm?" ucap Bibi Lee yang kini duduk di sebelah Lody.

"Bibi, apa menurutmu aku bisa menikah?" cicit Lody.

Bibi Lee terdiam, umum baginya seorang perempuan yang kini menginjak usia dua puluh tahun memikirkan seperti itu, tak seharusnya pun ia kaget tetapi hal itu menjadi berbeda ketika Lody yang mengatakannya.

"Tentu bisa..." jawab Bibi Lee.

"Ada seorang anak laki-laki di tempat kursusku yang menyatakan cinta padaku, dia baik..." ucap Lody.

"Dia tahu bagaimana mana hubunganmu dengan Don?"

Lody menggeleng.

"Hanya Lucia yang tahu..."

Bibi Lee terdiam, menyadari bahwa hanya segelintir orang yang tahu bagaimana sebenarnya hubungan Don dan Lody berjalan.

"Lalu bagaimana?"

"Dia ingin bertemu dengan Daddy..." jawab Lody.

Seluruh tubuh Bibi Lee seketika membeku, membayangkan laki-laki diawal usia dua puluh tahunan itu akan menghadapi singa jantan yang bisa kapan saja marah.

"Dia memaksaku memberinya alamat kantor Daddy...jadi kuberikan" cicit Lody dengan nada penyesalan.

Bibi Lee seketika berdiri, meraih gagang telepon dan menekan beberapa angka. Diikuti Lody di belakang tubuhnya.

Our SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang