Lody mengayun kakinya di sebuah kursi, matanya tertunduk menatap ponsel. Layarnya tampak berwarna-warni, sesekali bahunya naik dan turun karena tertawa karena isi ponselnya sementara gelas berisi jus mangga di depannya mulai berembun dan air mulai membasahi meja.
"Menunggu Don?" ucap Nancy sembari meletakan beberapa potong biskuit.
"Aaaa Nancy!" Lody segera turun dari kursinya dan memeluk perempuan itu.
"Ah Nona Nona...nanti bajumu bisa kotor dan Don akan marah besar..."
"Aku akan balik marah padanya..." ucap Lody sambil tertawa.
"Makanlah...ku buat baru saja untukmu, kau sudah semakin besar..." ucap Nancy sembari menggenggam jemari Lody.
Lody mengangguk dan mulai menikmati kudapan yang disiapkan Nancy.
"Daddy sedang ada tamu jadi aku menunggu di sini, aku bosan melihat Maria..." ucapnya sambil
Sejenak kemudian pandangan Lody menangkap sesosok perempuan berumur hampir sama dengan Don, memakai setelah berwarna hitam dengan rok span berpotongan di bawah lutut, menenteng sebuah tas kecil. Perempuan itu menangkap pandangan Lody sebentar lalu berlalu pergi.
Lody terdiam, mencoba mengingat siapa perempuan yang baru saja ia lihat. Selanjutnya hatinya bergetar dan ia segera bangkit dari tempat duduknya lalu berpamitan pada Nancy.
Ia berlari memasuki lift, menekan tombol pada lantai tempat Don bekerja. Sesampainya di sana ia segera melangkahkan kakinya ke ruangan Don tanpa menyapa James dan Maria.
"Daddy..."
Lelaki yang berdiri di tepi meja kerjanya itu bergegas menghampiri Lody. Menutup pintu ruangannya dan menguncinya, meraih sebuah remote sejenak seluruh jendela kaca itu tertutup rapat dengan tirai berwarna hitam. Lelaki itu menyambar tangan Lody, menariknya dalam pelukannya.
Don menggigiti bahu dan leher Lody hingga tubuh perempuan itu terdorong ke dinding, Don mengunci kedua tangan Lody ke dinding dan mengunci mulutnya dengan ciuman yang penuh tuntutan.
"Aaaahh..." suara Lody terlepas begitu saja bersamaan dengan tubunya yang dibalik menghadap tembok oleh Don.
Lody memejamkan matanya saat suara ikat pinggang terlepas dari tempatnya terdengar di telinganya, kulit ikat pinggang itu terikat erat dikedua pergelangan tangannya.
Tidak ada perlawanan.
Tubuh itu terasa terbakar dengan hebat, seluruh isi tubuhnya ingin ia segera keluarkan pada liang milik Lody. Ia membasahi kejantanannya dengan air liurnya dan menerobos liang itu dengan paksa dan keras.
"Aaghhh!!!" teriakan Lody seperti peluit kuda pacuan bagi Don.
Ia menusuk liang perempuan miliknya tanpa henti, semakin perempuan itu menjerit maka akan semakin cepat ia menghujamkan kejantanannya.
"Sshh sshhh aaah aaahhh....fuck!"
Lody ingin menangis, ia ingin berhenti tetapi sesuatu dalam tubuhnya tak mengizinkannya. Setiap gesekan kulit kejantanan Don dalam liang kewanitaannya adalah kenikmatan yang selalu ia inginkan, terasa lembut, terkadang panas dan perih tetapi ia ingin merasakan lebih banyak dari itu.
"Aaaahh good girl..." ucap Don diantara desahnya.
"Dadddyy aaahh... don't stopppp aahhhh!!!"
Don meremas bongkahan pantat mulus milik Lody sekeras yang ia bisa, membuat perempuan itu mendongak kencang. Menikmati liang perempuan miliknya dari belakang dan melihat perempuannya terpuaskan adalah kebahagiaan tersendiri untuk Don.
"I'm cumming!" ucap Don yang selanjutnya disusul dengan hentakan demi hentakan dalam liang kewanitaan Lody.
Sejenak liang itu terasa hangat, cairan itu telah tumpah di dalam tubuhnya. Don menarik tubuhnya, menegakkan tubuh Lody dan memeluknya dari belakang. Lody tertunduk dalam lengan kuat dan basah milik Don, ia merasakan cairan miliknya dan Don telah membasahi paha dalamnya dan mengalir turun ke betisnya.
Don memeluk tubuh perempuan itu dengan erat, menggigit bahu yang telah memiliki bercak merah sebelumya.
"Dia yang datang padaku, aku ingin membunuhnya..." cicit Don pada telinga Lody.
Don memutar tubuh Lody, menggendongnya erat menuju sebuah pintu berwarna hitam tanpa aksen. Ia menekan beberapa tombol dan pintu itu terbuka.
"Sakit?"
Lody mengangguk, tubuhnya saat ini benar-benar terasa kacau. Ia memejamkan matanya sementara Don merebahkan tubuhnya pada sebuah tempat tidur. Ia hanya sempat mendengar Don mengganti bajunya dan memakai ikat pinggangnya kembali setelah melepaskannya dari pergelangan tangan Lody.
"Aku ingin tidur..." cicit Lody.
Don mengecup kening perempuan itu sebentar, menutupi tubuh perempuan itu dengan selimut lalu meninggalkan ruangan itu.
Don menutup ruang istirahatnya dengan hati-hati, ia tak ingin Lody terbangun. Kembali duduk di kursi di balik meja kerjanya lalu memeriksa beberapa laporan.
.
.
.
.
.
"Kau tampak baik..." ucap perempuan itu.
"Tidak ada yang lebih baik dari pada ini..." jawab Don ringan.
"Aku tahu perempuan kecil itu sedang di cafetaria, menunggu kita selesai bicara..."
"Aku tidak ingin bekerjasama dalam bentuk apapun dengan perusahaan Ayahmu, keluargamu atau bahkan perusahaanmu sendiri..." tegas Don.
"Sama sekali tidak berubah, kau masih saja menuruti permintaan konyol Lody...tapi bagaimana jika Lody menyetujuinya?" ucap perempuan itu sembari menyulut sebatang rokok miliknya.
"Tidak akan..."
"Bagaimana jika aku bisa membuatnya setuju? Kau berani bertaruh?"
Mata keduanya bertemu, mengunci satu sama lain.
"Aku akan mencoba bicara dengan Lody, dia anak yang manis...betul bukan?"
"Jangan coba-coba menyentuhnya..."
"Kita lihat saja..." ucap perempuan itu sembari membuang asap rokoknya di udara, merapikan tasnya lalu pergi begitu saja meninggalkan Don.
Raven.
Perempuan itu adalah mantan kekasih Don yang ia kencani selama hampir lima tahun sebelum akhirnya perempuan itu memilih rival Don dalam dunia bisnis untuk dinikahi. Selama ini Lody melarang Don untuk menemui atau terlibat apapun dengan perempuan itu, sebab media akan menjadikannya sasaran empuk untuk berita gosip lagi dan lagi.
Don menggosok wajahnya, meraih ponselnya dan menekan beberapa tombol.
"Bibi, Lody ada di dalam kantorku...datanglah satu jam lagi dan bawa dia pulang. Bawakan baju dan handuk...pastikan dia meninggalkan kantor dengan baik...aku harus pergi"
"Baik..aku akan bersiap"
Don menutup percakapannya lalu membereskan meja kerjanya, memakai jasnya serampangan dan berlalu meninggalkan ruangan itu.
"Hubungi Brian, minta ia bertemu denganku di hotel biasa... secepatnya" ucap Don pada Maria sambil berlalu.
"Bagaimana dengan Lody?" ucap Maria.
"Jangan membangunkannya, Bibi Lee akan kemari... bantu saja jika ia butuh bantuan"
Maria hanya mengangguk.
"Perempuan ini lagi, ia akan membuat segala ketenangan ini berakhir...menyebalkan" cicit James sembari melempar kertas di tangannya.